Thursday, 8 March 2012

Hak Asasi Manusia (Human Rights)

Pengertian Hak Asasi Manusia
            Konsep hak-hak asasi manusia mempunyai dua pengertian dasar, yang pertama ialah bahwa hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia seorang manusia. Hak-hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia. Arti yang kedua dari hak-hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum, yang disebut sesuai dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk kepada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama tadi.
            Beberapa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dari para tokoh dan dokumen HAM:
1.      John Locke (Two Treaties on Civil Government)
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). Karena manusia adalah makhliuk sosial, hak-hak itu akan berhadapan dengan hak orang lain: oleh sebab itu:
·         Hak asasi harus dikorbankan untuk kepentingan masyarakat, sehingga lahir kewajiban.
·         Hak asasi semakin berkembang meliputi berbagai bidang kebutuhan, antara lain hak dibidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

2.      Koentjoro Poerbapranoto (1976)
Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
3.      UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
            Hidup manusia dan martabat manusia telah diabaikan dan dilanggar sepanjang sejarah dan tetap dilanggar sampai sekarang. Namun demikian, cita-cita akan adanya peraturan yang berlaku untuk semua manusia tanpa adanya diskriminasi sudah ada sejak beberapa abad yang lalu. Hal ini sering disebut “hukum alam” yang didalamnya tercantum paham suatu peraturan yang harus ada dalam suatu masyarakat. Asas persamaan hak yang dianut dalam hukum alam sudah lama diterima sebagai sumber dan ukuran dari hak-hak politik. Namun demikian dapat dikemukakan beberapa pembelaan dalam membedakan antara hak manusia yang berdasarkan anggapan yang salah bahwa beberapa orang adalah kurang pandai dibandingkan dengan yang lain atau bahkan lebih rendah derajatnya menurut ilmu keturunan. Alasan seperti itu dipakai untuk membenarkan perbudakan sebelum abad ke sembilan belas dan untuk membenarkan diskriminasi terhadap wanita (sexism) maupu terhadap bangsa karena perbedaan warna kulitnya (racism), sepanjang sejarah dan sampai zaman sekarang.
            Prinsip persamaan hak untuk semua anggota umat manusia seperti banyak prinsip dasar lainnya, yang menjadi dasar dari apa yang disebut hak-hak asasi manusia dewasa ini, dapat ditemukan sebenarnya pada setiap kebudayaan dan peradaban, agama dan tradisi yang berdasarkan filsafat. Salah satu dari tradisi ini ialah hukum alam.
Dokumen Penting Cetusan Tuntutan HAM
a.       Magna charta
Tanggal 15 juni 1225 pemimpin pemberontak di Inggris, Stepen Langton, Archbishop Canterbury dan kawan-kawan, di lapangan rumput di daerah lembah sungai thames, yang diberi nama Runnymede, membacakan dan menyerahkan dokumen tuntutan kepada Raja John, tentang:
1.      Pernyataan kemerdekaan bagi gereja inggris.
2.      Pernyataan kemerdekaan bagi rakyat/penduduk kerajaan inggris yang bebas, pernyataan ini menyatakan bahwa para petugas keamanan maupun para pemungut pajak tidak diperbolehkan mengambil gandum atau hewan tanpa pembayaran yang segera, dalam bentuk uang, kecuali atas kehendak si pemilik sendiri.
3.      Pernyataan bahwa para petugas polisi serta kejaksaan tidak akan menuduh atau menuntut seseorang tanpa saksi dan fakta yang dapat dipercaya.
4.      Pernyataan bahwa tidak seorang pun dapat ditahan, ditangkap, dibuang, atau dibunuh tanpa alasan hukum/pertimbangan dari kepala distrik yang bersangkutan atau berdasarkan undang-undang yang berlaku atau yang harus dibuat. Keadilan haruslah berdasarkan hukum dan hak-hak itu tidak diperjualbelikan. Semua berhak atas hal itu.
b.      Petition of rights
Tahun 1628, dalam badan pewakilan rakyat inggris diajukan berbagai pertanyaan kepada raja mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Semua jawaban yang diberikan raja dianggap sebagai suatu ketegasan hukum, terutama mengenai hal-hal yang sebelumnya masih kabur, tidak jelas, atau tidak terdapat ketentuannya berupa peraturan tertulis.
