Thursday, 8 March 2012

SUMBER AJARAN POLITIK ISLAM DAN DASAR-DASAR POLITIK ISLAM

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim. Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun).
            Sistem yang dibangun oleh Rasulullah Saw dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik era modern tidak disangsikan lagi dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence. Dalam waktu yang sama, juga tidak menghalangi untuk dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motivasinya, dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.
Sumber Ajaran Politik Islam dan Dasar-dasar Politik Islam
            Sebagaimana yang telah diketahui bahwa sumber-sumber ajaran politik islam adalah bersumber pada Al-Quran dan juga Hadits. Dalam islam, politik tidak terpisah dari aqidah, syariat dan akhlaq. Semuanya saling berkaitan. Islam tidak mengakui adanya semboyan: “tujuan menghalalkan segala cara”. Islam tidak rela mengikuti kebathilan untuk membela kebenaran. Islam hanya melihat adanya cara yang baik untuk tujuan yang baik pula.
            Dalam islam pemilihan kepala negara harus melalui baiat (sumpah) dan kerelaan rakyat berdasarkan musyawarah. Kepala negara ini harus tunduk pada pengawasan rakyat. Rakyat berhak mengoreksinya, jika ia berbuat salah. Status pemimpin dan rakyat sama di hadapan hukum.
            Dalam buku Fikih Politik Menurut Imam Hasan Al-Banna, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menulis: ”Jadi politik itu terbagi menjadi dua macam: politik syar’i (politik Islam) dan politik non syar’i (politik non Islam). Politik syar’i berarti upaya membawa semua manusia kepada pandangan syar’i dan khilafah (sistem pemerintahan Islam) yang berfungsi untuk menjaga agama (Islam) dan urusan dunia. Adapun politik non syar’i atau politik versi manusia adalah politik yang membawa orang kepada pandangan manusia yang diterjemahkan ke undang-undang ciptaan manusia dan hukum lainnya sebagai pengganti bagi syari’at Islam dan bisa saja bertentangan dengan Islam. Politik seperti ini menolak politik syar’i karena merupakan politik yang tidak memiliki agama. Sedangkan politik yang tidak memiliki agama adalah politik jahiliyah”.
            Al-Quran sebagai sumber ajaran umat dan pertama agama islam mengandung ajaran tentang prinsip-prinsip dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik islam. Prinsip-prinsip dasar politik islam tersebut adalah:
  1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
  2. Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-,masalah ijtihadiyyah
  3. Kemestian mentaati Allah dan rasulullah dan ulil Amr (pemegang kekuasaan)
  4. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil
  5. Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat islam
  6. Kemestian mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi dan invasi
  7. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan
  8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan
  9. Keharusan menepati janji
  10. Keharusan mengutamakan perdamaian di antara bangsa-bangsa
  11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
  12. Kemestian mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum, dalam hal:
a.       Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
b.      Berangsur-angsur (al-tadarruj)
c.       Tidak menyulitkan (‘adam al-haraj).
Sementara itu dalam Islam konsep politik adalah konsep yang menyeluruh, komprehensif, integral serta bukan hanya masalah kekuasaan belaka. Islam memandang politik sebagai sebuah “cara” dan bukan “tujuan”. Konsep ini didasari oleh akidah yang kokoh dengan berpegang pada manhaj yang pernah ditempuh oleh Rasul, shahabat, dan para tabi’in.
Berpijak pada pengertian yang benar, maka politik (siyâsah) tidak akan lepas dari da’wah. Antara politik dan dakwah dalam kacamata Islam akan selalu bergandeng. Dalam kaitannya dengan dakwah, siyâsah adalah sebagai alat (wasîlah). Makna da’wah secara bahasa adalah an tumîla al-sysyai-a ilaika (usahamu untuk mencenderungkan, mencondongkan atau menarik sesuatu kepadamu), sedangkan siyâsah adalah al-qiyâmu ‘ala al-sysyai-i bimâ yushlîhuhu (menangani sesuatu dengan cara-cara yang dapat memperbaiki sesuatu itu).
Pengangkatan pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan bahwa al-Nisa: 58 di atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya.
Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu gugur (tidak berlaku) bila mereka memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).
Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha masuk dalam sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan demokrasi: pemilu, parlemen, dsb. Sehingga kekuasaan ada di tangan. Dalam kondisi yang sangat mendesak, dimana tidak ada di antara kaum muslimin yang mampu duduk di pemerintahan, terdapat pandangan dari Imam Izzudin bin Abdus Salam, Jika orang kafir menjadi pemimpin suatu wilayah yang luas, lalu mereka melimpahkan kekuasaan kepada orang yang dapat mendatangkan maslahat bagi orang-orang mukmin secara umum, keadaan itu dapat dijalankan karena mendatangkan maslahat secara umum dan menyingkirkan mafsadat sekalipun jauh dari rahmat syariat karena memang orang yang memiliki kesempurnaan dan layak diserahi kekuasaan itu tidak ada.
Hukum-hukum islam tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : Al-Qur’an dan pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.
Kesimpulan
            Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil). Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik. 
            Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari waktu ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat mengikat, sementara kondisi zaman senantiasa berubah dan berkembang. Akan tetapi, tidak pula berarti bahwa Islam sama sekali tidak memiliki rincian dalam masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah tertentu yang telah ditetapkan secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun juga, meskipun zamannya berubah.
Referensi
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2004. Konsep Islam: Solusi Utama Bagi Umat. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam

No comments:

Post a Comment