Ketatanegaran dalam
negara Islam memiliki berbagai macam sejarah dan cara-cara yang digunakan dalam
pelaksanaannya. Namun hal ini tidak pernah terlepas dari tuntunan utamanya
yaitu Al-Qur’an dan juga Hadits. Setiap periode kekuasaan islam memiliki corak
dan cara pelaksanaannya negaranya masing-masing. Negara Islam hingga saat ini
memiliki sejarah yang sangat luas dalam ketatanegaraannya, mulai dari ketatanegaraan
islam pada masa Nabi Muhammad SAW, Al-Khulafa’ Al-Rasyidun hingga sampai pada
zaman atau masa Turki Usmani.
Ketatanegaraan
Dalam Negara Islam
Sebagai
agama yang paripurna, Islam tidak hanya mengatur dimensi hubungan antara
manusia dan Khaliknya, tetapi juga antara sesama manusia. Selama 23 tahun karir
kenabian Muhammada SAW., kedua dimensi ini ebrhasil dilaksanakannya dengan
baik. Pada masa 13 tahun pertama. Muhammad SAW.menyampaikan dakwahnya kepada
masyarakat Mekah dengan penekanan pada aspek kaidah dan ibadah.
Terhadap
orang Yahudi, Nabi membangun persahabatan dan menghormati keberadaan merek.
Karena, bagaimanapun, kaum Yahudi adalah penduduk Madinah juga yang telah
tinggal sejak abad pertama dan kedua Masehi, jauh sebelum Nabi berhijrah ke
sini. Apalagi, masyarakat Yahudi Madinah, sebelum kedatangan Nabi, mempunyai
kelebihan ekonomi, kekuasaan politik dan intelektual. Kaum Yahudi diberi
kebebasan untuk menjalankan agama mereka. Sebaliknya, mereka pun mengakui
kepemimpinan Nabi Muhammad. Namun setelah melihat pengaruh Nabi yang begitu
besar dan kedudukan umat islam yang semakin kuat, timbul sikap keras kepala dan
pembangkangan suku-suku Yahudi. Satu demi satu suku Yahudi melakukan
pelanggaran terhadap isi piagam Madinah. Mereka mengadaka teror-teror terhadap
umat Islam, bahkan berusaha membunuh Nabi Muhammad. Kelompok Yahudi terakhir
yang melakukan pengkhianatan yaitu Bani Quraizah bisa diselesaikan, dan praktis
kekuatan Yahudi hancur, meskipun masih ada beberapa suku Yahudi lainnya yang
masih setia pada piagam Madinah. Dalam suasanan yang lebih tenang, Nabi
menjalankan roda pemerintahan sebagai kepalan negara dalam arti yang
sesungguhnya. Beliau, dibantu oleh para sahabat, menerapkan politik dalam dan
luar negeri.
Dalam praktiknya, Nabi menjalankan
pemerintahan yang tidak terpusat di tangan beliau. Untuk mengambil suatu
keputusan politik, misalnya dalam beberapa kasus Nabi melakukan konsultasi
dengan pemuka-pemuka masyarakat. Dalam menjalankan roda pemerintahannya Negara
Madinah, nampaknya Nabi Muhammad tidak memisahkan antara kekuasaan legislatif,
eksekutif dan Yudikatif. Dibawah wahyu Al-Qur’an, Muhammad menjalankan
kekuasaan legislatif. Beliau menyampaikan ketentuan-ketentuan Allah tersebut
kepada masyarakat Madinah. Untuk permaslahan yang tidak diatur secara tegas oleh
Al-Qur’an, Muhammad sendiir yang mengaturnya. Muhammad menentukan sendiri hukum
terhadap permasalahan yang tidak dijelaskan oleh Al-Qur’an. Untuk mengadili
pelanggaran ketertiban umum, Nabi membentuk lemabaga Hisbah. Lembaga ini antara lain bertugas mengadakan penertiban
terhadap perdagangan agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan
pedagang di pasar. Untuk pemerintahan di daerah beliau mengangkat beberapa
sahabat sebagai gubernur atau hakim. Dalam hubungan internasional, kebijakan
politik yang ditempuh Muhammad adalah menjalin hubungan diplomatik dengan
negara-negara sahabat. Muhammad juga mengangkat duta-duta ke negara-negara
sahabat. Kebijaksanaan-kebijakasanan Nabi ini menegaskan bahwa beliau telah
menjalankan perannya sebagai kepala negara. Semua yang dilakukan ini merupakan
tugas-tugas seorang sebagai kepala negara dalam pengertian modern.
