Thursday, 8 March 2012

Pemikiran Confucius Tentang Kebahagiaan Manusia & Konsep Mo tzu Tentang Perdamaian Dan Ketertiban

  1. Pemikiran Confucius Tentang Kebahagiaan Manusia
Sifat-sifat khas ajaran konfusius antara lain adalah:
1.      Berkorban demi kepentingan orang lain
2.      Sopan dan taat pada hukum
3.      Hidup sederhana dan ramah
4.      Damai dan membenci permusuhan dan percekcokan.
Konfusius berpendapat bahwasanya kejahatan merupakan kekeliruan dalam menanggapi nilai-nilai. Sikap ini berupa nafsu dan harus dijauhi dari manusia. Pandangan tentang dunia harus diperhatikan. Dan diakui adanya tiga dunia yaitu, dunia atas, dunia bawah dan dunia manusia. Dan ketiganya merupakan suatu kesatuan utuh.
Konfusius juga menekankan adanya hidup dengan penuh kesatuan yang dalam bahasa cina disebut dengan jen. Jen mengakui akan adanya kesamaan hak dan martaba hidup umat manusia. Di dalam sebuah buku yang disebut Li-Ki yang berarti catatan upacara, terdapat adat istiadat dan segala jenis sopan santun yang dimiliki oleh orang-orang cina. Bagi siapa saja dan setiap orang yang ingin masuk ke daerah cina harus mengetahui dan mempelajari isi buku tersebut jika tidak ingin dikatakan kurang ajar bagi masyarakat cina. Sikap ramah tamah harus diutamakan daripada rasa tidak senang dan kekurangpuasan.
Selain itu konfusius mengajarkan adanya penghormatan yang besar kepada orang tua dan saat ketika mereka meninggal harus dirawat dengan pantas dan dikubur dengan indah. Konfusius juga mengajarkan bahwa jika seseorang ingin menjadi manusia yang unggul maka harus memiliki sikap ramah tamah. Bekerja di kalangan masyarakat tetapi tanpa menimbulkan sikap kejengkelan. Memiliki ambisi namun tidak serakah. Memiliki martabat tanpa menjadi sombong. Dan juga memiliki rasa hormat tanpa menjadi seseorang yang kejam.
Konfusius juga berbicara mengenai syarat akan pemerintahan yang baik. Dia mengatakan bahwa apabila seorang penguasa bisa bersikap tegas terhadap dirinya sendiri, maka akan muncul suatu kepatuhan tanpa harus memberikan perintah, tapi kalau ia tidak tegas terhadap dirinya sendiri, maka tidak akan ada kepatuhan walaupun telah diberikan perintah.
Konfusius banyak memberikan nasihat terhadap kehidupan dan juga bagaimana melaksanakan kehidupan dengan sikap yang bijaksana. Dia memberi nasihat, yaitu tetaplah kokoh dengan iman yang baik, pencarian cinta, dan kesiapan untuk mempertahankan jalan yang baik di dalam hidup.
Bagi Konfusius keyakinan bahwa setiap orang dapat menjadi “chun tzu” (orang baik-baik) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan gentleman,  tanpa memperhatikan masalah keturunan, tidak sekedar tetap merupakan teori. Ia mengupayakan agar para muridnya menjadi chun tzu dan ia menerima murid-murid baik dari lapisan masyarakat yang terendah maupun dari  lapisan masyarakat yang tertinggi. Konfusius berkecimpung di dunia pendidikan tidak sekedar demi pendidikan belaka, melainkan mempersiapkan para muridnya terjun ke dalam dunia untuk bekerja dan berjuang demi prinsip-prinsip yang mereka anut. Konfusius lebih dekat kepada hal-hal yang konkret. Ia juga melakukan pengamatan yang sederhana bahwa setiap manusia menginginkan kebahagiaan, meskipun masing-masing mereka berbeda dalam mendefinisikan kebahagiaan tersebut. Karena ia tidak berlatarbelakang suatu dorongan agama atau filsafatyang menetapkan kebahagiaan, atau hasrat untuk bahagia, sebagai sesuatu yang  buruk, maka ia berpendapat bahwa manusia harus memperoleh apa yang didambakannya. Konfusius juga mengajarkan asas timbal balik, yaitu “manusia bajik dalam arti kata yang sebenarnya apabila hendak mengukuhkan kedudukannya, akan berusaha mengukuhkan kedudukan orang lain, akan berusaha membantu orang lain apabila hendak memperoleh hasil, akan berusaha membantu orang lain agar orang tersebut memperoleh hasil. Jalan kebajikan sejati adalah menemukan prinsip perilaku terhadap orang-orang lain dalam keinginan hati kita sendiri”.
B.     Konsep Mo tzu Tentang Perdamaian Dan Ketertiban
Menurut sejarah Mo tzu mula-mula belajar pada orang-orang yang menyiarkan ajaran Konfusius. Tetapi ia merasa bahwa Konfusianisme yang diterapkan pada hidupnya tidak menyentuh akar kesukaran yang menyebabkan rakyat menjadi sengsara. Dan ia sebaliknya mengatakan bahwa ajaran tersebut malah memperparah kehidupan. Akhirnya dia keluar dari ajaran Konfusianisme, dan akhirnya membentuk ajarannya sendiri. Meskipun dia jelas menolak ajaran tersebut,namun dari kebanyakan sudut pandang dia sependapat dengan Konfusius.
Mo tzu sepaham dengan Konfusius dalam hal perang. Ia memandang peperangan yang digunakan untuk merampas negara lain adalah merupakan keburukan besar. Mo tzu berusaha menghimabau para penguasa negara agar tidak melakukan perang karena menurut pendapatnya perang hanya akan membawa kerugian bagi masing-masing pihak. Mo Tzu berkesimpulan bahwasanya dunia tidak dapat ditaklukkan dalam arti kata yang sebenarnya dengan menggunakan pedang, melainkan hanya dengan kebajikan, keadilan dan sikap saling percaya, yang menyebabkan manusia secara jujur serta tulus patuh dan bekerjasama dengan penguasa dan dengan sesama manusia demi kebaikan bagi semuanya.
Sebagai penawar hakiki bagi banyaknya keburukan peperangan, ia mengemukakan sesuatu yang disebut sebagai kasih semesta. Ia berpendapat bahwa setiap orang seharusnya saling mengasihi terhadap orang yang lain di dunia tanpa pandang bulu. Agar dapat mencapai tujuannya untuk mempunyai rakyat yang kaya, besar jumlahnya, tertib, damai dan benar-benar diberkahi, Mo Tzu bersedia mengorbankan hampir apa saja. Menurut Mo Tzu tidak ada satu hal pun yang tidak berguna boleh dilakukan. Mo Tzu dengan terang menolak musik, karena dia menganggap membuat dan memainkan alat musik merupakan membuang-buang waktu dan tidak ada manfaat dan kegunaan sama sekali yang dapat dirasakan dan pandangan ini jelas sangat berbeda jauh dengan pandangan Konfusius.
Mo Tzu dengan bersusah payah menghimbau para murid-muridnya agar memasuki kelompoknya. Ada suatu catatan peristiwa yang mengatakan bahwa ia memberi janji kepada seorang muda, jika ia mau belajar padanya, maka ia akan dijamin diberi jabatan resmi. Pada akhirsuatu tahun ketika murid tersebut menanyakan janjinya, MoTzu hanya menjawab dengan ramah bahwa ia memberi janji itu sekedar agar si murid mau belajar padanya, demi kebaikannya sendiri.
Meskipun ajaran Mo Tzu dapat bertahan selama berabad-abad, namun ajaran ini dianggap kurang menarik. Hal tersebut dikarenakan, sistem otoriter mengenai kemanunggalan dengan atasan” dan nada dogmatik pernyataan-pernyataan merupakan hal-hal yang berlawanan dengan kepantasan di Cina biasanya dipandang sebagai suatu kebajikan utama. Pengutukan Mo Tzu mengenai terhadap segala bentuk kesenangan, dan bahkan masalah emosi, sangat bertentangan dengan bangsa Cina yang lazim, yaitu mempertahankan keseimbangan dalam segala hal dan memandang kesenangan yang diperhalus secara pantas sebagai kebaikan, bukan keburukan.
Mo Tzu sangat prihatin terhadap penderitaan yang diakibatkan oleh kemiskinan, kekacauan, dan perang. Mo Tzu mendukung dan menganjurkan suatu rencana yang bertujuan untuk menyembuhkan keburukan-keburukan tersebut, dan untuk dapat melaksanakannya ia besedia mengorbankan apa saja, bahkan kebahagiaan manusia. Orang berpendapat bahwasanya akal Mo Tzu lebih rendah mutunya dibanding hatinya. Meskipun ia memberi sumbangan penting bagi berkembangnya minat terhadap logika, namun penalarannya sendiri tidak logis serta aneh. Ketika menyerang fatalisme, misalnay ia mengatakan bahwa nasib itu tidak ada, karena tidak seorang pun pernah melihata dan mendengar nasib.

