Thursday 8 March 2012

Fokus Kajian Komunikasi Politik Menurut Disiplin Ilmu Politik Maupun Ilmu Komunikasi

  1. Fokus Kajian Komunikasi Politik Menurut Disiplin Ilmu Politik
Kajian komunikasi politik pada awalnya berakar pada ilmu politik, meskipun penamaan lebih banyak dikenal istilah propaganda. Ini dimulai pada tahun 1922 dengan penelitian dari Ferdinand Tonnies dan Walter Lippman yang meneliti tentang opini publik dalam masyarakat, kemudian dilanjutkan oleh Bagehot, Maine, Byrce, dan Graha Wallas di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik. Bahkan ketika Harold D. Laswell menulis disertasi doktor tentang Propaganda Technique in the World War (1927). Praktik propaganda berkembang terutama menjelang perang dunia II ketika Nazi Jerman berhasil melakukan ekspansi dengan gemilang dibawah propaganda Dr. Joseph Gobbel.
Meskipun bahasan tentang peranan media massa dan pendapat umum secara parsial sudah banyak dilakukan untuk mendukung teori dan kekuatan politik, tetapi belum mengarah pada pembentukan studi komunikasi politik. Nanti setelah terjadi debat di antara calon presiden Amerika Serikat tahun 1960 yang ditayangkan melalui televisi, orang mulai banyak memberi perhataian terhadap media dalam memengaruhi politik.[1]
Formula Lasswell yang sudah lama dikenal, yaitu siapa, berkaat apa, kepada siapa, melalui saluran apa, dan bagaimana efeknya, digunakan oleh Nimmo dalam menjelaskan ruang lingkup komunikasi politik. Dengan formulasi itu, Nimmo melakukan analisis tentang komunikasi politik, yaitu komunikator politik (siapa), pesan-pesan politik (berkata apa), media komunikasi politik (melalui saluran apa), khalayak politik (kepada siapa), dan efek politik (bagaimana efeknya).
Dalam penelitian komunikasi, formula Lasswell itu telah melahirkan model penelitian yang dikenal dengan model Lasswell. Model ini menunjuk pada model analisi, yaitu analisis sumber (siapa), analisis isi (berkata apa), analisis khalayak (kepada siapa), analisis media (melalui saluran apa) dan analisis efek (bagaimana efeknya). Dalam kaitan denagn kajian dan penelitian komunikasi politik, model Lasswell tersebut banyak dipakai dalam rangka paradigma atau perspektif mekanistis, sebagaimana dilakukan oleh Nimmo di atas.
Berdasarkan ruang lingkup itu, terlihat bahwa Nimmo memasukkan hubungan pers dengan pemerintah sebagai hubungan antara wartawan dengan pejabat pemerintah yang keduanya digolongkan sebagai komunikator politik. Studi tentang media massa dan media lainnya juga tercakup di dalamnya. Demikian juga tentang pernyataan politik, protipe kelompok-kelompok kepentingan, dan pendapat umum, dan dimasukkan ke dalam lingkup komunikasi politik.
Selain itu, Kraus dan Davis (1976) melukiskan komunikasi politik sebagai proses komunikasi massa dan elemen-elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Dalam hal ini Davis membagi komunikasi politik menjadi komunikasi massa dan sosialiasasi politik, komunikasi massa dan proses pemilihan umum, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, dan konstruksi realitas politik dalam masyarakat. Dalam semua segi itu tercakup di dalamnya masalah hubungan media massa dengan pemerintah.
Ilmuwan lain yang tegas menunjuk hubungan media massa dengan pemerintah sebagai bagian pentingh dari studi komunikasi politik ialah Rivers (1980) dan kawan-kawan. Mereka menyebutkan empat bidang penelitian komunikasi politik yang penting. Pertama, pengaruh pemerintah terhadap media, yakni studi tentang peraturan, hukum, pengendalian ekonomi, aturan-aturan pengumpulan berita, dan penyensoran. Kedua, sistem informasi pemerintahan yang meliputi saluran informasi formal maupun informal mengenai personel pemerintahan. Ketiga, adalah dampak media terhadap pemerintah seperti penggunaan media oleh para pejabat, dan dampak pemberitaan terhadap perilaku pejabat. Keempat, terpusat pada media, kelembagaan, isi berita, dan aspek-aspek lain yang dipelajari melalui analisi isi.
Akhirnya, harus diingat bahwa komunikasi politik, dapat disebut sebagai himpunan kajian-kajian yang sudah lama ada, yaitu retorika politik, agitasi politik, propaganda politik, dan pendapat umum. Semuanya itu saat ini menjadi cakupan komunikasi politik dan public relation politik.[2]

