- Pengertian Hak Asasi Manusia
Konsep
hak-hak asasi manusia mempunyai dua pengertian dasar, yang pertama ialah bahwa
hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia
seorang manusia. Hak-hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan
setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia.
Arti yang kedua dari hak-hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum, yang
disebut sesuai dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri,
baik secara nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah
persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang
tunduk kepada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan
dasar dari arti yang pertama tadi.
Prinsip persamaan hak untuk semua
anggota umat manusia seperti banyak prinsip dasar lainnya, yang menjadi dasar
dari apa yang disebut hak-hak asasi manusia dewasa ini, dapat ditemukan
sebenarnya pada setiap kebudayaan dan peradaban, agama dan tradisi yang
berdasarkan filsafat. Salah satu dari tradisi ini ialah hukum alam.
- Dokumen Penting Cetusan Tuntutan HAM
a. Magna charta
Tanggal 15 juni 1225 pemimpin pemberontak di Inggris, Stepen Langton,
Archbishop Canterbury dan kawan-kawan, di lapangan rumput di daerah lembah
sungai thames, yang diberi nama Runnymede, membacakan dan menyerahkan
dokumen tuntutan kepada Raja John.
b. Petition of rights
Tahun 1628, dalam badan pewakilan rakyat inggris diajukan berbagai
pertanyaan kepada raja mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Semua
jawaban yang diberikan raja dianggap sebagai suatu ketegasan hukum, terutama
mengenai hal-hal yang sebelumnya masih kabur, tidak jelas, atau tidak terdapat
ketentuannya berupa peraturan tertulis.
c. Habeas Corpus Act
Tahun 1670 diberlakukan Habeas
Corpus Act, yakni undang-undang penegasan penahanan, berupa surat perintah
raja atau atas nama raja kepada seseorang petugas yang diperkirakan telah
menangkap atau menahan seseorang secara tidak adil atau tidak manusiawi.
Berdasarkan surat perintah itu, maka orang yang ditangkap/ditahan harus
diperiksa, sehingga ada ketegasan tentang alas an penahanannya menurut fakta
perbuatan dan hukum. Jadi, dengan Habeas
Corpus Act, maka HAM mengenai kemerdekaan pribadi menjadi lebih nyata.
d. Bill of Rights
Tahun 1689 diumumkan The Bill Of
Rights (piagam hak-hak) di Britania Raya, sebuah undang-undang yang
menyatakan hak-hak dan kebebasan warga negara serta menentukan pergantian raja.
Demikian juga Bill of Rights,
Virginia, Amerika Serikat.
e. Declaration Des Droits de L’home et du citoyen
Tahun 1789 diberlakukan pernyataan HAM dan warga negara perancis. Dalam
deklarasi itu dinyatakan bahwa manusia dilahirkan merdeka. Lalu dimuat daftar
hak-hak manusia dan warga negara perancis, misalnya hak milik dianggap suci dan
tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
- Macam-macam Hak Asasi Manusia
Beberapa pengertian mengenai hak
asasi manusia yang dikemukakan oleh para pemikir hingga abad ke-19 masih sangat
mendasar, yaitu menyangkut kebebasan untuk menyatakan pendapat atau bebas dari
rasa takut. Pemaknaan terhadap hak asasi manusia kemudian berkembang seiring
dengan tingkat kemajuan peradaban, dan karenanya dewasa ini hak-hak asasi
manusia mencakup beberapa bidang berikut:
1. Hak-hak asasi pribadi (Personal Rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
2. Hak-hak asasi ekonomi (Property Rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli, dan menjual,
serta memanfaatkan sesuatu.
3. Hak-hak asasi politik (Political Rights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak
pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol,
dan sebagainya.
4. Hak-hak asasi untuk mendapat perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan (Rights of Legal
Equality).
5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (Social and Culture Rights), yaitu
meliputi hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, dan
sebagainya.
6. Hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata
cara peradilan dan perlindungan (Procedural
Rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
B.
Hukum Hak asasi Manusia
Seusai
perang dunia II timbullah keinginan untuk merumuskan hak asasi yang diakui
seluruh dunia sebagai standar universal bagi manusia. Usaha pertama ke arah
standard setting ini di mulai oleh komisi Hak Asasi Manusia (Commision on Human Rights) yang
didirikan PBB pada tahun 1946.