- Pemerintahan Pada Masa Al-Khurafa’Al-Rasyidun
1.
Masa Abu Bakr Al-Siddiq
Setelah
terpilih menjadi khalifah menggantikan Rasulullah, Abu Bakr menyampaikan pidato
kenegaraan di mesjid Nabawi. Hal-hal penting yang dapat dicatat dari pidato
tersebut adalah, pertama, pelantikan Abu Bakr dapat dikatakan sebagai wujud
dari kontrak sosial antara pemimpin dan rakyatnya. Karenanya, Abu Bakr hanya
menuntut kepatuhan dan kesetiaan umat Islam kepadanya, selama ia berjalan pada
jalan yang benar. Kedua, karena itu, Abu Bakr meminta kepada segenap rakyatnya
untuk berpartisipasi aktif melakukan kontrol sosial terhadap dirinya. Dalam hal
ini Abuu Bakr memberikan dan menjamin kebebasan berpendapat kepada rakyatnya.
Ketiga, tekad Abu Bakr untuk menegakkan keadilan dan HAM dengan melindungi
orang-orang yang lemah dari kewenang-wenangan yang kuat. Keempat, seruan untuk
membela negara (jihad) pada saat yang dibutuhkan. Kelima, perintah untuk tetap
menjalankan shalat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh keberkahan dalam
masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya merupakan penegasabn kembali
terhadap garis kebijakan politik Nabi Muhammad sebelumnya. Jadi Abu Bakr tinggal
melaksanakannya dan menyesuaikannya dengan tuntutan situasi dan masyarakat yang
berkembang.
2.
Masa ‘Umar Ibn Al-Khathtab
Setelah
dilantik menjadi kepala negara, ‘Umar segera melaksanakan tugas-tugas
kenegaraan. Secara prinsip,’Umar melanjutkan garis kebijaksanaan yang telah
ditempuh Abu Bakr. Namun karena permasalahan yang dihadapi ‘Umar semakin
berkembang seiring dengan perluasan daerah Islam, ‘Umar melakukan berbagai
kebijaksanaan ansipatif terhadap perkembangan dan tantangan yang dihadapi.
Kebijaksanaan sebagai kepala negara meliputi pengembangan daerah kekuasaan
Islam, pembenahan birokrasi pemerintah, peningkatan kesejahteraan rakyat,
pembentukan negara reguler yang digaji oleh negara, pengembangan demokrasi dan
kebijaksanaan lainnya.
3.
Masa Khalifah Usman Bin Affan
Pada
dasarnya garis kebijakan yang akan dilakukan ‘Usman adalah mencoba mengacu pada
garis kebijakan Khalifah Abu Bakr dan ‘Umar. Seperti halnya ‘Umar , ‘Usman juga
melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam. ‘usman juga membuat kebijakan
perluasaan masjid Al-Haram di Mekah dan Mesjid Nabawi di Madinah. Di samping
itu, usman juga melakukan pembangunan fisik lainnya seperti perumahan penduduk,
gedung peradilan, jalan-jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya.
4.
Masa Khalifah ‘Ali Ibn Abi Thalib
Pasca
pembunuhan ‘Usman, suasana memang begitu kacau. Umata Islam terpecah menjadi
beberapa kelompok. Hal pertama yang dilakukan Ali setelah diangkat menjadi
Khalifah adalah memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat’Usman sebelumnya
dan menarik kembali untuk negara tanah yang telah dibagi-bagikan ‘Usman kepada
kerabatnya. Meskipun masa pemerintahan ‘Ali yang selama 6 tahun tidak sunyi
dari pergolakan politik, ‘Ali berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih,
berwibawa dna egaliter. S4elain kebijakan di atas ‘Ali juga mengirim surat
kepada para gubernur dan pejabat darah lainnya untuk bijaksana dalam
menjalankan tugasnya dan tidak mengecawakan rakyat. ‘Ali pun menyusun UU
perpajakan. Kepada pejabatnya di daerah ‘Ali juga memerintahkan agar aib orang
ditutupi dari pengetahuan orang lain. Untuk keamanan daerah,’Ali juga menyebar
mata-mata (intel).
