Thursday 8 March 2012

HUKUM HAK ASASI MANUSIA

  1. Pengertian Hak Asasi Manusia
            Konsep hak-hak asasi manusia mempunyai dua pengertian dasar, yang pertama ialah bahwa hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia seorang manusia. Hak-hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia. Arti yang kedua dari hak-hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum, yang disebut sesuai dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk kepada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama tadi.
            Prinsip persamaan hak untuk semua anggota umat manusia seperti banyak prinsip dasar lainnya, yang menjadi dasar dari apa yang disebut hak-hak asasi manusia dewasa ini, dapat ditemukan sebenarnya pada setiap kebudayaan dan peradaban, agama dan tradisi yang berdasarkan filsafat. Salah satu dari tradisi ini ialah hukum alam.
  1. Dokumen Penting Cetusan Tuntutan HAM
a.       Magna charta
Tanggal 15 juni 1225 pemimpin pemberontak di Inggris, Stepen Langton, Archbishop Canterbury dan kawan-kawan, di lapangan rumput di daerah lembah sungai thames, yang diberi nama Runnymede, membacakan dan menyerahkan dokumen tuntutan kepada Raja John.
b.      Petition of rights
Tahun 1628, dalam badan pewakilan rakyat inggris diajukan berbagai pertanyaan kepada raja mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Semua jawaban yang diberikan raja dianggap sebagai suatu ketegasan hukum, terutama mengenai hal-hal yang sebelumnya masih kabur, tidak jelas, atau tidak terdapat ketentuannya berupa peraturan tertulis.
c.       Habeas Corpus Act
Tahun 1670 diberlakukan Habeas Corpus Act, yakni undang-undang penegasan penahanan, berupa surat perintah raja atau atas nama raja kepada seseorang petugas yang diperkirakan telah menangkap atau menahan seseorang secara tidak adil atau tidak manusiawi. Berdasarkan surat perintah itu, maka orang yang ditangkap/ditahan harus diperiksa, sehingga ada ketegasan tentang alas an penahanannya menurut fakta perbuatan dan hukum. Jadi, dengan Habeas Corpus Act, maka HAM mengenai kemerdekaan pribadi menjadi lebih nyata.
d.      Bill of Rights
Tahun 1689 diumumkan The Bill Of Rights (piagam hak-hak) di Britania Raya, sebuah undang-undang yang menyatakan hak-hak dan kebebasan warga negara serta menentukan pergantian raja. Demikian juga Bill of Rights, Virginia, Amerika Serikat.
e.       Declaration Des Droits de L’home et du citoyen
Tahun 1789 diberlakukan pernyataan HAM dan warga negara perancis. Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa manusia dilahirkan merdeka. Lalu dimuat daftar hak-hak manusia dan warga negara perancis, misalnya hak milik dianggap suci dan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
  1. Macam-macam Hak Asasi Manusia
            Beberapa pengertian mengenai hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para pemikir hingga abad ke-19 masih sangat mendasar, yaitu menyangkut kebebasan untuk menyatakan pendapat atau bebas dari rasa takut. Pemaknaan terhadap hak asasi manusia kemudian berkembang seiring dengan tingkat kemajuan peradaban, dan karenanya dewasa ini hak-hak asasi manusia mencakup beberapa bidang berikut:
1.      Hak-hak asasi pribadi (Personal Rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
2.      Hak-hak asasi ekonomi (Property Rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli, dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu.
3.      Hak-hak asasi politik (Political Rights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
4.      Hak-hak asasi untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Equality).
5.      Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (Social and Culture Rights), yaitu meliputi hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.
6.      Hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (Procedural Rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.

B.     Hukum Hak asasi Manusia
Seusai perang dunia II timbullah keinginan untuk merumuskan hak asasi yang diakui seluruh dunia sebagai standar universal bagi manusia. Usaha pertama ke arah standard setting ini di mulai oleh komisi Hak Asasi Manusia (Commision on Human Rights) yang didirikan PBB pada tahun 1946.
Deklarasi Universal dimaksud sebagai pedoman sekaligus standar minimum yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu berbagai hak dan kebebasan dirumuskan secara sangat luas, seolah-olah bebas tanpa batas. Satu-satunya pembatasan umum tercantum dalampasal terakhir, yakni no. 29 bahwa:
“setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan bahwa dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semaat-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dalam rangka memenuhi persyaratan-persyaratan yang adil dalam hal moralitas, kesusilaan, ketertiban umum, dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis”.