Deklarasi
Universal dimaksud sebagai pedoman sekaligus standar minimum yang
dicita-citakan oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu berbagai hak dan
kebebasan dirumuskan secara sangat luas, seolah-olah bebas tanpa batas.
Satu-satunya pembatasan umum tercantum dalampasal terakhir, yakni no. 29 bahwa:
“setiap
orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan bahwa dalam pelaksanaan
hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum
yang semaat-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas
hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dalam rangka memenuhi
persyaratan-persyaratan yang adil dalam hal moralitas, kesusilaan, ketertiban
umum, dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis”.
Tahap kedua yang ditempuh oleh komisi
hak asasi PBB adalah menyusun sesuatu yang lebih mengikat daripada deklarasi
belaka (something More Legally Binding
Than a Mere Declaration), dalam bentuk perjanjian (covenant). Ditentukan pula bahwa setiap hak akan dijabarkan, dan
prosedur serta aparatur pelaksanaan dan pengawasan dirumuskan secara rinci.
Juga diputuskan untuk menyusun dua perjanjian (kovenan) yakni, yang pertama
mencakup hak politik dan sipil, dan yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial,
dan budaya. Dengan demikian, setiap negara memperoleh kesempatan memilih salah
satu atau kedua-duanya.
Undang-undang Internasinonal HAM (International Bill of Human Rights) mencakup:
1.
Deklarasi universal hak asasi manusia
(1948).
2.
Kovenan internasional hak ekonomi,
sosial, dan budaya (1966/1976).
3.
Kovenan internasional hak sipil dan politik (1966/1976).
4.
Optional
protocol dari kovenan internasional hak sipil dan politik
(mengenai pengaduan perorangan) (1966/1976).
5.
Optional
protocol II dari kovenan internasional hak sipil dan
politik yang bertujuan menghapuskan hukuman mati (1989).
Salah satu kesukaran apa saja yang dijumpai
forum PBB dalam menyusun kedua perjanjian itu adalah perbedaan sifat antara hak
politik dan hak ekonomi, yang kadang-kadang menuju sesuatu ketegangan antar dua
jenis hak asasi ini. Hak-hak alam (natural
rights) yang merupakan hasil pemikiran waktu itu, dalam masa berikutnya
berubah nama menjadi hak-hak asasi manusia (human
rights). Hak-hak ini sangat menekankan kebebasan individu dan mencakup
antara lain hak menyatakan pendapat, dan hak untuk secara bebas mendirikan atau
memasuki organisasi yang diinginkan. Di pihak lain hak ekonomi lebih bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Hak Asasi Internasional
HAM merupakan masalah dunia
internasional, bukan hanya masalah internal dari suatu negara, karenanya pengetahuan
hukum internasional, politik internasional, dan hubungan internasional menjadi
penting untuk diketahui.
Hukum internasional sebagai suatu
bagian dari hukum pada umumnya, di dalam dirinya mengatur ide, pemikiran,
cita-cita yang sama dengan hukum pada umunya. Hukum internasional pun mengenal
asas atau ide atau cita-cita dan prinsip yang banyak mengambil dari asas hukum
romawi kuno, hukum alam, maupun asas hukum lainnya.
Pada awalnya, subjek hukum
satu-satunya dalam ajaran hukum internasional adalah negara, kemudian
berkembang vatikan dan organisasi internasional yang didirikan negara, termasuk
palang merah internasional. Baru setelah perang dunia II, secara individual
para pimpinan militer Jerman dan Jepang melakukan kejahatan atau kekejaman luar
biasa di luar batas kemanusiaan terhadap penduduk sipil dan juga anggota
militer. Langkah tersebut merupakan salah satu pengakuan bahwa individu
diangkat atau diposisikan sebagai subjek hukum internasional dan bertanggung
jawab di depan hukum internasional, serta dapat diminta pertanggungjawabannya
di depan hukum. Pengadilan Tokyo dan Nurenburg yang didirikan pada tahun 1945
pernah mengadili para jenderal Jerman dan Jepang yang melakukan kejahatan
kemanusiaan. Itu merupakan bukti dari perkembanganm dan pengakuan tersebut.