c.       Habeas Corpus Act
Tahun 1670 diberlakukan Habeas Corpus Act, yakni undang-undang penegasan penahanan, berupa surat perintah raja atau atas nama raja kepada seseorang petugas yang diperkirakan telah menangkap atau menahan seseorang secara tidak adil atau tidak manusiawi. Berdasarkan surat perintah itu, maka orang yang ditangkap/ditahan harus diperiksa, sehingga ada ketegasan tentang alas an penahanannya menurut fakta perbuatan dan hukum. Jadi, dengan Habeas Corpus Act, maka HAM mengenai kemerdekaan pribadi menjadi lebih nyata.
d.      Bill of Rights
Tahun 1689 diumumkan The Bill Of Rights (piagam hak-hak) di Britania Raya, sebuah undang-undang yang menyatakan hak-hak dan kebebasan warga negara serta menentukan pergantian raja. Demikian juga Bill of Rights, Virginia, Amerika Serikat. Undang-undang ini merupakan amandemen tambahan terhadap konstitusi USA yang diatur secara tersendiri dalam 10 pasal tambahan,meskipun secara prinsip HAM telah termuat dalam Declaration of Indepedence mereka.
e.       Declaration Des Droits de L’home et du citoyen
Tahun 1789 diberlakukan pernyataan HAM dan warga negara perancis. Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa manusia dilahirkan merdeka. Lalu dimuat daftar hak-hak manusia dan warga negara perancis, misalnya hak milik dianggap suci dan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
Macam-macam Hak Asasi Manusia
            Hak asasi yang dikenal kini mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat penting bagi manusia. Walaupun demikian, hak-hak asasi tersebut tidak dengan serta merta dirumuskan secara lengkap bagaimana tercantum dalam dokumen-dokumen perlindungan terhadap HAM. Sesungguhnya pandangan tentang hak asasi manusia sangat beragam dan bersifat dinamis. Dalam hal ini faktor-faktor seperti sejara dan pandangan politik juga berpengaruh terhadap keragaman tersebut. Hal ini antara lain dapat dilihat kembli Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Declaration of Indepedence (1776), dan pernyataan-pernyataan lain tentang hak asasi manusia.
            Kelahiran dokumen-dokumen semacam itu biasanya diawali oleh adanya kesadaran bahwa penindasan manusia atas manusia lain merupakan sebuah tindakan penistaan nilai kemanusiaan. Kesadaran semacam itu bisa mendorong timbulnya pemberontakan atau berkembangnya pemikiran akan kebebasan yang akhirnya tertuang dalam dokumen pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Declaration of Indepedence, misalnya, merupakan pernyataan Konstitusi Amerika Serikat yang merdeka dari penjajahan; sementara Declaration des Droit de L’homme et du Citoyen adalah pengakuan terhadap hak asasi setelah terjadinya Revolusi Perancis.
            Perkembangan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebenarnya dapat kita telusuri melalui berbagai dokumen semacam itu. Selain dokumen-dokumen yang secara jelas menyatakan perlindungan seperti itu, terdapat pula berbagai pemikiran para filsuf atau pemikir politik yang menyatakan hal serupa. Berbagai pemikiran tersebut jika dirangkum menghasilkan berbagai macam hak asasi manusia yang mencerminkan martabat kemanusiaan.
            Beberapa pengertian mengenai hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para pemikir hingga abad ke-19 masih sangat mendasar, yaitu menyangkut kebebasan untuk menyatakan pendapat atau bebas dari rasa takut. Pemaknaan terhadap hak asasi manusia kemudian berkembang seiring dengan tingkat kemajuan peradaban, dan karenanya dewasa ini hak-hak asasi manusia mencakup beberapa bidang berikut:
1.      Hak-hak asasi pribadi (Personal Rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
2.      Hak-hak asasi ekonomi (Property Rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli, dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu.
3.      Hak-hak asasi politik (Political Rights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
4.      Hak-hak asasi untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Equality).
5.      Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (Social and Culture Rights), yaitu meliputi hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.