Tahap kedua yang ditempuh oleh komisi hak asasi PBB adalah menyusun sesuatu yang lebih mengikat daripada deklarasi belaka (something More Legally Binding Than a Mere Declaration), dalam bentuk perjanjian (covenant). Ditentukan pula bahwa setiap hak akan dijabarkan, dan prosedur serta aparatur pelaksanaan dan pengawasan dirumuskan secara rinci. Juga diputuskan untuk menyusun dua perjanjian (kovenan) yakni, yang pertama mencakup hak politik dan sipil, dan yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, setiap negara memperoleh kesempatan memilih salah satu atau kedua-duanya.
Undang-undang Internasinonal HAM (International Bill of Human Rights) mencakup:
1.      Deklarasi universal hak asasi manusia (1948).
2.      Kovenan internasional hak ekonomi, sosial, dan budaya (1966/1976).
3.      Kovenan internasional  hak sipil dan politik (1966/1976).
4.      Optional protocol dari kovenan internasional hak sipil dan politik (mengenai pengaduan perorangan) (1966/1976).
5.      Optional protocol II dari kovenan internasional hak sipil dan politik yang bertujuan menghapuskan hukuman mati (1989).
Salah satu kesukaran apa saja yang dijumpai forum PBB dalam menyusun kedua perjanjian itu adalah perbedaan sifat antara hak politik dan hak ekonomi, yang kadang-kadang menuju sesuatu ketegangan antar dua jenis hak asasi ini. Hak-hak alam (natural rights) yang merupakan hasil pemikiran waktu itu, dalam masa berikutnya berubah nama menjadi hak-hak asasi manusia (human rights). Hak-hak ini sangat menekankan kebebasan individu dan mencakup antara lain hak menyatakan pendapat, dan hak untuk secara bebas mendirikan atau memasuki organisasi yang diinginkan. Di pihak lain hak ekonomi lebih bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  1. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Hak Asasi Internasional
            HAM merupakan masalah dunia internasional, bukan hanya masalah internal dari suatu negara, karenanya pengetahuan hukum internasional, politik internasional, dan hubungan internasional menjadi penting untuk diketahui.
            Hukum internasional sebagai suatu bagian dari hukum pada umumnya, di dalam dirinya mengatur ide, pemikiran, cita-cita yang sama dengan hukum pada umunya. Hukum internasional pun mengenal asas atau ide atau cita-cita dan prinsip yang banyak mengambil dari asas hukum romawi kuno, hukum alam, maupun asas hukum lainnya.
            Pada awalnya, subjek hukum satu-satunya dalam ajaran hukum internasional adalah negara, kemudian berkembang vatikan dan organisasi internasional yang didirikan negara, termasuk palang merah internasional. Baru setelah perang dunia II, secara individual para pimpinan militer Jerman dan Jepang melakukan kejahatan atau kekejaman luar biasa di luar batas kemanusiaan terhadap penduduk sipil dan juga anggota militer. Langkah tersebut merupakan salah satu pengakuan bahwa individu diangkat atau diposisikan sebagai subjek hukum internasional dan bertanggung jawab di depan hukum internasional, serta dapat diminta pertanggungjawabannya di depan hukum. Pengadilan Tokyo dan Nurenburg yang didirikan pada tahun 1945 pernah mengadili para jenderal Jerman dan Jepang yang melakukan kejahatan kemanusiaan. Itu merupakan bukti dari perkembanganm dan pengakuan tersebut.
            Sebagaimana disinggung di depan, HAM adalah bagian dari hukum internasional atau nasional yang berarti juga bagian dari ilmu hukum. Karenanya, sebagian dari napas, tujuan, ide, asas ilmu hukum  melekat atau menempel, paling tidak menjadi salah satu landasan hukum internasional pula. Walaupun dalam tataran teori dan wacana beragam kajian atau pandangan berbeda dapat ditemukan, hal ini merupakan proses dinamika perkembangan ilmu hukum pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
            Kalau sepakat HAM semua adalah bagian hukum internasional dewasa ini sudah menjadi satu disiplin utuh yang dibuktikan dan didukung oleh instrumen hukumyang semakin lengkap, baik pada tingkat internasional maupun nasional. Sumber hukum internasional tetap menjiwai dan  menjadi bagian tidak terpisahkan dengan HAM. Pandangan dan pendapat tersebut mempunyai akibat hukum yang jelas. Ketika pelanggaran atau kejahatan HAM berlangsung dan belum ditemukan dalam HAM positif, dalam merujuk kesumber hukum internasional.