Sebagaimana disinggung di depan, HAM
adalah bagian dari hukum internasional atau nasional yang berarti juga bagian
dari ilmu hukum. Karenanya, sebagian dari napas, tujuan, ide, asas ilmu
hukum melekat atau menempel, paling
tidak menjadi salah satu landasan hukum internasional pula. Walaupun dalam
tataran teori dan wacana beragam kajian atau pandangan berbeda dapat ditemukan,
hal ini merupakan proses dinamika perkembangan ilmu hukum pada khususnya dan
ilmu pengetahuan pada umumnya.
Kalau sepakat HAM semua adalah
bagian hukum internasional dewasa ini sudah menjadi satu disiplin utuh yang
dibuktikan dan didukung oleh instrumen hukumyang semakin lengkap, baik pada
tingkat internasional maupun nasional. Sumber hukum internasional tetap menjiwai
dan menjadi bagian tidak terpisahkan
dengan HAM. Pandangan dan pendapat tersebut mempunyai akibat hukum yang jelas.
Ketika pelanggaran atau kejahatan HAM berlangsung dan belum ditemukan dalam HAM
positif, dalam merujuk kesumber hukum internasional.
Akses hukum internasional, demi
kepentingan nasional sangat beragam. Keragaman yang ada di coba
diselesaikanlewat beberapa teori. Petama, teori transformasi, yang menekankan
kepada aspek perubahan dan penyesuaian (baik bentuk maupun isinya) hukum
internasional dengan kondisi hukum munisipal suatu negara. Lewat cara tersebut
hukum internasional baru dapat berlaku dan efektif di suatu negara. Kedua,
teori delegasi, menekankan kepada hak masing-masing negara nasional dalam
menerima keberadaan dan berlakunya hukum internasional di negaranya. Negara
nasional diberi delegasi atau wewenang untuk menerima dan menolaknya.
Negara beradabadalah negara cinta
damai dan menghormati HAM. HAM menjadi salah satu garis politik dan menjadi
salah satu variabel utama dalam mengambil kebijaksanaan pemerintah. Dengan
demikian, semua anggota PBB dianggap beradab manakala telah menaati piagam PBB.
Dengan kata lain, negara cinta damai (Love
Peace Nations) adalah beradab, bukan negara haus perang dan menghormati
HAM. Dilihat dari sisi ini, pada prinsipnya semua negara dapat memberi
sumbangan pemikiran untuk memperkaya prinsip hukum umum yang sudah ada.
Sehubungan dengan itu, disamping ada
negara cinta damai (golongan pacifists), terdapat pulal golongan miliotarists
(cinta perang). Menurut Austin fagathey, antara kedua golongan tersebut sulit
bertemu.
Konsep HAM pada hakikatnya juga
konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai kalau diawali dari tertib
politik dalam setiap negara. Artinya, kemauan politik pemerintah, antara lain
berisi tekad dan kemauan untuk menegakkan HAM dapat menjadi awal masalah.
Ketika hal ini tidak menjadi bagian dari kemauan pemerintah internal, bantuan
dalam masyarakat bisa terjadi, khususnya antara supra struktur dan infra
struktur. Konflik terjadi akibat adanya perbedaan titik tekan prioritas. Kalau
prioritas ditekankan kepada stabilitas dengan alasan memperkuat lebih dahulu
basis ekonomi, pemberian HAM dapat dinomorduakan. Sistem politik sentralistik
yang menerapkan kebijaksanaan ini. Sebaliknya, sistem politik demokrasi dapat
memberikan kebebasan dan menjamin hak asasi. Ketentraman dan kepuasan batin
warga menjadi prioritas utama karena aturan hukum yang diciptakan cukup
akomodatif.
Dengan demikian, dalam dunia yang
semakin terbuka, plural, saling pengertian antar bangsa lewat hubungan
internasional semakin penting. Oleh karena itu, kontak antar warga masyarakat
dari berbagai negara harus dapat di buka seluas-luasnya. Hal ini berdampak
semakin kuatnya kesadaran HAM sesama warga bangsa.