6.      Hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (Procedural Rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
Hak Individual dan Kelompok
1.      Individu dan HAM
Hakikat dan dasar hak asasi manusia semata-mata untuk kepentingan manusia sendiri, artinya setiap manusia/individu dapat menikmati hak asasi manusianya. Manusia merupakan satu pribadi utuh dan dalam masyarakat tidak larut atau tidak hilang jati diri atau kepribadiannya sebagai manusia, ia mempunyai hak atas dirinya sendiri lepas dari orang lain.
Dengan demikian, setiap individu tetap mempunyai hak asasi manusia tanpa kecuali. Karena itu, jabatan, pangkat, kedudukan, kekayaan harus tidak membedakan hak asasi manusianya. Tebal tipisnya serta ukuran hak asasi manusia dalam praktiknya, terkait dengan kesepakatan dan keputusan politik yang ada, sedangkan perbedaan kultur, dilihat dari HAM, hanya perbedaan pada permukaan manusia saja.
Karena itu, sering didengar konsep HAM setiap warga negara berbeda, lebih-lebih pada pelaksanaannya tidak dapat lepas dari sistem politiknya. Karena itu Gunawan Muhammad dan Umar Kayam berpendapat, nilai budaya lokal negara-negara berkembang dapat digali untuk mendukung pemahaman hak asasi manusia. Persoalannya kemudian bagaimana mengangkat, mengkoordinir sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Untuk itu, nilai-nilai asasi yang dimiliki setiap bangsa perlu dipakai sebagai landasan utama di dalam mengambil keputusan. Sehingga tidak ada kesan bicara hak asasi manusia bicara berproduk asing yang dipaksakan, justru semua umat manusia itu hakikatnya sama.
Manusia yang disebut sebagai zoon politicon (makhluk sosial/binatang berpolitik) oleh Aristoteles, justru menuntut dan mengharuskan manusia bermasyarakat. Manusia, sejak awalnya memang makhluk bermasyarakat, bermasyarakat berarti bertemu banyak pikiran orang atau bertemunya pikiran massa, akan tetapi lebih baik dari pikiran orang per orang. Munculnya pemikiran atau pendapat objektif, rasional dan jatuh hati kepada kepentingan masyarakat akan muncul, bilamana jalur pemikiran bersama dilewati. Persoalannya kemudian, sejauh mana pemikiran atau sampai keputusan masyarakat/organisasi pemerintah menghormati orang per orang yang karena keyakinan politiknya tetap berbeda. Disini hak-hak individu bertemu dengan sisitem politik suatu negara.
Untuk itu, setiap individu diharapkan dan dianggap mengetahui sistem hukum, politik dan  pemerintah beserta bentuk negaranya, sehingga dapat menghayati dan mengetahui minimal dasar negara dan dapat memperkirakan aplikasi HAM di negaranya, sehingga tahu akan hak, tahu kewajiban, tahu tanggung jawabnya, dan tahu pula kebebasannya sehingga dapat melaksanakan ketentuan yang ada. Untuk itu, perlu diadakan penjelasan terus-menerus, baik oleh pemerintah sendiri maupun oleh organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga sosial, lembaga agama, lembaga pendidikan dan lain-lain tentang makna HAM.

2.      HAM dan Kelompok Etnik
Kalau persoalan individu (perseorangan) dengan hak asasi manusia dapat didekati lebih dahulu lewat hukum internasional, karena individu selain diakui sebagai subjek hukum internasional juga oleh hukum nasional, sehingga memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab tertentu.
Selanjutnya, perbedabatan tentang hak asasi kelompok etnik tertentu (golongan minoritas) dapat pula diangkat sekaligus untuk memberi kejelasan tentang hak-hak perseorangan anggota kelompok yang bersangkutan. Hal ini akan berkembang terus sampai disetujuinya satu “modal” yang tepat.
Dalam negara nasional, kehidupan orang per orang dari berbagai etnik yang sudah menjadi bagian warga negara memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Untuk itu ada tiga hal yang perlu penjelasan lebih dahulu, pertama harus ada tafsiran yang benar tentang pengaturan (secara otomatik) setiap negara terhadap seluruh kelompok penduduk, kedua mengadakan observasi yang berkaitan dengan keberadaan berbagai kelompok etnik, kelompok sosial dilihat dari aturan hukum yang ada, dan ketiga posisi yang tepat dari berbagai kelompok. Dalam negara federal ataupun negara yang memiliki multietnik merupakan kenyataan yang sudah diterima. Kalau ternyata di dalam politik terjadi konflik antaretnik, biasanya akibat dari sikap salah satu atau beberapa etnik yang ingin memaksakan kehendaknya (budayanya), ingin menang sendiri ataupun faktor-faktor lain (ekonomi misalnya) yang berakar pada sejarah bangsanya.
