Thursday, 8 March 2012

Hukum Internasional

Definisi Hukum Internasional
Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur pergaulan negara yang merdeka dan berdaulat. JG Starke dalam bukunya An Intoduction to Internasional Law mendefinisikannya sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan tingkah laku yang mengikat negara-negara dan oleh karenanya ditaati dalam hubungan antarnegara, yang juga meliputi:
a.         Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungannya dengan negara-negara dan individu-individu.
b.        Peraturan-peraturan, hukum tertentu mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.
Definisi tersebut merupakan definisi hukum internasional yang relatif lebih luas dari definisi tentang hukum internasional yang lain dan berkembang menjelang dan selepas Perang Dunia Kedua, terutama setelah munculnya berbagai fenomena organisasi internasional Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) atau United Nation Organization (UNO) beserta organisasi-organisasi yang berada di bawah naungannya seperti Food and Agricultural Organization (FAO), International Labour Organization (ILO), World Health Organization (WHO), Unesco dan sebagainya.timbulnya gerakan-gerakan yang dipelopori oleh PBB untuk memajukan nilai-nilai kemanuasiaan, seperti melindungi hak-hak dan kebebasan yang mendasar yang dimiliki manusia. Sehingga muncul atau dibentuk aturan-aturan baru untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan atas kemanusiaan seperti  genocide (kejahatan perang) yang berpuncak pada dibentuknya Mahkamah Militer Internasional (International Military Tribunal) serta International Commission of Jurist (IJC) yang menyebabkan perluasan definisi hukum internasional dari hanya bersubjekkan negara menjadi sebagaimana didefinisikan JG Starke di atas.
Hukum Internasional dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu hukum perdata internasional dan hukum internasional publik. Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Sedangkan hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara yang bukan besifat perdata. 
 Sejarah Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain :
1. Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain.
2. Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase.
3. Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.

       Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara.
2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang.
3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global.
4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.

Asas-Asas Hukum Internasional
Menurut konsiderans Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama yang harus ditegakkan dalam praktik hukum internasional. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
a.                   Setiap negara tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara lain.
b.                  Setiap negara harus menyelesaikan masalah-masalah internasional dengan cara damai.
c.                   Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara orang lain
d.                  Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan negara lain berdasarkan pada piagam PBB
e.                   Asas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
f.                   Asas persamaan kedaulatan negara
g.                  Setiap negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban.  
Bentuk-Bentuk Hukum Internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
a.   Hukum Internasional Regional 
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
b.    Hukum Internasional Khusus 
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
c.     Hukum Internasional dan Hukum Dunia
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional secara formal sesuai dengan Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah :
a.                        Treaty atau traktat atau International Convention, yakni perjanjian yang dibuat oleh antarbangsa, baik bersifat bilateral (melibatkan dua negara) maupun multilateral (melibatkan lebih dari dua negara). Mengenai hal ini, hanya traktat yang membuat hukum (Law Making Treaties) saja yang diakui sebagai sumber hukum internasional , seperti perjanjian perdamaian yang dibuat di Paris tahun 1856 dan tahun 1907, Pakta Liga Bangsa-Bangsa, Piagam Bangsa-Bangsa, dan sebagainya.
b.                       Kebiasaan Internasional atau International  Custom, yaitu kebiasaan yang timbul dalam praksis hubungan atau pergaulan antarnegara, yang berakibat timbulnya hukum. Contoh, hukum duta yang mengatur tata cara penerimaan duta (badan perwakilan diplomatik) yang dibuat oleh masing-masing negara yang membuka hubungan diplomatik.
c.                        Prinsip Hukum Umum atau General Principles of Law, yakni prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan diakui bagi negara berdaulat dan bangsa-bangsa yang beradap (civilized nation).
d.                       Yurispundensi International, yaitu keputusan hakim internasional yang berkaitan dengan permasalahan yang melibatkan dua negara atau lebih.
e.                        Doktrin Hukum Internasional yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Ada dua asumsi atas dasar berlakunya hukum internasional, yaitu pertama,suatu perjanjian yang dibuat haruslah dipatuhi. Asumsi ini kemudian dalam pergaulan internasional,  menjadi prinsip berlakunya hukum internasional, yang kemudian dikenal dengan prinsip Pacta Sun Servanda artinya bahwa ‘setiap perjanjian harus ditaati’. Kedua, hukum intenasional memiliki derajat yang lebih tinggi daripada hukum nasional. Prinsip hukum ini kemudian dikenal dengan ‘Prinsip Primat Hukum Internasional’. Dengan prinsip tersebut maka suatu traktat berderajat lebih tinggi daripada undang-undang dasar dari negara peserta traktat.
Kedua asusmsi berlakunya hukum Internasional menjadikan hukum internasional mengikat para negara di dunia.
Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pegaulan internasional. Menurut Starke (1998), subjek hukum internasional terdiri dari :
a.                      Negara
Sejak lahirnya hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum antarnegara.
Dalam suatu negara federal, pengemban hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi, adakalanya konstitusi federal memungkinkan negara-bagian (state) mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR (Union of Soviet Socialist Republic) dulu, konstitusi USSR—dalam batas tertentu—memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR.
b.                       Tahta Suci
Di samping negara, sejak dulu Takhta Susi (Vatikan) merupakan subjek hukum internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibu kota negara (antara lain di Jakarta).
Takhta Suci merupakan suatu subjek hukum dalam arti penuh; karena itu, mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. Kedudukan seperti itu terjadi terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929, yang dikenal sebagai Perjanjian Lanteran (Lanteran Treaty). Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahka Suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian didirikan Negara Vatikan.
c.                        Organisasi Internasional
 Organisasi Internasional adalah organisasi-organisasi yang dibentuk dan diakui oleh negara-negara secara internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa, Persatuan Bangsa-Bangsa beserta organisasi-organisasi yang bergabung di bawahnya dan sebagainya.

d.                       Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional (PMI) yang berkedudukan di Jenewa mempunyai kedudukan tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang lingkup terbatas. Dengan kata lain, PMI bukan merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang penuh.

e.                        Orang Perseorangan (Individu)
Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian perdamaian Versailles 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis (bersama masing-masing sekutunya) sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian sejak itu sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional.

f.                        Pemberontak dan Pihak Dalam Sengketa (Belligerent)
Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa. Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang. Namun, perkembangan baru tersebut memiliki ciri-ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut memiliki ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut adalah adanya pengakuan terhadap gerakan  pembebasan.   

Materi Hukum Internasional
Pada prinsipnya hukum internasional bermaterikan ‘hukum internasional dalam keadaan damai’ dan ‘hukum internasional perang’.
Materi hukum internasional damai antara lain :
a.                        Aturan tentang penentuan batas-batas wilayah suatu negara
b.                       Aturan tentang organ-organ yang bertindak sebagai wakil negara-negara, misalnya : Kepala Negara, Duta, Konsul, dan sebagainya.
c.                        Aturan tentang terjadinya, bekerjanya, dan hapusnya traktat.
d.                       Aturan tentang akibat-akibat perbuatan yang melanggar hukum internasional, seperti : embargo, blokade dan sebagainya.
e.                        Aturan tentang kepentingan bersama yang bisa dilakukan oleh negara-negara seperti kerja sama bidang ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Bisri, Ilham.2010. Sistem Hukum Indonesia.Jakarta: Rajawali Press.
Ardiwisastra, Yudha Bhakti. 2003. Hukum Internasional. Bandung:Bunga Rampai.
Suteng, Bambang.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Starke, JG.1989.Pengantar Hukum Internasional.Jakarta:Sinar Grafika.

No comments:

Post a Comment