- Perkembangan Konsep Hukum Internasional Tentang HAM
Perlindungan,
pemajuan, pemenuhan serta penghormatan terhadap HAM, yang menjadi concern seluruh dunia dewasa ini,
merupakan konsep dunia modern yang muncul setelah perang dunia kedua. Secara
historis, dapat dikatakan bahwa konsep HAM ini pada awalnya tumbuh sebagai
koreksi mendasar terhadap konsep negara nasional dalam bentuknya yang merosot,
seperti yang terlihat pada negara fasis, nazi, dan militeristik sebelum dan
selama perang dunia kedua itu.
Dalam tahap berikutnya, perkembangan
instrumen hak asasi ini dipengaruhi oleh perang dingin antar blok barat yang liberalistic dengan blok timur yang
komunistik, yang masing-masingnya memberikan aksentuasi yang berbeda terhadap
konsep HAM itu. Blok barat mengutamakan hak sipil dan hak politik, sedangkan blok timur menekankan hak ekonomi,
hak sosial, dan hak budaya. Pada tahun 1993, setelah berakhirnya perang dingin,
diperoleh momentum baru dalam perkembangan HAM ini, tanpa terpecah oleh perbedaan
ideologi antar negara.
Dengan telah dihancurkannya
negara-negara fasis Italia, nazi Jerman dan militeristik Jepang, serta
runtuhnya negara Marxis-feminis Uni Soviet dan berubahnya ideologi Republik
Rakyat Cina serta sisa-sisa negara komunis lainnya. Konsep negara nasional yang
demokratis pada umumnya kembali memainkan peranan penting. Dewasa ini,
perlindungan, pemajuan, peemenuhan, serta penghormatan HAM itu telah merupakan
tugas, tanggung jawab serta kehormatan negara nasional gaya baru ini, yaitu
negara nasional yang bukan saja demokratis tetapi juga member tempat yang
terhormat pada kemanusiaan.
Dalam dasawarsa terakhir abad ke-20
yang lalu, komitmen negara-negara nasional tersebut telah dilaksanakan dengan intensitas
tinggi, di bawah payung PBB. Kegiatan berbagai lembaga dalam jajaran PBB ini
sedemikian intensif dan ekstensifnya sehingga cakupan pengertian,
instrument-instrumen dan lembaga yang dirancang untuk melindungi HAM ini, berkembang
dengan amat cepat dalam jumlah yang amat banyak. Seluruhnya itu mengkristalisir
dalam bentuk hukum internasional HAM (international
human rights law).
- Konflik Israel sebagai Contoh Kasus Pelanggaran Hukum HAM
Nomenklatur
tentang kejahatan perang digunakan secara berbeda menurut beberapa Statuta atau
Konvensi Internasional yang mengatur tentang tindakan kejahatan perang, dalam
Konvensi Den Haag tentang hukun dan kebiasaan perang didarat tanggal 18 Oktober
1907 memberi istilah kejahatan perang sebagai " serious violations " demikian juga Konvensi Jenewa
tanggal 12 Agustus 1949 dan Protokol tambahan Jenewa tahun 1977 memberi istilah
sebagai " grave breaches "
sedangkan Konvensi Genosida menyebut definisi kejahatan perang sebagai " a
crime under international law Untuk memperjelas yang dimaksud dengan Kejahatan
Perang,
maka dapat dibagi ruang lingkupnya sebagai berikut :
maka dapat dibagi ruang lingkupnya sebagai berikut :
1)
Kejahatan perang. Kejahatan perang (dalam arti kata
sempit) adalah tindakan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan
perang sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag ke IV tahun 1907 tentang
hukum dan kebiasaan perang di darat khususnya ketentuan pasal 46,50,52 dan
pasal 56 dan Konvensi Jenewa tahun 1929 tentang perawatan prajurit yang sakit
dan luka-luka serta tentang tawanan perang. Tindakan kejahatan perang juga
mencakup pelanggaran-pelanggaran berat terhadap ketentuan Konvensi Jenewa tahun
1949 tentang perlindungan korban perang.