Sebuah resolusi majelis umum PBB no. 1514-XV, desember 1960 menegaskan “all peoples have the right to free determination”. Resolusi tersebut merupakan penegasan atas pengakuan individu (perseorangan) sebagai subjek hukum internasional. Namun, hak perseorangan tersebut diharapakan tidak akan menggoyahkan integritas dan persatuan nasional. Oleh karena itulah, hak perseorangan (hak individu) tetap diakui yang berarti hak asasi individu (perseorangan) maupun hak etnik (kelompok) dalam batas-batas tertentu tetap diakui.
Perkembangan Konsep Hukum Internasional Tentang HAM
            Perlindungan, pemajuan, pemenuhan serta penghormatan terhadap HAM, yang menjadi concern seluruh dunia dewasa ini, merupakan konsep dunia modern yang muncul setelah perang dunia kedua. Secara historis, dapat dikatakan bahwa konsep HAM ini pada awalnya tumbuh sebagai koreksi mendasar terhadap konsep negara nasional dalam bentuknya yang merosot, seperti yang terlihat pada negara fasis, nazi, dan militeristik sebelum dan selama perang dunia kedua itu.
            Dalam tahap berikutnya, perkembangan instrumen hak asasi ini dipengaruhi oleh perang dingin antar blok barat yang liberalistic dengan blok timur yang komunistik, yang masing-masingnya memberikan aksentuasi yang berbeda terhadap konsep HAM itu. Blok barat mengutamakan hak sipil dan hak politik,  sedangkan blok timur menekankan hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya. Pada tahun 1993, setelah berakhirnya perang dingin, diperoleh momentum baru dalam perkembangan HAM ini, tanpa terpecah oleh perbedaan ideologi antar negara.
            Dengan telah dihancurkannya negara-negara fasis Italia, nazi Jerman dan militeristik Jepang, serta runtuhnya negara Marxis-feminis Uni Soviet dan berubahnya ideologi Republik Rakyat Cina serta sisa-sisa negara komunis lainnya. Konsep negara nasional yang demokratis pada umumnya kembali memainkan peranan penting. Dewasa ini, perlindungan, pemajuan, peemenuhan, serta penghormatan HAM itu telah merupakan tugas, tanggung jawab serta kehormatan negara nasional gaya baru ini, yaitu negara nasional yang bukan saja demokratis tetapi juga member tempat yang terhormat pada kemanusiaan.
            Dalam dasawarsa terakhir abad ke-20 yang lalu, komitmen negara-negar nasional tersebut telah dilaksanakan dengan intensitas tinggi, di bawah paying PBB. Kegiatan berbagai lembaga dalam jajaran PBB ini sedemikian intensif dan ekstensifnya sehingga cakupan pengertian, instrument-instrumen dan lembaga yang dirancang untuk melindungi HAM ini, berkembang dengan amat cepat dalam jumlah yang amat banyak. Seluruhnya itu mengkristalisir dalam bentuk hukum internasional HAM (international human rights law).
Hak-hak Dalam Deklarasi Universal
            Hak-hak ini secara garis besar dapat dibagi dalam dua macam hak. Yang pertama yang berhubungan dengan hak-hak sipil dan politik, termasuk hak untuk hidup, kebebasan, keamanan pribadi; kebebasan dari penganiayaan dan perbudakan; partisipasi politik; hak-hak atas harta benda, perkawinan dan kebebasan dasar untuk menyatakan pendapat, ungkapan, pikiran, suara hati dan agama, kebebasan untuk berkumpul dan bersidang.