            Akses hukum internasional, demi kepentingan nasional sangat beragam. Keragaman yang ada di coba diselesaikanlewat beberapa teori. Petama, teori transformasi, yang menekankan kepada aspek perubahan dan penyesuaian (baik bentuk maupun isinya) hukum internasional dengan kondisi hukum munisipal suatu negara. Lewat cara tersebut hukum internasional baru dapat berlaku dan efektif di suatu negara. Kedua, teori delegasi, menekankan kepada hak masing-masing negara nasional dalam menerima keberadaan dan berlakunya hukum internasional di negaranya. Negara nasional diberi delegasi atau wewenang untuk menerima dan menolaknya.
            Negara beradabadalah negara cinta damai dan menghormati HAM. HAM menjadi salah satu garis politik dan menjadi salah satu variabel utama dalam mengambil kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian, semua anggota PBB dianggap beradab manakala telah menaati piagam PBB. Dengan kata lain, negara cinta damai (Love Peace Nations) adalah beradab, bukan negara haus perang dan menghormati HAM. Dilihat dari sisi ini, pada prinsipnya semua negara dapat memberi sumbangan pemikiran untuk memperkaya prinsip hukum umum yang sudah ada.
            Sehubungan dengan itu, disamping ada negara cinta damai (golongan pacifists), terdapat pulal golongan miliotarists (cinta perang). Menurut Austin fagathey, antara kedua golongan tersebut sulit bertemu.
            Konsep HAM pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai kalau diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya, kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan kemauan untuk menegakkan HAM dapat menjadi awal masalah. Ketika hal ini tidak menjadi bagian dari kemauan pemerintah internal, bantuan dalam masyarakat bisa terjadi, khususnya antara supra struktur dan infra struktur. Konflik terjadi akibat adanya perbedaan titik tekan prioritas. Kalau prioritas ditekankan kepada stabilitas dengan alasan memperkuat lebih dahulu basis ekonomi, pemberian HAM dapat dinomorduakan. Sistem politik sentralistik yang menerapkan kebijaksanaan ini. Sebaliknya, sistem politik demokrasi dapat memberikan kebebasan dan menjamin hak asasi. Ketentraman dan kepuasan batin warga menjadi prioritas utama karena aturan hukum yang diciptakan cukup akomodatif.
            Dengan demikian, dalam dunia yang semakin terbuka, plural, saling pengertian antar bangsa lewat hubungan internasional semakin penting. Oleh karena itu, kontak antar warga masyarakat dari berbagai negara harus dapat di buka seluas-luasnya. Hal ini berdampak semakin kuatnya kesadaran HAM sesama warga bangsa.


  1. Perkembangan Konsep Hukum Internasional Tentang HAM
            Perlindungan, pemajuan, pemenuhan serta penghormatan terhadap HAM, yang menjadi concern seluruh dunia dewasa ini, merupakan konsep dunia modern yang muncul setelah perang dunia kedua. Secara historis, dapat dikatakan bahwa konsep HAM ini pada awalnya tumbuh sebagai koreksi mendasar terhadap konsep negara nasional dalam bentuknya yang merosot, seperti yang terlihat pada negara fasis, nazi, dan militeristik sebelum dan selama perang dunia kedua itu.
            Dalam tahap berikutnya, perkembangan instrumen hak asasi ini dipengaruhi oleh perang dingin antar blok barat yang liberalistic dengan blok timur yang komunistik, yang masing-masingnya memberikan aksentuasi yang berbeda terhadap konsep HAM itu. Blok barat mengutamakan hak sipil dan hak politik,  sedangkan blok timur menekankan hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya. Pada tahun 1993, setelah berakhirnya perang dingin, diperoleh momentum baru dalam perkembangan HAM ini, tanpa terpecah oleh perbedaan ideologi antar negara.