2)
Kejahatan agresi. Kejahatan terhadap perdamaian
dalam bentuk perencanaan, persiapan, memulai atau melaksanakan perang, disebut
juga kejahatan agresi. Pada mulanya konsep kejahatan agresi sebagai kejahatan
internasional berkait erat dengan
perbedaan antara " Perang adil " dan " Perang tidak adil " ( just and injust war ). Metode-metode perang tidak adil pada dasarnya merupakan perang agresi, yaitu perang yang melanggar keagunan (jaminan) dari fakta untuk tidak saling menyerang ( not to attack ).
perbedaan antara " Perang adil " dan " Perang tidak adil " ( just and injust war ). Metode-metode perang tidak adil pada dasarnya merupakan perang agresi, yaitu perang yang melanggar keagunan (jaminan) dari fakta untuk tidak saling menyerang ( not to attack ).
3)
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah suatu
kejahatan yang baru yang berhubungan dengan doktrin mengenai perlindungan HAM
yang dapat diterapkan dimasa perang atau dimasa damai, yang menjadi dasar hukum
bagi tindakan kejahatan ini adalah Konvensi Den Haag ke IV tahun 1907 yang
menyatakan bahwa penduduk sipil dan pihak-pihak berperang akan tetap tunduk
pada perlindungan dan prinsip hukum internasional.
4)
Kejahatan Genosida. Bahwa kejahatan genosida adalah
tindakan yang berkaitan dengan maksud menghancurkan secara keseluruhan atau
sebagian, suatu kelompok suku bangsa, etnik, ras atau agama tertentu juga
termasuk perbuatan pembunuhan, pengudungan anggota tubuh, penggunaan obat bius
yang dapat menghancurkan kelompok termasuk tindakan pemandulan.
Berkaitan
Invasi Israel ke jalur Gaza dengan alasan Hamas sebagai organisasi yang sering
mengganggu kemaanan Israel dapat dilihat dalam dua persepektif. Pertama adalah
legalitas penggunaan kekerasan (use offorce) atau yang dikenal dengan istilah jus ad bellum. Kedua adalah Bagaimana
serangan dilakukan atau dikenal dengan istilah Jus in bello. Pada Konteks jus ad belum menjadi pertanyaan apakah
serangan Israel merupakan serangan bela diri (self defence) sebagaimana selalu
diargumentsikan ataukah serangan ofesif.
Dari uraian
diatas ada dua dasar untuk mengklasifikasi serangan israel sebagai serangan
ofensif.
1. Israel tidak melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB
tentang digunakannya kekerasan sebagai hak bela diri sebagaimana yang diatur
dalam piagam PBB pasal 51. Bahkan resolusi DK PBB Np 1860 secara nyata
diabaikan dan dilanggar Israel.
2. Dari
proposionalitas dan waktu serangan Israel.
Sementara
dari perspektif jus ini bello israel telah melakukan pelanggaran dalam hal yang
Berkenaan dengan masalah pendudukan Asing atas Wilayah Palestina, maka Israel telah melukukan pelanggaran Hukum Humaniter, dalam hal ini adalah : Konvesi Jenewa IV, 1949. Setidaknya terjadi pelanggaran terhadap pasal 47 dan 54 yang berbunyi. Pasal 47. Orang-orang yang dilindungi yang ada di wilayah yang diduduki, bagaimanapun dan dalam keadaan apapun tidak akan kehilangan manfaat dari Konvensi ini karena perubahan yang diadakan dalam lembaga-lembaga atau pemerintahan suatu wilayah sebagai akibat dari pendudukan wilyah itu. Mereka juga tidak akan kehilangan manfaat Konvensi ini karena persetujuan apapun yang diadakan antara penguasa-penguasa dari wilayah yang diduduki dan negara pendudukan, atau karena aneksasi seluruh atau sebagian dari wilayah oleh Penguasa Pendudukan. Protokol Tambahan I 1977. terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (4), di mana dengan diperluasnya pendudukan asing Israel di atas tanah Palestina secara paksa dengan kekerasan bersenjata, merupakan pelanggaran terhadap hak menentukan nasib sendiri yang dimiliki oleh rakyat Palestina. Dan masih banyak pelanggaran lainnya yang sengaja tidak ditulis dalam bagian ini.