            Yang kedua adalah hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang berhubungan dengan pekerjaan , tingkat kehidupan yang pantas, pendidikan dan kebebasan hidup berbudaya. Selain itu, pasal pertama dari deklarasi menyatakan kemutlakan hak-hak itu dipandang dari sudut persamaan martabat manusia; dan pasal kedua menyatakan hak semua orang atas hak yang telah ditetapkan tanpa diskriminasi apapun. Prioritas yang mendasari hak-hak yang diumumkan dalam deklarasi itu dimuat dalam mukadimah deklarasi tersebut, yang dimulai dengan mengakui martabat dan hal yang sama dan yang tidak dicabut dari semua anggota umat manusia.
            Konsensus masyarakat internasional, dinyatakan dalam konvensi hak-hak asasi manusia di Teheran dalam tahun 1968 yang berbunyi bahwa “deklarasi universal menyatakan pengertian umum dari bangsa-bangsa di dunia ini tentang hak-hak yang tidak dapt dicabut dari semua aumat manusia dan merupakan suatu kewajiban bagi anggota masyarakat internasinal. Tidak ada sanksi hukum yang dapat memaksa negara-negara untuk mematuhi kewajiban ini. Seperti halnya dengan bidang-bidang lain dalam hukum dan kebiasaan internasional adalah penarikan kembali kepercayaan oleh negara-negara terhadap mereka yang tidak mau bekerja sama dalam melaksanakan kewajibannya.
Hak Asasi Manusia pada Awal Abad ke-21
            Pada awal abad ke-21 suasana yang melatarbelakangi kampanye internasional untuk memajukan hak asasi secara global, kadang-kadang dinamakan Revolusi Hak Asasi (The Rights Revolution), telah mengalami pukulan berat, terutama sesudah peristiwa 11 september 2001 di New York, perang terhadap Afganistan, dan invasi terhadap koalisi Amerika Serikat dab Inggris terhadap Irak. Kekuatan moral yang tadinya dimiliki oleh beberapa negara besar (terutama Amerika Serikat dan Inggris) terhadap beberapa negara yang sering disebut sebagai pelanggar hak asasi, sudah melemah, karena mereka sendiri telah melakukan kekerasan serta pelanggaran hak asasi yang berat.
            Selain dari itu ancaman terorisme global telah memaksa banyak negara demokrasi untuk memperketat keamanan nasional di negara masing-masing, sehingga membuat undang-undang antiterorisme yang sedikit banyak mengurangi civil liberties yang tadinya sudah lama menjadi tradisi. Masyarakatnya pada umumnya menerima pembatasan-pembatasan itu, tetapi menyadari pula bahwa mereka ditantang untuk mencari paradigm baru untuk menyelaraskan konsepsi mereka mengenai di satu pihak keamanan publik dan di pihak lain kebebasan pribadi (public safety versus private freedom).
            Sementara itu perjuangan di forum internasional untuk menegakkan hak asasi maju terus. Pada tahun 2002 telah didirikan mahkamah pidana internasional (international criminal court atau ICC), yang berwenang mengadili tindakaan kejahatan yang berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. Berdirinya badan ini merupakan hasil persetujuan internasional atas suatu dokumen, Statuta Roma, yang disahkan pada tahun 1998.
            Mahkamah pidana internasional mempunyai kekuasaan besar, tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh ketentuan bahwa setiap pelanggaran yang akan diadili oleh Mahkamah Pidana Internasional, memerlukan persetujuan dari Dewan keamanan. Salah satu wewenangnya adalah menentukan siapa yang bertanggung jawab atas suatu tindakan yang melanggar hak, yang dinamakan Command Responsibility.
            Dewan keamanan sebelumnya telah mendirikan beberapa badan pengadilan ad hoc seperti International Criminal Tribunal for ex Yugoslavia serta Rwanda untuk mengadili kejahatan perang di daerah-daerah itu.
            Mahkamah Pidana Internasional masih harus membuktikan sejauh mana ia dapat bekerja secara adil, efektif dan tanpa standar ganda. Kegiatan peace-keeping di bawah payung PBB dengan melibatkan banyak negara anggotanya, mungkin akan terpengaruh oleh kehadiran mahkamah ini, dalam arti bahwa ruang gerak bagi personel militer di lapangan mungkin akan dirasakan lebih terbatas dibandingkan masa lalu. Amerika Serikat yang menolak Statuta Roma serta Mahkamah Pidana Internasional, telah mencoba untuk mendapat dukungan dari beberapa negara, agar tentaranya yang terlibat sebagai peace-keeping force tidak dikenakan sanksi dari Mahkamah Pidana Internasional itu. Hal itu dilakukan karena persetujuan yang telah diperolehnya dari Dewan Keamanan selama dua tahun tidak diperpanjang lagi.
