Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur
pergaulan negara yang merdeka dan berdaulat. JG Starke dalam bukunya An Intoduction to Internasional Law mendefinisikannya
sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan
aturan-aturan tingkah laku yang mengikat negara-negara dan oleh karenanya
ditaati dalam hubungan antarnegara, yang juga meliputi:
a.
Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan
organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungannya dengan negara-negara
dan individu-individu.
b.
Peraturan-peraturan, hukum tertentu mengenai individu-individu dan
kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban
individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.
Definisi tersebut merupakan definisi hukum internasional yang relatif lebih
luas dari definisi tentang hukum internasional yang lain dan berkembang
menjelang dan selepas Perang Dunia Kedua, terutama setelah munculnya berbagai
fenomena organisasi internasional Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) atau United Nation Organization (UNO) beserta
organisasi-organisasi yang berada di bawah naungannya seperti Food and Agricultural Organization
(FAO), International Labour Organization
(ILO), World Health Organization
(WHO), Unesco dan sebagainya.timbulnya gerakan-gerakan yang dipelopori oleh PBB
untuk memajukan nilai-nilai kemanuasiaan, seperti melindungi hak-hak dan
kebebasan yang mendasar yang dimiliki manusia. Sehingga muncul atau dibentuk
aturan-aturan baru untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan atas
kemanusiaan seperti genocide (kejahatan perang) yang berpuncak pada dibentuknya
Mahkamah Militer Internasional (International
Military Tribunal) serta International
Commission of Jurist (IJC) yang menyebabkan perluasan definisi hukum
internasional dari hanya bersubjekkan negara menjadi sebagaimana didefinisikan
JG Starke di atas.
Hukum Internasional dapat digolongkan
menjadi dua bagian, yaitu hukum perdata internasional dan hukum internasional
publik. Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Sedangkan hukum
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara yang bukan besifat
perdata.
Sejarah
Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya,
yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum,
yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang
berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium
adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium
yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis)
dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada
abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang
mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah,
mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau
territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum internasional. Perkembangan hukum internasional modern ini,
juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi
dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem
hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip
yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal
sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan
prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh
terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de
Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan
antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas
kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama
antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan
kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques
Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la
Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain
yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek,
Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena
adanya faktor-faktor penunjang, antara lain :
1. Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara
Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional
dalam hubungannya satu sama lain.
2. Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian
(law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase.
3. Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad
XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi
dan meningkatnya hubungan antar negara.
2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan
dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai
bidang.
3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik
bersifat bilateral, regional maupun bersifat global.
4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti
Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan
Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan
ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.
Asas-Asas Hukum Internasional
Menurut konsiderans Resolusi Majelis
Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama yang harus ditegakkan dalam
praktik hukum internasional. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Setiap negara tidak melakukan tindakan
berupa ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara lain.
b.
Setiap negara harus menyelesaikan
masalah-masalah internasional dengan cara damai.
c.
Tidak melakukan intervensi terhadap
urusan dalam negeri negara orang lain
d.
Negara-negara berkewajiban untuk
menjalin kerja sama dengan negara lain berdasarkan pada piagam PBB
e.
Asas persamaan hak dan penentuan nasib
sendiri
f.
Asas persamaan kedaulatan negara
g.
Setiap negara harus dapat dipercaya
dalam memenuhi kewajiban.
Bentuk-Bentuk
Hukum Internasional
Hukum Internasional terdapat
beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu
bagian dunia (region) tertentu :
a.
Hukum Internasional
Regional
Hukum
Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum
Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen
(Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation
of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika
sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
b.
Hukum Internasional
Khusus
Hukum
Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara
tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan,
kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari
bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui
proses hukum kebiasaan.
c.
Hukum Internasional dan Hukum
Dunia
Hukum
Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang
terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti
masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga
merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional
yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada
dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional
law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua
negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara
nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi.
Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional secara formal sesuai dengan Pasal 38 (1) Piagam
Mahkamah Internasional adalah :
a.
Treaty atau traktat atau International
Convention, yakni perjanjian yang dibuat oleh antarbangsa, baik bersifat bilateral
(melibatkan dua negara) maupun multilateral (melibatkan lebih dari dua negara).
Mengenai hal ini, hanya traktat yang membuat hukum (Law Making Treaties) saja
yang diakui sebagai sumber hukum internasional , seperti perjanjian perdamaian
yang dibuat di Paris tahun 1856 dan tahun 1907, Pakta Liga Bangsa-Bangsa,
Piagam Bangsa-Bangsa, dan sebagainya.
b.
Kebiasaan Internasional atau International Custom, yaitu kebiasaan yang timbul dalam
praksis hubungan atau pergaulan antarnegara, yang berakibat timbulnya hukum. Contoh,
hukum duta yang mengatur tata cara penerimaan duta (badan perwakilan
diplomatik) yang dibuat oleh masing-masing negara yang membuka hubungan
diplomatik.
c.
