Thursday 8 March 2012

CAMPAIGN STRATEGY, MEDIA COVERAGE, TV ADVERTISING & MICRO TARGETING

A.    Strategi Kampanye (Campaign Strategy)
Kampanye ialah sebuah upaya yang dikelola oleh suatu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk memersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan perilaku tertentu. Kampanye politik adalah sebuah peristiwa yang bisa didramatisasi. Oleh karena itu, Richard A. Joslyn dalam Swanson (1990) melukiskan kampanye politik tidak ada bedanya dengan sebuah adegan drama yang dipentaskan oleh para aktor-aktor politik.
Dalam studi perencanaan komunikasi dikenal beberapa langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kampanye. Assifi dan French (1982) menyusun delapan langkah yang dapat dilakukan dalam perencanaan komunikasi untuk kampanye, yakni: 1. Menganalisis masalah; 2. Menganalisis khlayak; 3. Merumuskan tujuan (objective); 4. Memilih media; 5. Mengembangkan pesan; 6. Merencanakan produksi media; 7. Merencanakan manajemen program; 8. Monitoring dan evaluasi.
Akan tetapi Nimmo dan Thomas Ungs (1973) melihat bahwa sebuah perencanaan kampanye politik sedapat mungkin harus melalui tiga fase, yakni: 1. Fase pengorganisasian (organizing phase); 2. Fase pengujian (testing phase); 3. Fase kritis (critical phase).
Fase pengorganisasian, yakni kapan staf, informasi, dan dana dikumpulkan, strategi dan praktek yang diterapkan, dan semangat kelompok dibangkitkan untuk pengurus dan anggota. Fase pengujian kampanye (testing phase), yakni kapan calon menggalang para anggota dan menawarkan kemudahan-kemudahan kepada orang yang belum menjadi anggota. Langkah terakhir adalah fase kritis (critical phase) di mana kampanye mencapai suatu titik di mana calon pemilih (voters) belum menentukan sikap terhadap partai atau siapa yang akan didukung atau dipilih.[1]
Penerapan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam kampanye sebab jika penetapan strategi salah atau keliru, hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian dari segi waktu, materi dan tenaga. Oleh karena itu, strategi juga merupakan rahasia yang harus disembunyikan oleh para ahli perencanaan kampanye.
Menangani masalah komunikasi para perencana dihadapkan pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya strategi penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Rogers (1982) memberi batasan pengertian strategi komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru.
Untuk menetapkan strategi, dapat digunakan model SWOT sebagai peralatan untuk menganalisis;
S = Strength – kekuatan-kekuatan yang dimiliki partai
W = Weakness – kelemahan-kelemahan yang ada pada partai
O = Opportunities – peluang-peluang yang mungkin bisa diperoleh partai
T = Threats – ancaman-ancaman yang bisa ditemui oleh partai.
          Kekuatan yang dimiliki partai antara lain: besarnya jumlah pengurus wiayah, cabang dan ranting yang sudah diresmikan, jumlah naggota dan dari mana saja, apakah ada diantara mereka yang bisa memberikan dukungan dana. Apakah partai sudah memiliki kantor dan kekuatan penggerak, misalnya dari kalanganpemuda, pengusaha cerdik pandai. Dalam konteks kampanye, dipertanyakan bagaimana kekuatan media komunikasi yang sudah dimiliki, berapa banyak wartawan dan artis yang bisa menjadi mitra, berapa banyak juru kampanye yang sudah terlatih, berapa banyak tokoh masyarakat yang bisa digalang sebagai pengumpul suara (votegetter) dan semacamnya. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki partai juga harus dianalisis untuk dicarikan solusi penyelesaian agar tidak menjadi faktor yang bisa menyebabkan kekalahan dalam pemilu.[2]
B.     Liputan Media (Media Coverage)
Hubungan antara media dengan politik dilihat sebagai suatu hal yang sangat menarik, terutama ketergantungan antara sumber berita dengan pihak yang memberitakan. Namun, di sisi lain hubungan itu cukup rawan jika para pekerja media tidak hati-hati menjalankan tugas kewartawannya secara profesional sebab hal itu bisa menimbulkan delik hukum. Efek ketidakprofesionalan liputan media sudah tentu akan membawa konsekuensi hukum dari hubungan politik dengan media. Menurut Ginting dalam dewan pers (2003), ada tiga hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi kebablasan media dan juga sekaligus sebagai kendali agar media terhindar dari privacy invasion. Pertama adalah swaregulasi yang dilakukan oleh media itu sendiri, kedua melalui hukum dan ketiga kontrol melalui lembaga pengaduan masyarakat (ombudsmen).[3]
