- Pemikiran Confucius Tentang Kebahagiaan Manusia
Sifat-sifat khas
ajaran konfusius antara lain adalah:
1.
Berkorban
demi kepentingan orang lain
2.
Sopan
dan taat pada hukum
3.
Hidup
sederhana dan ramah
4.
Damai
dan membenci permusuhan dan percekcokan.
Konfusius
berpendapat bahwasanya kejahatan merupakan kekeliruan dalam menanggapi
nilai-nilai. Sikap ini berupa nafsu dan harus dijauhi dari manusia. Pandangan
tentang dunia harus diperhatikan. Dan diakui adanya tiga dunia yaitu, dunia
atas, dunia bawah dan dunia manusia. Dan ketiganya merupakan suatu kesatuan
utuh.
Konfusius
juga menekankan adanya hidup dengan penuh kesatuan yang dalam bahasa cina
disebut dengan jen. Jen mengakui akan adanya kesamaan hak dan martaba hidup
umat manusia. Di dalam sebuah buku yang disebut Li-Ki yang berarti catatan
upacara, terdapat adat istiadat dan segala jenis sopan santun yang dimiliki oleh
orang-orang cina. Bagi siapa saja dan setiap orang yang ingin masuk ke daerah
cina harus mengetahui dan mempelajari isi buku tersebut jika tidak ingin
dikatakan kurang ajar bagi masyarakat cina. Sikap ramah tamah harus diutamakan
daripada rasa tidak senang dan kekurangpuasan.
Selain
itu konfusius mengajarkan adanya penghormatan yang besar kepada orang tua dan
saat ketika mereka meninggal harus dirawat dengan pantas dan dikubur dengan
indah. Konfusius juga mengajarkan bahwa jika seseorang ingin menjadi manusia
yang unggul maka harus memiliki sikap ramah tamah. Bekerja di kalangan
masyarakat tetapi tanpa menimbulkan sikap kejengkelan. Memiliki ambisi namun
tidak serakah. Memiliki martabat tanpa menjadi sombong. Dan juga memiliki rasa
hormat tanpa menjadi seseorang yang kejam.
Konfusius
juga berbicara mengenai syarat akan pemerintahan yang baik. Dia mengatakan
bahwa apabila seorang penguasa bisa bersikap tegas terhadap dirinya sendiri,
maka akan muncul suatu kepatuhan tanpa harus memberikan perintah, tapi kalau ia
tidak tegas terhadap dirinya sendiri, maka tidak akan ada kepatuhan walaupun
telah diberikan perintah.
Konfusius
banyak memberikan nasihat terhadap kehidupan dan juga bagaimana melaksanakan
kehidupan dengan sikap yang bijaksana. Dia memberi nasihat, yaitu tetaplah
kokoh dengan iman yang baik, pencarian cinta, dan kesiapan untuk mempertahankan
jalan yang baik di dalam hidup.
Bagi
Konfusius keyakinan bahwa setiap orang dapat menjadi “chun tzu” (orang
baik-baik) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan gentleman, tanpa
memperhatikan masalah keturunan, tidak sekedar tetap merupakan teori. Ia
mengupayakan agar para muridnya menjadi chun tzu dan ia menerima murid-murid
baik dari lapisan masyarakat yang terendah maupun dari lapisan masyarakat yang tertinggi. Konfusius
berkecimpung di dunia pendidikan tidak sekedar demi pendidikan belaka,
melainkan mempersiapkan para muridnya terjun ke dalam dunia untuk bekerja dan
berjuang demi prinsip-prinsip yang mereka anut. Konfusius lebih dekat kepada
hal-hal yang konkret. Ia juga melakukan pengamatan yang sederhana bahwa setiap
manusia menginginkan kebahagiaan, meskipun masing-masing mereka berbeda dalam
mendefinisikan kebahagiaan tersebut. Karena ia tidak berlatarbelakang suatu
dorongan agama atau filsafatyang menetapkan kebahagiaan, atau hasrat untuk
bahagia, sebagai sesuatu yang buruk,
maka ia berpendapat bahwa manusia harus memperoleh apa yang didambakannya.
Konfusius juga mengajarkan asas timbal balik, yaitu “manusia bajik dalam arti
kata yang sebenarnya apabila hendak mengukuhkan kedudukannya, akan berusaha
mengukuhkan kedudukan orang lain, akan berusaha membantu orang lain apabila
hendak memperoleh hasil, akan berusaha membantu orang lain agar orang tersebut
memperoleh hasil. Jalan kebajikan sejati adalah menemukan prinsip perilaku
terhadap orang-orang lain dalam keinginan hati kita sendiri”.
B.
Konsep Mo tzu
Tentang Perdamaian Dan Ketertiban
Menurut
sejarah Mo tzu mula-mula belajar pada orang-orang yang menyiarkan ajaran
Konfusius. Tetapi ia merasa bahwa Konfusianisme yang diterapkan pada hidupnya
tidak menyentuh akar kesukaran yang menyebabkan rakyat menjadi sengsara. Dan ia
sebaliknya mengatakan bahwa ajaran tersebut malah memperparah kehidupan.
Akhirnya dia keluar dari ajaran Konfusianisme, dan akhirnya membentuk ajarannya
sendiri. Meskipun dia jelas menolak ajaran tersebut,namun dari kebanyakan sudut
pandang dia sependapat dengan Konfusius.
