A.
Konsep-Konsep Konstitusi, Legislasi, Syura dan Demokrasi
serta Ummah
1. Konstitusi
Dalam fiqh siyasah Konstitusi disebut juga dustur, dustur berarti kumpulan
kaedah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota
masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang
tertulis (konstitusi). Menurut ulama fiqh siyasah, pada awalnya pola hubungan
antara pemerintah dan rakyat ditentukan oleh adat istiadat. Dengan demikian, hubungan
antara kedua belah pihak berbeda-beda pada masing-masing negara, sesuai dengan
perbedaan masing-masing negara. Akan tetapi karena adat istiadat ini tidak
tertulis, maka dalam hubungan tersebut tidak terdapat batasan-batasan yang
tegas tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Akibatnya, karena
pemerintah memegang kekuasaan, tidak jarang pemerintah bersikap absolut dan
otoriter terhadap rakyat yang dipimpinnya. Mereka berlaku sewenang-wenang dan
melanggar hak-hak asasi rakyatnya. Sebagai reaksi, rakyatpun melakukan
pemberontakan, perlawanan, bahkan revolusi untuk menjatuhkan pemerintah yang
berkuasa secara absolut tersebut. Dari revolusiini kemudian lahirlah pemikiran
untuk menciptakan undang-undang dasar atau konstitusi sebagai pedoman dan
aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Namun, tidak selamanya
konstitusi dibentuk berdasarkan revolusi. Ada juga pembuatan konstitusi karena
lahirnya sebuah negara baru.
2. Legislasi
Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislasi disebut juga
dengan istilah al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah islam
dalam membuat dan menetapkan hukum. Kekuasaan legislasi berarti kekuasaan atau
kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan
dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan
Allah SWT. dalam syariat Islam. Dengan demikian, unsur-unsur legislasi dalam
islam meliputi:
a.
Pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam
masyarakat Islam.
b.
Masyarakat Islam
yang akan melaksanakannya.
c.
Isi peraturan atau
hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai dasar syari’at Islam
3. Ummah
Dalam piagam madinah, pemakaian kata ummah mengandung dua pengertian.
Pertama, organisasi yang diikat oleh akidah islam. kedua, organsasi umat yang
menghimpun jamaah atau komunitas yang beragam atas dasar ikatan sosial politik.
Dari ayat-ayat Alqur’an dan piagam madinah dapat di catat beberapa ciri esensi
yang menggambarkan ummah (Islam). pertama, ummah memiliki kepercayaan kepada
Allah dan keyakinan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, memiliki kitab
yang satu dan bentuk pengabdian yang satu pula kepada Allah. Kedua, Islam yang
memberiakn identitas pada ummah mengajarkan semangat universal. Ketiga, karena
umat islam bersifat universal, maka secara alamiah umat islam juga bersifat
organik. Keempat, berdasarkan prinsip ketiga, maka Islam tidka dapat mendukung
ajaran kolektivitas komunisme dan individualisme kaum kapitalis. Kelima, dari
prinsip tersebut, maka sistem politik yang digariskan Islam tidak sama dengan
pandnagan Barat.
4. Syura dan Demokrasi
Kata Syura berasal dari sya-wa-ra, yang secara etimologis berarti
mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kata syura dalam bahasa indonesia menjadi
musyawarah mengandung makna segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan
dari yang lain (termasuk pendapat) untuk memperoleh kebaikan. Al-Quran
mengunakan kata Syura dalam tiga ayat. Dan al-quran tidak menjelaskan secara
rinci mengenai syura. Namun etika musyawarah dijelaskan dalam surat ‘Ali ‘imran
yaitu, pertama berlaku lemah lembut. Kedua, memberi maaf. Ketiga, hubungan
vertikal dengan Allah. Sedangkan bagaimana cara melakuakn musyawarah, Allah
tidka menjelaskan secara rinci. Ini diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Dalam
suatu pemerintahan atau negara, boleh saja musyawarah ini dilakuakn dengan
membentuk suatu lembaga tersendiri, seperti parlemen atau apapun namanya.
Sebagaimana halnya syura, demokrasi juga menekankan unsur musyawarah dalam
mengambil keputusan. Demokrasi juga diartikan sebagi bentuk kekuasaan yang
berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
B.