- Ketatanegaraan Pada Masa Bani Umaiyah
Struktur
pemerintahan pusat pada masa ini terdiri dari lima departemen, yaitu Diwan al-jund (militer) Diwan al-kharaj (perpajakan dan
keuangan), Diwan al-rasail (surat-menyurat),
Diwan al-khatam (arsip dan
dokumentasi negara) dan Diwan al-barid (layanan
pos dan registrasi penduduk). Dalam pemerintahan daerah wilayah kekuasaan Bani
Umaiyah dibagi menjadi lima propinsi besar, yaitu 1. Hijaz, Yaman dan Arabia 2.
Mesir bagian utara dan selatan 3. Irak dan Persia 4. Mesopotamia, Armenia dan
Azarbaijan dan 5. Afrika Utara, Spanyol, Prancis bagian selatan, Sisilia dan
Sardinia. Tiap-tiap propinsi dipimpin oleh seorang gubernur yang bertugas
menjalankan administrasi politik dan militer untuk wilayah masing-masing.
Selain eksekutif, khalifah juga mengangkat hakim untuk daerah. Mereka memiliki
kekuasaan independen dan tidak bisa diintervensi oleh khalifah. Dalam hal ini
pemerintahan Bani Umaiyah tetap mempertahankan tradisi al-khulafa’al-rasyidun
yang memisahkan antara jabatan eksekutif dan yudikatif.
- Ketatanegaraan Pada Masa Bani Abbas
Berbeda
dengan pemerintahan Bani Umaiyah sebelumnya, Bani Abbas menyatukan kekuasaan
agama dan politik. Perhatian mereka terhadap agama tentu tidak terlepas dari
pertimbangan politik, yaitu untuk
memperkuat posisi dan melegitimasi kekuasaan. Wizarah merupakan salah satu
aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas-tugas kepala negara. Sedangkan wazir
adalah orang yang membantu dalam pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan. Besarnya
pengaruh wazir-wazir dalam pemerintahan membutuhkan tenaga-tenaga untuk
membantu tugas-tugasnya dalam mengkoordinir masing-masing departemen. Untuk
itu, wazir pun mengangkat para katib untuk menempati pos-posnya. Dalam sistem
politik Bani Abbas, Hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah karena
tugas dan wewenang mereka adalah menghalangi dan membatasi agar tidak semua
orang bebas bertemu dengan Khalifah Bani Abbas. Selain aspek tersebut, untuk
urusan daerah (propinsi), Khalifah Bani Abbas mengangkat kepala daerah (amir)
sebagai pembantu mereka. Seperti halnya masa Bani Umaiyah, kekuasaan yudikatif
dibagi kepada bidang hisbah, al-qadha’ dan al-mazhalim. Selain tiga bidang
tersebut, Bani Abbas juga membentuk lembaga peradilan militer. Khalifah sendiri
juga menyediakan waktu-waktu tertentu yang khusus di istana untuk menanganai
perkara-perkara khusus.
- Ketatanegaraan Pada Masa Turki Usmani
Selama
600 tahun kekuasaan Turki Usmani, Stanford J. Shaw membagi sejarah Usmani
kepada lima periode, yaitu, periode awal (1280-1413), periode restorasi
(1413-1451), periode puncak (1451-1566), periode desentralisasi dan reformasi
tradisional (1566-1808), periode reformasi modern hingga kehancuran dinasti
(1808-1924). Periode awal Usmani ditandai dengan penyusunan basis kekuasaan,
perluasan wilayah dan kehancuran sementara akibat serangan Mongol. Memasuki
abad ke-19, Turki Usmani sudah semakin kehilangan kekuata. Wilayah-wilayah
Eropa satu persatu lepas dari kekuasaannya.
