Politik
di dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah siyasah. secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim. Jadi,
asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan
pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan
urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia
tersebut dinamai politikus (siyasiyun).
Sistem yang dibangun oleh Rasulullah
Saw dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah jika dilihat dari
segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik era modern tidak
disangsikan lagi dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par
excellence. Dalam waktu yang sama, juga tidak menghalangi untuk dikatakan bahwa
sistem itu adalah sistem religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya,
motivasinya, dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.
Sumber Ajaran Politik Islam dan Dasar-dasar Politik
Islam
Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa sumber-sumber ajaran politik islam adalah bersumber pada Al-Quran dan
juga Hadits. Dalam islam, politik tidak terpisah dari aqidah, syariat dan
akhlaq. Semuanya saling berkaitan. Islam tidak mengakui adanya semboyan:
“tujuan menghalalkan segala cara”. Islam tidak rela mengikuti kebathilan untuk
membela kebenaran. Islam hanya melihat adanya cara yang baik untuk tujuan yang
baik pula.
Dalam islam pemilihan kepala negara
harus melalui baiat (sumpah) dan
kerelaan rakyat berdasarkan musyawarah. Kepala negara ini harus tunduk pada
pengawasan rakyat. Rakyat berhak mengoreksinya, jika ia berbuat salah. Status
pemimpin dan rakyat sama di hadapan hukum.
Dalam buku Fikih Politik Menurut
Imam Hasan Al-Banna, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menulis: ”Jadi politik itu terbagi menjadi dua
macam: politik syar’i (politik
Islam) dan politik non syar’i
(politik non Islam). Politik syar’i
berarti upaya membawa semua manusia kepada pandangan syar’i dan khilafah
(sistem pemerintahan Islam) yang berfungsi untuk menjaga agama (Islam) dan
urusan dunia. Adapun politik non syar’i atau politik versi manusia
adalah politik yang membawa orang kepada pandangan manusia yang diterjemahkan
ke undang-undang ciptaan manusia dan hukum lainnya sebagai pengganti bagi
syari’at Islam dan bisa saja bertentangan dengan Islam. Politik seperti ini
menolak politik syar’i karena merupakan politik yang tidak memiliki agama.
Sedangkan politik yang tidak memiliki
agama adalah politik jahiliyah”.
Al-Quran sebagai
sumber ajaran umat dan pertama agama islam mengandung ajaran tentang
prinsip-prinsip dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem
politik islam. Prinsip-prinsip dasar politik islam tersebut adalah:
- Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
- Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-,masalah ijtihadiyyah
- Kemestian mentaati Allah dan rasulullah dan ulil Amr (pemegang kekuasaan)
- Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil
- Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat islam
- Kemestian mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi dan invasi
- Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan
- Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan
- Keharusan menepati janji
- Keharusan mengutamakan perdamaian di antara bangsa-bangsa
- Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
- Kemestian mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum, dalam hal:
a.
Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
b.
Berangsur-angsur (al-tadarruj)
c.
Tidak menyulitkan (‘adam al-haraj).
Sementara itu dalam Islam konsep politik adalah konsep yang menyeluruh, komprehensif,
integral
serta bukan hanya masalah kekuasaan belaka. Islam
memandang politik sebagai sebuah “cara” dan bukan “tujuan”. Konsep ini didasari
oleh akidah yang kokoh dengan berpegang pada manhaj yang pernah
ditempuh oleh Rasul, shahabat, dan para tabi’in.
Berpijak pada pengertian yang benar, maka politik (siyâsah)
tidak akan lepas dari da’wah. Antara politik dan dakwah dalam
kacamata Islam akan selalu bergandeng. Dalam kaitannya dengan dakwah, siyâsah
adalah sebagai alat (wasîlah). Makna da’wah secara bahasa
adalah an tumîla al-sysyai-a ilaika (usahamu untuk mencenderungkan,
mencondongkan atau menarik sesuatu kepadamu), sedangkan siyâsah adalah
al-qiyâmu ‘ala al-sysyai-i bimâ yushlîhuhu (menangani sesuatu dengan
cara-cara yang dapat memperbaiki sesuatu itu).
Pengangkatan pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat
kepada pemimpin adalah konsep politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan
bahwa al-Nisa: 58 di atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy
al-amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya.
Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada
pemimpinnya dalam hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat
kepada ulil amri itu gugur (tidak berlaku) bila mereka memerintahkan
rakyatnya berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, “tidak
ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).
Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha
masuk dalam sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu
penerapan demokrasi: pemilu, parlemen, dsb. Sehingga kekuasaan ada di tangan.
Dalam kondisi yang sangat mendesak, dimana tidak ada di antara kaum muslimin
yang mampu duduk di pemerintahan, terdapat pandangan dari Imam Izzudin bin
Abdus Salam,
Jika orang kafir menjadi pemimpin suatu wilayah yang
luas, lalu mereka melimpahkan kekuasaan kepada orang yang dapat mendatangkan maslahat
bagi orang-orang mukmin secara umum, keadaan itu dapat dijalankan karena
mendatangkan maslahat secara umum dan menyingkirkan mafsadat sekalipun
jauh dari rahmat syariat karena
memang orang yang memiliki kesempurnaan dan layak diserahi kekuasaan itu tidak
ada.
Hukum-hukum
islam tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan kekuasaan
pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan
dua hal : Al-Qur’an dan pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan
pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi
Al-Qur’an.
Kesimpulan
Islam merupakan
agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil). Islam
bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan
ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek
legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu
sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak
hanya terbatas pada urusan politik.
Sifat terbuka Islam dalam masalah
politik ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan
konsep politiknya secara amat rinci dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian
itu sendiri merupakan bagian dari kebijaksanaan Allah agar Islam bisa
mengembangkan konsep politiknya dari waktu ke waktu tanpa harus terkungkung
oleh rincian-rincian yang sangat mengikat, sementara kondisi zaman senantiasa
berubah dan berkembang. Akan tetapi, tidak pula berarti bahwa Islam sama sekali
tidak memiliki rincian dalam masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah
tertentu yang telah ditetapkan secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun
juga, meskipun zamannya berubah.
Referensi
Al-Qaradhawi,
Yusuf. 2004. Konsep Islam: Solusi Utama
Bagi Umat. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam
No comments:
Post a Comment