Negara Hukum dalam Siyasah Syar’iyah
Negara hukum berarti negara yang menegakkan supremasi hukum dalam pelaksaan
pemerintahannya, bukan supremasi kekuasaan. Macam-macam konsep negara hukum
antara lain:
a.
Konsep Barat
Pemikir barat yang banyak menegmukakan pemikirannya tentang negara hukum
adalah Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Kant, negara hukum
bertugas menjami ketertiban dan keamanan masyarakat. Konsep ini disebut dengan
konsep negara hukum liberal. Sedangkan Stahl merumuskan empat unsur-unsur pokok
negara hukum, yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
(HAM), negara didasarkan pada trias
politica, pemerintah diselenggarakan berdasarkan undnag-undnag dan adanya
peradilan administrasi negara yang bertugas menangani ksus perbuatan melanggar
hukum oleh pemerintah. Konsep ini dinamakan konsep negara hukum formal.
b.
Konsep Socialist
Legality
Konspe ini lebih menekankan keberadaan negara daripada individu.
Sebagaimana pandnagan Karl Marx, negara adalah manifestasi dari pertentangan
kelas, antara borjuis dan proletar. Setelah negara terbentuk, maka yang
berkuasa adalah sekelompok kaum proletar yang membawa masyarakat kepada
kehidupan sosialis komunis.
c.
Negara Hukum
Pancasila
Konsep negara pancasila, idelanya mengakui kebebasan individu, konsep ini
juga menekankan peran pemerintah dalam menguasai sumber-sumebr daya alam yang
penting dan dibutuhkan oleh rakyat banyak untuk kepentingan rakyat. Penguasaan
ini dimaksudkan agar sumber daya alam yang vital tersebut dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya oleh seluruh rakyat indonesia dan untuk kesejahteraan mereka.
Dalam nomokrasi islam, kepala negara menjalankan pemerintahan tidak
berdasarkan mandat Tuahn, tetapai berdasarkan hukum-hukum syari’at yang
diturunkan Tuhan kepada manusia melalui Rasulnya Muhammad SAW. Sejauh
disebutkan secara tegas oleh syari’at maka penguasa tinggal melaksanakan saja
apa yang disebutkan dalam sumber syari’at tersebut, yaitu Al-quran dan
al-sunnah.
C.
Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Dalam sistem pemerintahan Islam, Khalifah, kepala negara tau imam hanyalah
seseorang yang dipilih umat untuk mengurus dan mengatur kepentingan mereka demi
kemaslahatan bersama. Posisinya dalam masyarakat digambarkan secara simbolis
dalam ajaran shalat berjamaah. Kepala negara bukanlah pribadi yang luar biasa,
yang tidak pernah salah. Karenanya kepala negara tidak boleh berada ajuh dari
rakyatnya. Ia harus dapat mendengar dan menyahuti aspirasi rakyatnya dan
menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Bila kepala negara telah
melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka kepala negara juga memeproleh
hak-hak yang harus dipenuhi oleh rakyatnya. Menurut Al-mawardi, hak kepala
negara atas rakyatnya ada dua macam, yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk
memperoleh dukungan secara moral selama kepala negara menjalankan pemerintahan
dengan baik.
Kesimpulan
Kelembagaan dalam politik Islam antara lain terdiri dari adanya
konsep-konsep mengenai konstitusi, legislasi, syura dan demokrasi dan juga
mengenai ummah. Konstitusi dibuat dalam Islam adalah dalam rangka sebagai
pedoman dan aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Legislasi
dibuat untuk mengurusi masalah kenegaraan dan pemerintah menetapkan hukum yang
akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh rakyatnya. Sementara itu syura dan
demokrasi merupakan dua hal yang saling berkaitan, syura merupakan musyawarah
dan dalam demokrasi juga menekankan unsur musyawarah. Dan ummah atau umat dapat
diartikan bangsa, rakyat, kaum, komunitas dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa
umat merupakan organisasi yang diikat oleh kaidah Islam.
Referensi
Iqbal,
Muhammad. 2001. Fiqh Siyasah:
Kontektualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
No comments:
Post a Comment