            Dengan telah dihancurkannya negara-negara fasis Italia, nazi Jerman dan militeristik Jepang, serta runtuhnya negara Marxis-feminis Uni Soviet dan berubahnya ideologi Republik Rakyat Cina serta sisa-sisa negara komunis lainnya. Konsep negara nasional yang demokratis pada umumnya kembali memainkan peranan penting. Dewasa ini, perlindungan, pemajuan, peemenuhan, serta penghormatan HAM itu telah merupakan tugas, tanggung jawab serta kehormatan negara nasional gaya baru ini, yaitu negara nasional yang bukan saja demokratis tetapi juga member tempat yang terhormat pada kemanusiaan.
            Dalam dasawarsa terakhir abad ke-20 yang lalu, komitmen negara-negara nasional tersebut telah dilaksanakan dengan intensitas tinggi, di bawah payung PBB. Kegiatan berbagai lembaga dalam jajaran PBB ini sedemikian intensif dan ekstensifnya sehingga cakupan pengertian, instrument-instrumen dan lembaga yang dirancang untuk melindungi HAM ini, berkembang dengan amat cepat dalam jumlah yang amat banyak. Seluruhnya itu mengkristalisir dalam bentuk hukum internasional HAM (international human rights law).

  1. Konflik Israel sebagai Contoh Kasus Pelanggaran Hukum HAM
Nomenklatur tentang kejahatan perang digunakan secara berbeda menurut beberapa Statuta atau Konvensi Internasional yang mengatur tentang tindakan kejahatan perang, dalam Konvensi Den Haag tentang hukun dan kebiasaan perang didarat tanggal 18 Oktober 1907 memberi istilah kejahatan perang sebagai " serious violations " demikian juga Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dan Protokol tambahan Jenewa tahun 1977 memberi istilah sebagai " grave breaches " sedangkan Konvensi Genosida menyebut definisi kejahatan perang sebagai " a crime under international law Untuk memperjelas yang dimaksud dengan Kejahatan Perang,
maka dapat dibagi ruang lingkupnya sebagai berikut :
1)      Kejahatan perang. Kejahatan perang (dalam arti kata sempit) adalah tindakan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag ke IV tahun 1907 tentang hukum dan kebiasaan perang di darat khususnya ketentuan pasal 46,50,52 dan pasal 56 dan Konvensi Jenewa tahun 1929 tentang perawatan prajurit yang sakit dan luka-luka serta tentang tawanan perang. Tindakan kejahatan perang juga mencakup pelanggaran-pelanggaran berat terhadap ketentuan Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang.
2)      Kejahatan agresi. Kejahatan terhadap perdamaian dalam bentuk perencanaan, persiapan, memulai atau melaksanakan perang, disebut juga kejahatan agresi. Pada mulanya konsep kejahatan agresi sebagai kejahatan internasional berkait erat dengan
perbedaan antara " Perang adil " dan " Perang tidak adil " ( just and injust war ). Metode-metode perang tidak adil pada dasarnya merupakan perang agresi, yaitu perang yang melanggar keagunan (jaminan) dari fakta untuk tidak saling menyerang ( not to attack ).
3)      Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah suatu kejahatan yang baru yang berhubungan dengan doktrin mengenai perlindungan HAM yang dapat diterapkan dimasa perang atau dimasa damai, yang menjadi dasar hukum bagi tindakan kejahatan ini adalah Konvensi Den Haag ke IV tahun 1907 yang menyatakan bahwa penduduk sipil dan pihak-pihak berperang akan tetap tunduk pada perlindungan dan prinsip hukum internasional.
4)      Kejahatan Genosida. Bahwa kejahatan genosida adalah tindakan yang berkaitan dengan maksud menghancurkan secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok suku bangsa, etnik, ras atau agama tertentu juga termasuk perbuatan pembunuhan, pengudungan anggota tubuh, penggunaan obat bius yang dapat menghancurkan kelompok termasuk tindakan pemandulan.
