Birokrasi jika dilihat
dari sudut pandang administrasi sebagai suatu sosok organisasi pelayanan,
dimana kriteria utama untuk menilai organisasi yang tidak menghasilkan keluaran
fisik tersebut adalah penampilan organisasi itu. Sedangkan konsep penampilan
sendiri mengarah pada pelaksanaan operasi, kegiatan, program atau misi suatu
organisasi.
Dalam jenis organisasi
tampak bahwa sistem mekanistrik dianggap sebagai kesatuan yang relative tetap
dan baku, sedangkan organic dipandang lebih luwes dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan masyarakatnya. Akan tetapi pada kenyataannya,
perubahan-perubahan prahara sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat
seringkali tidak diikuti dengan perubahan-perubahan mekanisme kinerja birokrasi
dalam memberikan pelayanannya, sehingga acap kali kita mendengar “kalau bisa
dipermudah mengapa dipersulit ?” atau sebaliknya “kalu bisa dipersulit mengapa
dipermudah”?.
Banyak anggapan bahwa
birokrasi sangat lamban dan tidak efisien dalam menanggapi perubahan, kurang
dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pembangunan. Birokrasi dituntut untuk
berubah sikap dan perilaku agar dapat melayani masyarakat dengan baik. Perubahan-perubahan
sosial yang terjadi baik yang berlangsung cepat maupun yang berlangsung lambat
(evolusi) menuntut pada organisasi birokrasi dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan tersebut.
Ada beberapa hal
berkenaan dengan kebijakan reformasi birokrasi yang perlu diperhatikan yaitu
moralitas birokrat, sistem dan prosedur pelayanan serta sistem penghargaan dan
sanksi.
a) Moralitas
birokrat
Untuk memperbaiki moral
ini satu-satunya jalan adalah dengan meningkatkan pemahan (tiadak sekadar
pengetahuan) para aparat birokrasi terhadap kewajibannya. Pelatihan-pelatihan
untuk birokrasi harus di setting tidak hanya sebagai syarat untuk menduduki
jabatan tertentu tetapi juga harus mampu memberikan sentuhan-sentuhan
kemanusiaan.
b) Sistem
dan prosedur birokrasi
Selama ini sistem dan
prosedur pelayanan yang diterapkan birokrasi adalah sistem dan prosedur yang
dirasakan rumit dan berbelit-belit oleh masyarakat. Walaupun para pejabat
menganggap sistem dan prosedur itulah yang baik dan sesuai, tetapi lagi-lagi
yang merasakan adalah masyarakat yang menggunakan sistem dan prosedur itu.
c) Sistem
penghargaan dan sanksi
Sistem penghargaan dan
sanksi dalam birokrasi publik sangat tidak jelas dan tidak adil. Aparat tingkat
bawah yang notabene selalu berhadapan dengan masyarakat tidak pernah menerima
penghargaan atas prestasi yang diraih. Penghargaan selalu untuk atasannya, yang
terkadang tidak tahu-menahu tentang apa yang sudah dilakukan bawahannya.
Sebaliknya, sistem
sanksi yang diberikan juga tidak jelas. Kemalasan dan ketidak disiplinan
birokrasi publik kita sangat tinggi. Tapi, mereka tidak mendapatkan sanksi yang
dapat mengubah perilaku mereka.
Sebagaimana terlihat
jelas fungsi pokok birokrasi Negara adalah untuk menjamin terselenggaranya
kehidupan Negara dan menjadi alat rakyat/masyarakat dalam mencapai tujuan ideal
suatu Negara. Untuk melaksanakan fungsi itu, birokrasi pemerintah setidaknya
memiliki tiga tugas pokok yakni :
1. Memberikan
pelayanan umum yang bersifat rutin kepada masyarakat seperti memberikan
palayanan perjanjian, pembuatan dokumen, perlindungan, pemeliharaan fasilitas
umum, pemeliharaan kesehatan dan penyediaan jaminan keamanan bagi penduduk.
2. Melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan yang
lebih baik, seperti melakukan pembimbingan, pendampingan, konsultasi,
menyediakan modal dan fasilitas, usaha, serta melaksanakan pendidikan.
3. Menyelenggarakan
pembangunan di tengah masyarakat, seperti membangun infrastruktur
perhubungan,telekomunikasi,perdagangan dan sebagainya.
Menurut
Kumorotomo (1996) indikator untuk
menilai kinerja organisasi publik, antara lain,
yaitu : efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap.
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi sangat
bervariasi. Secara garis besar, berbagai parameter yang dipergunakan untuk
melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan.
Pendekatan yang pertama melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif
pemberi layanan dan pendekatan kedua dari perspektif pengguna jasa.
a.
Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam
penyelanggaraan pelayanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran atau nilai-nilai
dalam atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders.
Rendahnya tingkat
akuntabilitas aparat birokrasi dalampemberian pelayanan publik erat kaitannya
dengan pula dengan persoalan struktur birokrasi yang diwarisi semenjak masa
orde baru berkuasa. Prinsip loyalitas kepada atasan lebih dikenalkan daripada
prinsip loyal kepada publik. Birokrasi di Indonesia tidak pernah diajarkan
untuk mempunyai pemikiran bahwa kedaulatan berada pada publik, artinya bahwa
eksistensi pelayanan birokrasi akan sangat ditentukan oleh pertanggungjawaban
birokrasi terhadap publik.
b.
Responsivitas
Responsivitas adalah
kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun kebutuhan
dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini
mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta
tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik
karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat (Dilulio, 1994). Organisasi yang memiliki responsivitas
rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborne dan Plastrik,
1997).
c.
Orientasi
pada Pelayanan
Orientasi pada
pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan untuk
penyelenggarakan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dari besarnya sumber daya
manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk
melayani kepentingan pengguna jasa. Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya
yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan
untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa. Kemampuan dan sumber
daya dari aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan
dapat dicapai.
d.
Efisiensi
Pelayanan
Efisiensi pelayanan
adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Secara ideal,
pelayanan akan efisien apabiila birokrasi pelayanan dapat menyediakan input
pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat
pengguna jasa. Demikian pula dalam sisi output pelayanan, birokrasi, birokrasi
secara ideal harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama
dari aspek biaya dan waktu pelayanan. Efisiensi pada sisi input dipergunakan
untuk melihat seberapa jauh kemudahan akses publik yang ditawarkan. Akses
publik terhadap pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan
atau kepastian menyangkut biaya pelayanan.
mantap artikelnya gan, sangat bermanfaat.
ReplyDeletewww.kiostiket.com