Kesimpulan
          Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasanya Konfusius dan Mo Tzu memiliki pandangan yang berbeda dalam bidang tertentu, meskipun dulunya dapat dikatakan bahwa Mo Tzu merupakan penganut Konfusianisme. Pandangan mereka lebih banyak berbeda terutama dalam hal proses pemakaman yang harus diselenggarakan dengan mengeluarkan uang yang banyak, mewah dan masa berkabung yang lama. Mo Tzu secara terang-terangan menolak pandangan karena dia berpendapat hal itu tidak penting untuk berkabung terlalu lama hingga tiga tahun. Selain itu perbedaan pandangan lain adalah mengenai musik. Mo tzu berpendapat bahwa musik tidak perlu karena hanya merupakan sesuatu yang tidak berguna dan hanya membuang-buang waktu. Sementara Konfusius menerima musik.
          Selain hal tersebut, banyak pandangan-pandangan mengenai hal tertentu yang mereka tidak sepaham. Meskipun begitu ajaran mereka masing-masing dapat diterima oleh masyarakat Cina. Ajaran Mo Tzu cenderung kurang menarik, mungkin karena disebabkan dogma-dogmanya mengenai hal tertentu yang tidak sepaham dengan adat orang Cina yang telah mereka yakini sejak dulu. sementara itu ajaran Konfusius hingga saat ini tetap bertahan dan lestari dan diteruskan oleh generasi-generasi bagi penganut ajaran Konfisianisme ini. Hal yang patut diketahui meskipun mereka memiliki jalan masing-masing dalam pencapaian kebahagiaan bahwasanya pemikiran-pemikiran mereka yang telah mereka ajarkan dan ada hingga saat ini adalah sangat berpengaruh bagi berkembangnya pemikiran politik timur.

Referensi
Creel, H.G. 1989. Alam Pikiran Cina. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Strathern, Paul. 2001. 90 Menit Bersama Confusius. Jakarta: Erlangga.
Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Berpikir Orang Timur (India, Cina dan Indonesia). Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

No comments:

Post a Comment