Dalam
pelakasanaan pemerintahan, penguasa-penguasa imperium Usmani bergelar Sultan
dan Khalifah sekaligus. Sultan adalah gelar mereka untuk masalah-masalah
duniawi, sedangkan Khalifah merupakan gelar untuk urusan keagamaan. Sistem
pemerintahan Usmani banyak mengadopsi praktik kenegaraan yang berlaku di
Bizantium dan Persia. Untuk menjalankan kedu fungsi ini, penguasa Usmani
dibantu oleh tiga kekuasaan, yaitu administrasi birokrasi, militer, dan
kekuasaan agama. Dalam masalah-masalah agama penguasa Usmani dibantu oleh para
mufti dan kadi (qadhi). Mufti berperan sebagai penafsir hukum, sedangkan kadi
berperan sebagai pelaksananya. Sejak periode awal, Sultan Usmani di bantu oleh
dua pjabat penting di daerah, bey dan kadi. Bey adalah adalah gubernur daerah
yang berasal dari kelas militer dan menjadi wakil Sultan dalam pelaksanaan
kekuasaan eksekutif. Sementara kadi mewakili Sultan dalam kekuasaaan hukum.
Kesimpulan
Pada
masa Nabi Muhammad, dalam menjalankan sebagai pemimpin negara secara tidak langsung
Nabi telah menjalankan suatu kekuasaan politik yang telah bisa dikatakan
sebagai modern. Dimana Nabi Muhammad mengangkat duta-duta negara lain, kemudian
melakukan hubungan diplomatik, hubungan dagang, mengangkat gubernur, menerapkan
politik dalam dan luar negeri dan juga melakukan kekuasaan politik yang
terpisah antara legislatif, yudikatif dan eksekutif.
Kemudian
pada Masa Al-Khulafa’Al-rasyidun negara islam yang berdasarkan Al-qur;an dan
sunnah masih ditegakkan sebagaimana cara mempin Nabi Muhammad. Hanya saja pada
masa ini terlalu banyak maslah dalam masyarakat islam sehingga sering terjadi
perpecahan dan juga peperangan antar
kelompok umat Islam. Namun setiap Khalifah yang terpilih selalu berusaha untuk
mencapai masyarakat yang patuh dan sejahtera sebagaimana pada masa Nabi
sebelumnya. Banyaknya masalah yang terjadi dalam negeri membuat masyarakat
islam kacau balau dan akhir dari pemerintahan setiap Khalifah tak heran jika
Khalifah yang berkuasa pada saat itu mati terbunuh.
Masa
Bani Umaiyah bisa dikatakan juga masa yang maju bagi umat islam. Karena bani
Umaiyah banyak mengalami perluasan wilayah. Selain itu juga terjadi peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pendapatan utama Umaiyah yaitu, zakat umat
islam, rampasan perang, pajak tanah non-muslim, pajak perdagangan dan pajak
kepala negara non muslim.
Pada
masa Bani Abbas dikembangkan empat sistem yaitu, Aspek Khilafah, wizarah,
Kitabah, dan Hijabah. Selain sistem tersebut untuk urusan daerah Khalifah Bani
Abbas mengangkat kepala daerah sebagai pembantu mereka. Sumber pendapatan
terbesar berasal dari pajak. Selain itu pertanian, perdaganagn dan industri.
Setelah mengalami kemajuan yang pesat lama kelamaan Bani Abbas mengalami
kemunduran yang akhirnya digantikan oleh Turki Usmani. Turki Usmani bisa
dikatakan sebagai peradaban islam yang terkuat dan besar selama yang pernah
ada. Daerah kekuasaannya tidak hanya di Asia namun juga hingga Eropa dan
Afrika. Turki Usmani berkuasa hingga 600 tahun. Selama kekuasaannya telah
terjadi lima periode sejarah, yaitu, periode awal, periode restorasi, periode
puncak,periode desentralisasi dan reformasi tradisional, periode reformasi
modern hingga kehancuran dinasti. Hancurnya Turki usmani disebabkan karena
masuknya pengaruh-pengaruh Eropa. Yang pada akhirnya adalah penghapusan lembaga
khilafah dan penghancuran imperium Usmani oleh kemal. Selanjutnya kemal
menggantikan negara Usmani menjadi republik Turki yang sekuler.
Referensi
Iqbal,
Muhammad. 2001. Fiqh Siyasah:
Kontektualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
No comments:
Post a Comment