Berkaitan Invasi Israel ke jalur Gaza dengan alasan Hamas sebagai organisasi yang sering mengganggu kemaanan Israel dapat dilihat dalam dua persepektif. Pertama adalah legalitas penggunaan kekerasan (use offorce) atau yang dikenal dengan istilah jus ad bellum. Kedua adalah Bagaimana serangan dilakukan atau dikenal dengan istilah Jus in bello. Pada Konteks jus ad belum menjadi pertanyaan apakah serangan Israel merupakan serangan bela diri (self defence) sebagaimana selalu diargumentsikan ataukah serangan ofesif.
Dari uraian diatas ada dua dasar untuk mengklasifikasi serangan israel sebagai serangan ofensif.
1. Israel tidak melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB tentang digunakannya kekerasan sebagai hak bela diri sebagaimana yang diatur dalam piagam PBB pasal 51. Bahkan resolusi DK PBB Np 1860 secara nyata diabaikan dan dilanggar Israel.
2. Dari proposionalitas dan waktu serangan Israel.
Sementara dari perspektif jus ini bello israel telah melakukan pelanggaran dalam hal yang
Berkenaan dengan masalah pendudukan Asing atas Wilayah Palestina, maka Israel telah melukukan pelanggaran Hukum Humaniter, dalam hal ini adalah : Konvesi Jenewa IV, 1949. Setidaknya terjadi pelanggaran terhadap pasal 47 dan 54 yang berbunyi. Pasal 47. Orang-orang yang dilindungi yang ada di wilayah yang diduduki, bagaimanapun dan dalam keadaan apapun tidak akan kehilangan manfaat dari Konvensi ini karena perubahan yang diadakan dalam lembaga-lembaga atau pemerintahan suatu wilayah sebagai akibat dari pendudukan wilyah itu. Mereka juga tidak akan kehilangan manfaat Konvensi ini karena persetujuan apapun yang diadakan antara penguasa-penguasa dari wilayah yang diduduki dan negara pendudukan, atau karena aneksasi seluruh atau sebagian dari wilayah oleh Penguasa Pendudukan. Protokol Tambahan I 1977. terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (4), di mana dengan diperluasnya pendudukan asing Israel di atas tanah Palestina secara paksa dengan kekerasan bersenjata, merupakan pelanggaran terhadap hak menentukan nasib sendiri yang dimiliki oleh rakyat Palestina. Dan masih banyak pelanggaran lainnya yang sengaja tidak ditulis dalam bagian ini.
Berkenaan dengan masalah hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), maka telah jelas bahwa self-determination merupakan salah satu hak asasi manusia yang penting yang dilindungi oleh hukum internasional; dalam tulisan ini adalah dilindungi berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Protokol Tambahan I, 1977. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa hak menentukan nasib sendiri harus dilindungi selama terjadi pendudukan militer. Menurut Israel Law Resource Center, sejak tahun 1967, Israel telah melakukan langkah-langkah secara fisik maupun yuridis yang mempengaruhi hak untuk menentukan nasib sendiri bangsa Palestina yang tinggal di wilayah Palestina, yakni : Israel mengambil tanah Palestina dan merubah status hukum tanah tersebut serta mengisi wilayah tersebut dengan infra-struktur milik Israel yang mengakibatkan masyarakat Palestina terisolir dari dunia luar. Infrastruktur Israel tersebut meliputi tempat pemukiman penduduk sipil dari Israel, tempat perkemahan pasukan Israel, zona-zona penyangga, tempat-tempat penampungan orang asing, jalan raya yang hanya dapat digunakan oleh orang Israel, dan dinding pemisah yang dibangun ditengah-tengah komunitas masyarakat Palestina. Sementara akses ke dan dari daerah tersebut diawasi oleh pasukan Israel, di mana banyak sekali bukti-bukti yang mengemukakan adanya pelecehan dan pelanggaran HAM terhadap orang Palestina. Berkenaaan dengan kejahatan kemanusian dan Ginosida Pembunuhan yang disengaja, Penganiayaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, , Perbuatan yang menyebabkan penderitaan dan luka berat membombardir rumah sakit anak bahkan orang-orang yang sedang menunaikan ibadah magrib di masjid sebelah utara jalur Gaza. Mengumpulkan anak-anak dan perempuan dalam satu rumah lalu diberondong dengan senjata. Serangan Udara dengan senjata kimia fosfhor ke warga sipil. membantai terhadap warga sipil yang dicurigai sebagai anggota Hamas adalah tindakan nyata sebauah kejahatan perang dengan melanggar ketentuan internasional yaitu:
Konvensi Jenewa I,II, antara lain Pembunuhan yang disengaja, Penganiayaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis, Perbuatan yang menyebabkan penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan. Protokol Tambahan I Setiap perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan atau integritas fisik maupun mental. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian atau luka berat atas badan. Konvensi Jenewa III Seseorang yang tidak terlibat aktif dalam pertempuran, termasuk anggota pasukan bersenjata yang meletakkan senjata dan meninggalkan tempat hors de combat (wilayah pertempuran) karena sakit, terluka, ditawan atau karena alasan lain, dalam keadaan apapun akan diberlakukan dengan manusiawi, tanpa membedakan ras, warna kulit, agama dan keyakinan, jenis kelamin, asal usul atau kekayaan, dan kriteria-kriteria serupa lainnya. Tindakan berikut ini dengan hormat tidak boleh dilakukan kepada orang-orang yang disebutkan diatas dimana pun dan kapan pun.