Komposisi publik media disusun menurut komponen kelompok sosial dan kategori. Susunan dapat terbentuk oleh karena adanya beberapa pengaruh yang berbeda. Salah satu di antaranya adalah adanya pelbagai kepentingan, keterkaitan dan kemudahan memperoleh pelbagai ragam isi, sehingga seleksi pun tidak dapat terlepas dari perbedaan selera, siklus hidup, pendidikan, dan kondisi sosial. Kedua, terdapat pengaruh ekonomi pada struktur khalayak, yang disebabkan oleh keanekaragaman biaya media yang harus ditanggung oleh pihak konsumen, dan yang lebih penting lagi disebabkan oleh adanya dana media dari pemasang iklan yang mendesak media untuk menyesuaikan pesannya dengan khalayak yang tepat, yakni khalayak yang dinilai dari segi pendapatan dan pola konsumsi. Ketiga, terdapat perbedaan tertentu dalam segi struktur tempat kediaman, kelas sosial, ahama, dan lain sebagainya juga memengaruhi pola penggunaan dan ketersediaan media. Dalam kenyatannya, perbedaan selera budaya, ekonomi, dan kedudukan sosial sangat erat kaitannya, sehingga pengaruhnya pun sulit diidentifikasi secara terpisah.
Teori ilmu pengetahuan sosial menyangkut media telah dikembangkan untuk merumuskan dan memberikan jawaban sementara terhadap sejumlah masalah utama mengenai mekanisme kerja sistem komunikasi publik dalam masyarakat. Walaupun jumlah masalah utama itu sangat banyak, namun dapat dikategorikan dalam tiga masalah mendasar yang berkenaan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat, intergrasi sosial, dan perubahan sosial. [4]
C.    Iklan TV (TV Advertising)
 Dalam lingkungan kebudayaan populer, iklan dan televisi merupakan kekuatan mutualistik yang tidak dapat dipisahkan. Di satu sisi, televisi memerlukan sumber dana demi menjaga eksistensinya, dan di sisi lain produsen memerlukan televisi untuk mempromosikan produknya. Bertemunya masing-masing kebutuhan tersebut menjadikan iklan menjadi mediasi yang lumrah di setiap stasiun televisi. Dalam lingkup komunikasi massa, iklan televisi bahkan menjadi sebentuk propaganda yang menyenangkan karena kehadirannya tidak saja menginformasikan melainkan juga bersifat menghibur.
Iklan di televisi juga memiliki kelebihan unik dibandingkan dengan iklan di media cetak. Kelebihan iklan televisi memungkinkan diterimanya tiga kekuatan generator makna sekaligus, yakni narasi, suara dan visual. Ketiganya berkelindan membentuk sebuah sistem pertandaan yang bekerja untuk mempengaruhi penontonnya. Dari ketiganya, iklan televisi bekerja efektif karena menghadirkan pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal sekaligus. Sebagai sistem pertandaan, maka iklan sekaligus menjadi sebuah bangunan representasi. Iklan tidak semata-mata merefleksikan realitas tentang manfaat produk yang ditawarkan, namun seringkali menjadi representasi gagasan yang terpendam di balik penciptanya. Persoalan representasi ini yang kemudian lebih menarik, karena di dalam iklan sebuah makna sosiokultural dikonstruksi.
Televisi muncul sebagai medium komunikasi massa, maka umat manusia memiliki tiga media komuniaksi massa, yaitu media cetak, media audio, dan media audio-visual (televisi). Setiap media massa memiliki karakteristik yang berbeda. Adapun televisi, sesuai namanya, tele berarti jauh, vision  erarti pandangan. Televisi berarti bisa dipandang dari tempat yang jauh dari studio TV maka kekuatan televisi terletak pada paduan gambar dan suara dalam satu waktu penayangan.[5]
Televisi merupakan media audiovisual sehingga penonton dapat melihat produk yang diiklankan di  televisi secara maksimal. Dengan demikian, iklan di televisi mempunyai karakteristik sebagi berikut.