Mo
tzu sepaham dengan Konfusius dalam hal perang. Ia memandang peperangan yang
digunakan untuk merampas negara lain adalah merupakan keburukan besar. Mo tzu
berusaha menghimabau para penguasa negara agar tidak melakukan perang karena
menurut pendapatnya perang hanya akan membawa kerugian bagi masing-masing
pihak. Mo Tzu berkesimpulan bahwasanya dunia tidak dapat ditaklukkan dalam arti
kata yang sebenarnya dengan menggunakan pedang, melainkan hanya dengan
kebajikan, keadilan dan sikap saling percaya, yang menyebabkan manusia secara
jujur serta tulus patuh dan bekerjasama dengan penguasa dan dengan sesama
manusia demi kebaikan bagi semuanya.
Sebagai
penawar hakiki bagi banyaknya keburukan peperangan, ia mengemukakan sesuatu
yang disebut sebagai kasih semesta. Ia berpendapat bahwa setiap orang
seharusnya saling mengasihi terhadap orang yang lain di dunia tanpa pandang
bulu. Agar dapat mencapai tujuannya untuk mempunyai rakyat yang kaya, besar
jumlahnya, tertib, damai dan benar-benar diberkahi, Mo Tzu bersedia
mengorbankan hampir apa saja. Menurut Mo Tzu tidak ada satu hal pun yang tidak
berguna boleh dilakukan. Mo Tzu dengan terang menolak musik, karena dia
menganggap membuat dan memainkan alat musik merupakan membuang-buang waktu dan
tidak ada manfaat dan kegunaan sama sekali yang dapat dirasakan dan pandangan
ini jelas sangat berbeda jauh dengan pandangan Konfusius.
Mo
Tzu dengan bersusah payah menghimbau para murid-muridnya agar memasuki
kelompoknya. Ada suatu catatan peristiwa yang mengatakan bahwa ia memberi janji
kepada seorang muda, jika ia mau belajar padanya, maka ia akan dijamin diberi
jabatan resmi. Pada akhirsuatu tahun ketika murid tersebut menanyakan janjinya,
MoTzu hanya menjawab dengan ramah bahwa ia memberi janji itu sekedar agar si
murid mau belajar padanya, demi kebaikannya sendiri.
Meskipun
ajaran Mo Tzu dapat bertahan selama berabad-abad, namun ajaran ini dianggap
kurang menarik. Hal tersebut dikarenakan, sistem otoriter mengenai
kemanunggalan dengan atasan” dan nada dogmatik pernyataan-pernyataan merupakan
hal-hal yang berlawanan dengan kepantasan di Cina biasanya dipandang sebagai
suatu kebajikan utama. Pengutukan Mo Tzu mengenai terhadap segala bentuk
kesenangan, dan bahkan masalah emosi, sangat bertentangan dengan bangsa Cina
yang lazim, yaitu mempertahankan keseimbangan dalam segala hal dan memandang
kesenangan yang diperhalus secara pantas sebagai kebaikan, bukan keburukan.
Mo
Tzu sangat prihatin terhadap penderitaan yang diakibatkan oleh kemiskinan,
kekacauan, dan perang. Mo Tzu mendukung dan menganjurkan suatu rencana yang
bertujuan untuk menyembuhkan keburukan-keburukan tersebut, dan untuk dapat
melaksanakannya ia besedia mengorbankan apa saja, bahkan kebahagiaan manusia.
Orang berpendapat bahwasanya akal Mo Tzu lebih rendah mutunya dibanding
hatinya. Meskipun ia memberi sumbangan penting bagi berkembangnya minat
terhadap logika, namun penalarannya sendiri tidak logis serta aneh. Ketika
menyerang fatalisme, misalnay ia mengatakan bahwa nasib itu tidak ada, karena
tidak seorang pun pernah melihata dan mendengar nasib.
Kesimpulan
Dari penjelasan
di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasanya Konfusius dan Mo Tzu memiliki
pandangan yang berbeda dalam bidang tertentu, meskipun dulunya dapat dikatakan
bahwa Mo Tzu merupakan penganut Konfusianisme. Pandangan mereka lebih banyak
berbeda terutama dalam hal proses pemakaman yang harus diselenggarakan dengan
mengeluarkan uang yang banyak, mewah dan masa berkabung yang lama. Mo Tzu
secara terang-terangan menolak pandangan karena dia berpendapat hal itu tidak
penting untuk berkabung terlalu lama hingga tiga tahun. Selain itu perbedaan
pandangan lain adalah mengenai musik. Mo tzu berpendapat bahwa musik tidak
perlu karena hanya merupakan sesuatu yang tidak berguna dan hanya
membuang-buang waktu. Sementara Konfusius menerima musik.
Selain hal tersebut, banyak
pandangan-pandangan mengenai hal tertentu yang mereka tidak sepaham. Meskipun
begitu ajaran mereka masing-masing dapat diterima oleh masyarakat Cina. Ajaran
Mo Tzu cenderung kurang menarik, mungkin karena disebabkan dogma-dogmanya
mengenai hal tertentu yang tidak sepaham dengan adat orang Cina yang telah
mereka yakini sejak dulu. sementara itu ajaran Konfusius hingga saat ini tetap
bertahan dan lestari dan diteruskan oleh generasi-generasi bagi penganut ajaran
Konfisianisme ini. Hal yang patut diketahui meskipun mereka memiliki jalan
masing-masing dalam pencapaian kebahagiaan bahwasanya pemikiran-pemikiran
mereka yang telah mereka ajarkan dan ada hingga saat ini adalah sangat
berpengaruh bagi berkembangnya pemikiran politik timur.
Referensi
Creel, H.G.
1989. Alam Pikiran Cina. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Strathern, Paul.
2001. 90 Menit Bersama Confusius. Jakarta:
Erlangga.
Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Berpikir Orang Timur (India, Cina
dan Indonesia). Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
No comments:
Post a Comment