Penegakan HAM di Indonesia
            Penegakan HAM dilakukan negara melalui dua jalur utama yaitu jalur penegakan HAM melalui peraturan perundang-undangan, serta keputusan politik baik dari DPR maupun pemerintah, dan kedua melalui mekanisme peradilan.
            Terutama pada masa pemerintahan B. J Habibie, pemerintah dan DPR telah menyetujui sejumlah undang-undang nasional yang memberikan peluang bagi kehidupan yang demokratis dan berpeluang memajukan HAM, yaitu:
1.      UU. No. 8/1998 tentang kebebasan menyatakan pendapat.
2.      UU. No. 39/1999 tentang HAM.
3.      UU. No. 2/1999 tentang partai politik.
4.      UU. No. 3/1999 tentang pemilihan umum.
5.      UU. No. 26/1999 tentang pencabutan UU/penpres No. 11/1963 tentang pemberontakan kegiatan subversi.
6.      UU. No. 35/1999 tentang perubahan atas UU. No. 14/1970 tentang kehakiman yang intinya mengalihkan penanganan masalah kehakiman dari departemen kehakiman kepada MA.
Dengan adanya perubahan UU tersebut, diharapkan lembaga peradilan dapat terbebas dari campur tangan pemerintah. Hal ini juga sesuai dengan prinsip-prinsip trias politica yang diakui dalam konsep HAM.
Upaya penegakan HAM melalui jalan peradilan atau litigasi. Upaya penegakan HAM juga dapat dilakukan. Kita mengenal secara hukum peradilan kita dibagi menjadi empat yaitu pengadilan umum (perdata dan pidana), pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer, dan pengadilan agama. Tempat institusi pengadilan tersebut dapat menjadi mekanisme penyelesaian persoalan HAM. Pengadilan umum perdata menyelesaikan sengketa antar pihak, pengadilan umum pidana menyelesaikan kasus publik. Pengadilan tata usaha negara digunakan untuk mengadili keputusan pejabat negara yang dianggap melanggar hak orang tertentu. Sementara itu pengadilan militer digunakan untuk mengadili pelaku yang berasal dari militer. Pengadilan agama menangani kasus-kasus untuk mereka yang beragama islam secara khusus seperti sengketa perkawinan, waris islam dan lain-lain. Secara khusus ada juga pengadilan koneksitas, yang menggabungkan peradilan umum dan militer, ini hanya terjadi jika pelaku kejahatan berasal baik dari sipil maupun militer.
Penegakan HAM dalam Negara Hukum (berdasarkan) Pancasila
Penegakan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum (berdasarkan) pancasila, meliputi:
1.      Pemahaman baru bahwa antara HAM dan pancasila tidak ada suatu pertentangan konseptual tentang hakikat martabat manusia dan nilai individu yang harus dilindungi.
2.      Persyaratan bahwa pelaksanaan pemerintahan harus berdasarkan sistem konstitusional yang mengakui, melindungi dan menjamin hak-hak para warga negara.
3.      Penegasan bahwa tidak terdapat perbedaan esensial antara ide negara hukum dan pengertian negara hukum (berdasarkan) pancasila.





Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain. Pemerintah berkuasa karena rakyat memberi kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan negara, agar negara dapat memberi perlindungan atas Hak-hak Asasi Manusia (HAM).











Referensi
Levin, Leah. 1987. Hak-hak Asasi Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Syarbaini, Syahrial. 2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fikriyah, Siti. 2008. HAM Kewarganegaraan dan Konstitusi. Jakarta: Nobel Edumedia, 2008.
Effendi, Masyur. 1993. HAM dalam Hukum Nasional & Internasional. Malang: Ghalia Indonesia.
Bahar, Saafroedin. 2002. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Multazam Mitra Prima.
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudharmono. 1995. Konsepsi Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Pancasila. Malang: Usana Offset.

No comments:

Post a Comment