1.      Pesan dari produk dapat dikomunikasikan secara total, yaitu audio, visual, dan gerak. Hal ini mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja kreatif untuk mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, humor, dan lain-lain.
2.      Iklan di televisi memiliki sarana paling lengkap untuk eksekusi.
3.      Iklan ditayangkan secara sekelebat.[6]
Iklan televisi memiliki pengaruh yang sangat besar bagi para konsumen karena ini berdampak pula pada proses penangkapan pesan dan pengambilan keputusan konsumen ( penonton televise ). Iklan melalui televisi bisa benar-benar komersil, sekadar informasi atau bahkan digunakan untuk kepentingan politik.
D.    Micro Targeting
          Yang dimaksud komunikasi secara Mikro ialah komunikasi sosial antar insan dalam tingkat status sosial yang hampir sama dan terjadi dalam unit-unit yang relatif kecil
Komunikasi daerah perkotaan Komunikasi antar pribadi di daerah perkotaan lebih banyak terjadi di luar rumah daripada di dalam rumah sendir. Demikian pula komunikasi kelompok. Lebih tinggi kedudukan seseorang lebih banyak Gesellschaft yang dimasukinya lebih banyak komunikasi yang dilakukan diluar rumah akan tetapi, karma daerah perkotaan merupakan tempat yang penduduknya mudah memperoleh media massa, maka yang dikomunikasikan bukan mengenai pesan yang diperolehnya dari media massa. Komunikasi di dareah pedesaan
Berbeda dengan di daerah perkotaan, pergaulan di daerah pedesaan lebih merupakan Gemeinschaft daripada Gesellschaft. Pergaulan bersifat tak rasional-pribadi statis. Demikian pula dengan sendirinya komunikasi yang berlangsung dalam kehidupan seperti itu.
Berbeda dengan di daerah perkotaan sarana kesenian lebih banyak di gunakan sebagai media komunikasi. Reog, Calung, Ketoprak, wayang kulit, wayang golek dan lain-lainnya juga terbiasa di guanakan menjadi sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu.
          Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa micro targeting merupakan sasaran komunikasi yang ditujukan kepada orang-orang yang disebut di atas melalui unit-unit yang relatif kecil. Jadi unit tersebutlah yang menjadi sasaran bagi komunikasi mikro.[7]
Kesimpulan
          Dalam pelaksanaan kampanye memiliki banyak teori yang dapat diterapkan dalam kampanye tersebut. Para ahli dalam hal ini memiliki banyak persepsi bagi merumuskan strategi tersebut namun pada intinya adalah dalam berkampanye jangan sampai terdapat adanya kelemahan-kelemahan yang dimiliki partai atau individu, meskipun ada hal tersebut harus dapat diperbaiki sehingga kegagalan dalam berkampanye sangat kecil. Liputan media merupakan penyampaian berita melalui media, dalam hal ini liputan media memiliki pengaruh yang sangat luas bagi khalayak. Bahkan melalui liputan media kepentingan tertentu dapat diupayakan dan disalurkan hingga tercapai baik sekedar pemberian pengaruh kepada khalayak bahkan hingga sampai pada masalah politik. Begitu juga dengan TV Advertising atau iklan televisi. Sebagaimana yang diketahui bahwa iklan televisi memiliki dampak yang sangat besar bagi khalayaknya daripada melalui media lain. Oleh karena itu dalam penyampaian komunikasi orang cenderung menggunakan media ini karena gampang dimengerti dan juga cepat dapat mempengaruhi khalayak dan juga selain itu masyarakat pada saat ini lebih banyak menonton televisi sehingga pesan-pesan yang ingin disampaikan tersebut dapat cepat tersampaikan.
Referensi
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Pareno, Sam Abede. 2002. Kuliah Komunikasi; Pengantar dan Praktek. Surabaya: Papyrus
http://mantanresidivis.wordpress.com/2010/05/01/strategi-komunikasi/


[1] Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), Hal: 284-288.
[2] Cangara, Ibid., Hal: 291-294.
[3] Cangara, Ibid., Hal: 147-148.
[4] Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 1987), Hal; 56-57.
[5]Sam Abede Pareno, Kuliah Komunikasi; Pengantar dan Praktek, (Surabaya: Papyrus, 2002), Hal: 140-141.
[6] Dikutip dari: http://emjaiz.wordpress.com/2009/09/04/iklan-televisi/, Tanggal:2  November 2011, Pukul: 00.08.
[7] Dikutip dari: http://mantanresidivis.wordpress.com/2010/05/01/strategi-komunikasi/. Tanggal; 2 November 2011. Pukul: 01.30.

No comments:

Post a Comment