Prinsip Hukum Umum atau General
Principles of Law, yakni prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan diakui bagi
negara berdaulat dan bangsa-bangsa yang beradap (civilized nation).
d.
Yurispundensi International, yaitu keputusan hakim internasional yang
berkaitan dengan permasalahan yang melibatkan dua negara atau lebih.
e.
Doktrin Hukum Internasional yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
Dasar Berlakunya Hukum
Internasional
Ada dua asumsi atas dasar berlakunya hukum
internasional, yaitu pertama,suatu perjanjian yang dibuat haruslah dipatuhi.
Asumsi ini kemudian dalam pergaulan internasional, menjadi
prinsip berlakunya hukum internasional, yang kemudian dikenal dengan prinsip Pacta Sun Servanda artinya bahwa ‘setiap
perjanjian harus ditaati’. Kedua,
hukum intenasional memiliki derajat yang lebih tinggi daripada hukum nasional. Prinsip
hukum ini kemudian dikenal dengan ‘Prinsip
Primat Hukum Internasional’. Dengan prinsip tersebut maka suatu traktat
berderajat lebih tinggi daripada undang-undang dasar dari negara peserta
traktat.
Kedua asusmsi
berlakunya hukum Internasional menjadikan hukum internasional mengikat para
negara di dunia.
Subjek
Hukum Internasional
Subjek hukum internasional adalah
pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pegaulan internasional. Menurut
Starke (1998), subjek hukum internasional terdiri dari :
a.
Negara
Sejak lahirnya
hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Bahkan,
hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada
hakikatnya adalah hukum antarnegara.
Dalam suatu
negara federal, pengemban hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah
pemerintah federal. Tetapi, adakalanya konstitusi federal memungkinkan
negara-bagian (state) mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan
hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam
sejarah ketatanegaraan USSR (Union of
Soviet Socialist Republic) dulu, konstitusi USSR—dalam batas tertentu—memberi
kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk
mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR.
b.
Tahta Suci
Di samping negara, sejak dulu Takhta
Susi (Vatikan) merupakan subjek hukum internasional. Hal ini merupakan
peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala
Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta
Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibu kota negara (antara lain di
Jakarta).
Takhta Suci merupakan suatu subjek
hukum dalam arti penuh; karena itu, mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. Kedudukan
seperti itu terjadi terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan
Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929, yang dikenal sebagai Perjanjian
Lanteran (Lanteran Treaty).
Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan
sebidang tanah di Roma kepada Tahka Suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian
didirikan Negara Vatikan.
c.
Organisasi Internasional
Organisasi Internasional adalah
organisasi-organisasi yang dibentuk dan diakui oleh negara-negara secara
internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa, Persatuan Bangsa-Bangsa beserta
organisasi-organisasi yang bergabung di bawahnya dan sebagainya.
d.
Palang Merah Internasional
Palang Merah
Internasional (PMI) yang berkedudukan di Jenewa mempunyai kedudukan tersendiri
dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai
subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini
Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang
memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang
lingkup terbatas. Dengan kata lain, PMI bukan merupakan subjek hukum
internasional dalam arti yang penuh.
e.
Orang Perseorangan (Individu)
Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek
hukum internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian
perdamaian Versailles 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan
Inggris dan Perancis (bersama masing-masing sekutunya) sudah terdapat
pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan
Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian sejak itu sudah ditinggalkan
dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan
internasional.
f.
Pemberontak dan Pihak Dalam Sengketa
(Belligerent)
Menurut hukum
perang, dalam beberapa keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan
dan hak sebagai pihak yang bersengketa. Akhir-akhir ini muncul perkembangan
baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam
perang. Namun, perkembangan baru tersebut memiliki ciri-ciri lain yang khas. Perkembangan
baru tersebut memiliki ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut adalah
adanya pengakuan terhadap gerakan
pembebasan.
Materi Hukum Internasional
Pada
prinsipnya hukum internasional bermaterikan ‘hukum internasional dalam keadaan
damai’ dan ‘hukum internasional perang’.
Materi hukum
internasional damai antara lain :
a.
Aturan tentang penentuan batas-batas
wilayah suatu negara
b.
Aturan tentang organ-organ yang
bertindak sebagai wakil negara-negara, misalnya : Kepala Negara, Duta, Konsul,
dan sebagainya.
c.
Aturan tentang terjadinya, bekerjanya,
dan hapusnya traktat.
d.
Aturan tentang akibat-akibat perbuatan
yang melanggar hukum internasional, seperti : embargo, blokade dan sebagainya.
e.
Aturan tentang kepentingan bersama
yang bisa dilakukan oleh negara-negara seperti kerja sama bidang ekonomi,
pendidikan, budaya dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Bisri, Ilham.2010. Sistem Hukum Indonesia.Jakarta:
Rajawali Press.
Ardiwisastra, Yudha Bhakti. 2003. Hukum Internasional. Bandung:Bunga Rampai.
Suteng, Bambang.2007.Pendidikan
Kewarganegaraan.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Starke, JG.1989.Pengantar
Hukum Internasional.Jakarta:Sinar Grafika.
No comments:
Post a Comment