  1. Fokus Kajian Komunikasi Politik Menurut Disiplin Ilmu Komunikasi
Berdasarkan ruang lingkupnya, berdasarkan pelaksanaan kegiatan komunikasi dapat dibagi atas:
1.      Komunikasi internal (dalam lingkungan sendiri, rumah tangga, kantor, lembaga, organisasi, perusahaan)
2.      Komunikasi eksternal (dengan pihak lain/luar atau khalayak/publik)
Sedangkan ruang lingkup ilmu komunikasi berdasarkan pola hubungan ketika melakukan kegiatan komunikasi, dapat dibagi atas:
1.      Komunikasi vertikal
2.      Komunikasi horizontal
3.      Komunikasi diagonal.

Sedangkan ruang lingkup jenis dapat dibedakan dalam penggolongan jenis-jenis komunikasi berikut ini:
1.       Komunikasi interpersonal (antar pribadi)
2.      Komunikasi kelompok (organisasional)
3.      Komunikasi massa[3]
Komunikasi politik adalah sebuah studi yang interdisiplinari. Yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Ia merupakan wilayah pertarungan dan dimeriahkan oelh persaingan teori, pendekatan, agemda dan konsep dalam membangun jati dirinya. Oleh karena itu pula, komunikasi yang membicarakan tentang politik kadang diklaim sebagai studi tentang aspek-aspek politik dari komunikasi publik, dan sering dikaitkan sebagai komunikasi kampanye pemilu karena mencakup masalah persuasi terhadap pemilih, debat antarkadidat. Dan penggunaan media massa sebagai alat kampanye.
Menurut Lucian Pye, antara komunikasi dan politik memiliki hubungan yang erat dan istimewa karena berada dalam kawasan politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Galnoor misalnya mengatakan bahwa tanpa komunikasi, tidak akan ada usaha bersama, sehingga tidak ada politik.[4] Oleh karena itu dapat dikatakan bahwasanya antara komunikasi dan politik bisa tidak saling terpisahkan, terutama dalam hal ruang lingkup yaitu dalam hal khalayak ramai, media massa dan lain sebagainya yang dijadikan bahan kajian utamanya.
Sebagai halnya dengan disiplin komunikasi lainnya, komunikasi politik sebagai body of knowledge juga terdiri atas berbagai unsur, yakni: sumber (komunikator), pesan, media atau saluran, penerima dan efek.[5]
Kesimpulan
            Komunikasi dan politik merupakan suatu hal yang berbeda. Namun bisa terbentuk karena adanya hal-hal yang terjadi didalamnya. Komunikasi politik dari segi ilmu politik memiliki ruang lingkup yang luas, mulai dari propaganda yang merupakan yang menjadi hal utama, media massa, proses pemilihan umum, kampanye dan sebagainya. Sementara itu komunikasi politik dari segi pandangan ilmu komunikasi juga memiliki ruang lingkup yang sama namun tidak seluas seperti yang benar-benar dideskripsikan di dalam politik. Komunikasi merupakan suatu interaksi, sementara itu politik merupakan suatu hal yang sangat erat dan sering dikaitkan dengan kekuasaan. Oleh karena itu banyak orang yang mengatakan bahwa komunikasi politik merupakan cara interaksi untuk memperoleh kekuasaan sehingga hal ini sering dikatakan sebagai sebuah propaganda. Banyak orang juga berpendapat bahwa komunikasi politik juga sering dihubung-hubungkan dengan pemerintah, hal ini mungkin karena salah satu subjek dari komunikasi politik adalah pemerintah. Hal ini memang benar-benar tidak dapat dipungkiri sebagaimana yang kita lihat saat ini komunikasi politik sebagian besar dilakukan oleh pemerintah.

Referensi
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rudy, T. May & Mir. 2005. Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional. Bandung: Refika Aditama.
Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi & Komunikaso Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



[1] Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), Hlm: 32-33.
[2] Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi & Komunikaso Politik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Hlm: 10-11.
[3] [3] T. May Rudy & Mir, Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional (Bandung: Refika Aditama, 2005), Hlm: 12.
[4] Hafield Cangara, Ibid., Hlm: 16.
[5] Hafield Cangara, Ibid., Hlm: 20.

No comments:

Post a Comment