Berkenaan dengan masalah pendudukan Asing atas Wilayah Palestina, maka Israel telah melukukan pelanggaran Hukum Humaniter, dalam hal ini adalah : Konvesi Jenewa IV, 1949. Setidaknya terjadi pelanggaran terhadap pasal 47 dan 54 yang berbunyi. Pasal 47. Orang-orang yang dilindungi yang ada di wilayah yang diduduki, bagaimanapun dan dalam keadaan apapun tidak akan kehilangan manfaat dari Konvensi ini karena perubahan yang diadakan dalam lembaga-lembaga atau pemerintahan suatu wilayah sebagai akibat dari pendudukan wilyah itu. Mereka juga tidak akan kehilangan manfaat Konvensi ini karena persetujuan apapun yang diadakan antara penguasa-penguasa dari wilayah yang diduduki dan negara pendudukan, atau karena aneksasi seluruh atau sebagian dari wilayah oleh Penguasa Pendudukan. Protokol Tambahan I 1977. terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (4), di mana dengan diperluasnya pendudukan asing Israel di atas tanah Palestina secara paksa dengan kekerasan bersenjata, merupakan pelanggaran terhadap hak menentukan nasib sendiri yang dimiliki oleh rakyat Palestina. Dan masih banyak pelanggaran lainnya yang sengaja tidak ditulis dalam bagian ini.
Berkenaan
dengan masalah hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), maka
telah jelas bahwa self-determination merupakan salah satu hak asasi manusia
yang penting yang dilindungi oleh hukum internasional; dalam tulisan ini adalah
dilindungi berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Protokol Tambahan I, 1977. Ketentuan
tersebut menyatakan bahwa hak menentukan nasib sendiri harus dilindungi selama
terjadi pendudukan militer. Menurut Israel Law Resource Center, sejak tahun
1967, Israel telah melakukan langkah-langkah secara fisik maupun yuridis yang
mempengaruhi hak untuk menentukan nasib sendiri bangsa Palestina yang tinggal
di wilayah Palestina, yakni : Israel mengambil tanah Palestina dan merubah
status hukum tanah tersebut serta mengisi wilayah tersebut dengan
infra-struktur milik Israel yang mengakibatkan masyarakat Palestina terisolir
dari dunia luar. Infrastruktur Israel tersebut meliputi tempat pemukiman
penduduk sipil dari Israel, tempat perkemahan pasukan Israel, zona-zona
penyangga, tempat-tempat penampungan orang asing, jalan raya yang hanya dapat
digunakan oleh orang Israel, dan dinding pemisah yang dibangun ditengah-tengah
komunitas masyarakat Palestina. Sementara akses ke dan dari daerah tersebut
diawasi oleh pasukan Israel, di mana banyak sekali bukti-bukti yang
mengemukakan adanya pelecehan dan pelanggaran HAM terhadap orang Palestina. Berkenaaan
dengan kejahatan kemanusian dan Ginosida Pembunuhan yang disengaja,
Penganiayaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, , Perbuatan yang menyebabkan
penderitaan dan luka berat membombardir rumah sakit anak bahkan orang-orang
yang sedang menunaikan ibadah magrib di masjid sebelah utara jalur Gaza.
Mengumpulkan anak-anak dan perempuan dalam satu rumah lalu diberondong dengan
senjata. Serangan Udara dengan senjata kimia fosfhor ke warga sipil. membantai
terhadap warga sipil yang dicurigai sebagai anggota Hamas adalah tindakan nyata
sebauah kejahatan perang dengan melanggar ketentuan internasional yaitu:
Konvensi Jenewa I,II, antara lain Pembunuhan yang disengaja, Penganiayaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis, Perbuatan yang menyebabkan penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan. Protokol Tambahan I Setiap perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan atau integritas fisik maupun mental. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian atau luka berat atas badan. Konvensi Jenewa III Seseorang yang tidak terlibat aktif dalam pertempuran, termasuk anggota pasukan bersenjata yang meletakkan senjata dan meninggalkan tempat hors de combat (wilayah pertempuran) karena sakit, terluka, ditawan atau karena alasan lain, dalam keadaan apapun akan diberlakukan dengan manusiawi, tanpa membedakan ras, warna kulit, agama dan keyakinan, jenis kelamin, asal usul atau kekayaan, dan kriteria-kriteria serupa lainnya. Tindakan berikut ini dengan hormat tidak boleh dilakukan kepada orang-orang yang disebutkan diatas dimana pun dan kapan pun.