Penyelesaian Kasus
Perundingan Israel dan palestina yang kini beralih dari Stockholm (Swedia) ke Israel, dilukiskan saat ini telah memasuki masa yang menentukan. Bahkan presiden Bill Clinton dan PM Ehud Barak usai pertemuan puncak di Lisabon (Portugal), menyebut kesepakatan akhir Israel-Palestina sudah berada di depan mata. Maka presiden Bill Clinton memutuskan mengirim menlu Madeleine Albright ke Timur Tengah untuk menemui PM Ehud Barak, Presiden Yasser Arafat dan Presiden Mesir Hosni Mubarak guna menyelesaikan sisa-sisa masalah yang masih menggantung.
Kesepakatan akhir Israel-Palestina yang disebut berada didepan mata itu adalah hasil perundingan rahasia di Israel dan Palestina selama sembilan putaran. Pada putaran kesepuluh, perundingan di pindah ke Stockholm untuk menghindar dari pengaruh suhu domestic serta jauh dari jangkauan liputan media massa. Perundingan rahasia di Stockholm yang dipimpin oleh ketua parlemen Palestina Ahmed Qurei dan menteri Urusan Keamanan Dalam Negeri Israel Shlomo Ben Ami, ternyata berhasil merumuskan draf sementara formula penyelesaian akhir Israel-Palestina yang keputusan terakhirnya hanya menunggu keputusan politik dari PM Barak dan Presiden Yasser Arafat. Draf sementara yang disebut Dokumen Stockholm itu mencakup masalah Kota Jerussalem, Pengungsi Palestina dan Tentang Negara Palestina.
Ada dua kemungkinan sikap Palestina atas rancangan formula penyelesaian akhir tersebut, yaitu :
  1. menerima penuh atau dengan beberapa perubahan kecil tanpa menyentuh substansi
  2. palestina menolak rancangan formula penyelesaian kota Jerussallem dan pengungsi.


Kesimpulan
            Yang dimaksud dengan hukum HAM internasional di sini adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalamnya upaya penggalakkan hak-hak tersebut. Cabang hukum ini seringkali disebut sebagai perlindungan internasional terhadap HAM, atau hukum HAM internasional. Walaupun tidak terdapat kesepakatan mengenai peristilahan ini, tetapi istilah-istilah tersebut seringkali digunakan  secara bergantian dalam berbagai kepustakaan. Pelanggaran terhadap Hukum HAM dapat dikenai hukuman-hukuman tertentu sesuai dengan berat tidaknya kasus tersebut. pelanggaran HAM yang dapat membuat rusaknya kenyamanan masyarakat internasional termasuk dalam pelanggarn hukum internasional terhadap HAM.

Referensi
Levin, Leah. 1987. Hak-hak Asasi Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.
Syarbaini, Syahrial. 2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bahar, Saafroedin. 2002. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Multazam Mitra Prima.
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Effendi, Masyhur & Sukmana Evan, Taufanni. 2007. HAM dalam Dimensi/Dinamika, Yuridis, Sosial, politik. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://tanbihun.com/kajian/analisis/dinamika-konflik-israel-palestina/

No comments:

Post a Comment