Konvensi Jenewa I,II, antara lain Pembunuhan yang disengaja, Penganiayaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis, Perbuatan yang menyebabkan penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan. Protokol Tambahan I Setiap perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan atau integritas fisik maupun mental. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian atau luka berat atas badan. Konvensi Jenewa III Seseorang yang tidak terlibat aktif dalam pertempuran, termasuk anggota pasukan bersenjata yang meletakkan senjata dan meninggalkan tempat hors de combat (wilayah pertempuran) karena sakit, terluka, ditawan atau karena alasan lain, dalam keadaan apapun akan diberlakukan dengan manusiawi, tanpa membedakan ras, warna kulit, agama dan keyakinan, jenis kelamin, asal usul atau kekayaan, dan kriteria-kriteria serupa lainnya. Tindakan berikut ini dengan hormat tidak boleh dilakukan kepada orang-orang yang disebutkan diatas dimana pun dan kapan pun.
Penyelesaian Kasus
Perundingan Israel dan palestina yang kini beralih dari
Stockholm (Swedia) ke Israel, dilukiskan saat ini telah memasuki masa yang
menentukan. Bahkan presiden Bill Clinton dan PM Ehud Barak usai pertemuan
puncak di Lisabon (Portugal), menyebut kesepakatan akhir Israel-Palestina sudah
berada di depan mata. Maka presiden Bill Clinton memutuskan mengirim menlu
Madeleine Albright ke Timur Tengah untuk menemui PM Ehud Barak, Presiden Yasser
Arafat dan Presiden Mesir Hosni Mubarak guna menyelesaikan sisa-sisa masalah
yang masih menggantung.
Kesepakatan akhir Israel-Palestina yang disebut berada
didepan mata itu adalah hasil perundingan rahasia di Israel dan Palestina
selama sembilan putaran. Pada putaran kesepuluh, perundingan di pindah ke
Stockholm untuk menghindar dari pengaruh suhu domestic serta jauh dari
jangkauan liputan media massa. Perundingan rahasia di Stockholm yang dipimpin
oleh ketua parlemen Palestina Ahmed Qurei dan menteri Urusan Keamanan Dalam
Negeri Israel Shlomo Ben Ami, ternyata berhasil merumuskan draf sementara
formula penyelesaian akhir Israel-Palestina yang keputusan terakhirnya hanya
menunggu keputusan politik dari PM Barak dan Presiden Yasser Arafat. Draf
sementara yang disebut Dokumen Stockholm itu mencakup masalah Kota
Jerussalem, Pengungsi Palestina dan Tentang Negara Palestina.
Ada dua kemungkinan sikap
Palestina atas rancangan formula penyelesaian akhir tersebut, yaitu :
- menerima penuh atau dengan beberapa perubahan kecil tanpa menyentuh substansi
- palestina menolak rancangan formula penyelesaian kota Jerussallem dan pengungsi.
Kesimpulan
Yang
dimaksud dengan hukum HAM internasional di sini adalah hukum mengenai
perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara
internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau
aparatnya, termasuk di dalamnya upaya penggalakkan hak-hak tersebut. Cabang
hukum ini seringkali disebut sebagai perlindungan internasional terhadap HAM,
atau hukum HAM internasional. Walaupun tidak terdapat kesepakatan mengenai
peristilahan ini, tetapi istilah-istilah tersebut seringkali digunakan secara bergantian dalam berbagai kepustakaan.
Pelanggaran terhadap Hukum HAM dapat dikenai hukuman-hukuman tertentu sesuai
dengan berat tidaknya kasus tersebut. pelanggaran HAM yang dapat membuat
rusaknya kenyamanan masyarakat internasional termasuk dalam pelanggarn hukum
internasional terhadap HAM.
Referensi
Levin,
Leah. 1987. Hak-hak Asasi Manusia. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Syarbaini, Syahrial. 2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bahar,
Saafroedin. 2002. Konteks Kenegaraan Hak
Asasi Manusia. Jakarta: Multazam Mitra Prima.
Budiardjo,
Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Effendi,
Masyhur & Sukmana Evan, Taufanni. 2007. HAM
dalam Dimensi/Dinamika, Yuridis, Sosial, politik. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://tanbihun.com/kajian/analisis/dinamika-konflik-israel-palestina/
No comments:
Post a Comment