Wednesday, 28 March 2012

MILITER SEBAGAI PARAMETER POWER

Pendahuluan
Pertahanan militer merupakan kekuatan utama pertahanan negara yang dibangun dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer, tersusun dalam komponen utama serta komponen cadangan dan komponen pendukung. Pendayagunaan lapis pertahanan militer diwujudkan dalam penyelenggaraan operasi militer, baik dalam bentuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Militer Sebagai Parameter Power.
Dalam negara demokrasi, supremasi dan kontrol sipil atas militer merupakan conditio sine qua non, demikian halnya dengan profesionalisme militer itu sendiri. Premis ini telah diterima secara luas oleh dunia internasional dan menandai terjadinya progresivitas politik di negara-negara demokrasi baru seperti di belahan Afrika Selatan, Asia, Amerika Latin, dan bahkan di bekas negara komunis Eropa Timur. Inilah yang menjadi counter attack positif sendiri bagi rezim diktatorian yang menganut militer sebagai basis akomodasi politiknya sehingga nantinya suatu kekuasaan yang kejam terhadap rakyatnya akan melahirkan Negara yang akan tumbuh menjadi Negara demokrasi. Tapi ini tentunya akan terjadi secara evolusi yang dimana tidak manusiawi.
            Pertahanan militer sebagai kekuatan bersenjata ditampilkan melalui SDM dan Alutsista, dibangun, dan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan sampai pada standar penangkalan. Namun, pembangunan kekuatan pertahanan negara harus dipersiapkan untuk menghadapi setiap ancaman militer yang sewaktu-waktu dapat timbul.
Upaya penangkalan tidak bersifat pasif, tetapi dikembangkan dalam suatu strategi penangkalan yang memiliki sifat dinamis, melalui kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk menghadapi kondisi terburuk, yakni menghadapi ancaman aktual dalam bentuk perang atau bentuk ancaman militer lainnya.
Dalam konteks “menghadapi ancaman militer”, kekuatan pertahanan yang dimiliki didayagunakan untuk mengatasi situasi negara yang terancam oleh suatu serangan militer dari negara lain, atau sedang diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman yang akan mengganggu kepentingan nasional.
Domain kekuatan nasional adalah postur pertahanan yang meliputi 3 (tiga) aspek utama, Kemampuan (Capability), Kekuatan (Force) dan Gelar (Deployment). Menurut Oxford Dictionary of U.S. Military, Kemampuan atau Capability adalah forces or resources giving a country or state the ability to undertake a particular kind of military action (kekuatan atau sumber daya yang memberi kemampuan bagi sebuah negara untuk menjalankan tindakan militer); Kekuatan atau Force adalah the fighting elements of all defence structure (elemen-elemen tempur dari keseluruhan struktur pertahanan); dan Gelar, yakni tata sebar dari kekuatan. Ketiga aspek tersebut harus bersinergi dalam mendukung pertahanan negara, sedangkan beberapa instrumen dalam menentukan kekuatan suatu negara menurut Hans J. Morgentahu dalam Politics among Nations: The Struggle for Power and Peace adalah: Geografi, Sumber Daya Alam, Industri, Militer, Populasi, Karakter Nasional, Semangat Nasional, Kualitas Diplomasi, dan Kualitas Pemerintah. Kesembilan instrumen inilah yang digunakan oleh suatu negara baik negara berkembang maupun negara maju untuk menunjukkan potret dirinya, untuk menunjukkan seberapa kuat negara tersebut. Negara maju seperti AS sangat membanggakan teknologinya yang didukung dengan kekuatan militernya, begitu pula dengan negara berkembang seperti India, RRC, Brazil dan lainnya membanggakan dan menunjukkan eksistensi mereka di dunia teknologi dengan didukung pula oleh kekuatan militer sebagai wujud dari kekuatan nasional mereka.
Ada lima alasan mengapa militer memilih terlibat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Pertama, militer beranggapan bahwa keterlibatannya dalam penyelenggaraan kekuasaan negara sebagaisebuah hak sejarah.Militer mengklaim dirinya memiliki hak atas kemerdekaan yang terwujud,dalam arti jasa kepahlawanan dalam mencapai tujuan tersebut.Hal inilah yang menjadi salah satu legitimasi militer untuk turut berperan aktif dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Kedua, berhubungan dengan upaya atau komitmen militer untuk ikut berpartisipasi. Komitmen ini selaras dengan keinginan dari militer untuk dapat dilibatkan dalam segala yang berhubungan dengan integrasi bangsa. Di Turki misalnya, tentara akan melakukan kudeta apabila partai politik yang berkuasa menyimpang dari semangat sekulerisme yang menjadi landasan konstitusi Turki. Di Indonesia kejadian yang hampir sama terjadi saat Nasution bersama kolega perwira TNI lainnya mendesak agar Soekarno mengeluarkan Dektrit Presiden 5 Juli 1959, yakni mengembalikan penggunaan UUD 1945 untuk mencegah disintegrasi bangsa yang kemungkinan terjadi apabila Dewan Konstituante dibiarkan berlarut-larut membahas rancangan konstitusi yang memperuncing perbedaan.
Ketiga, ajakan dan lemahnya politisi sipil. Huntinton mensinyalir bahwa maraknya keterlibatan militer dalam pemerintahan disebabkan karena ajakan dan lemahnya politisi sipil. Kelemahan politisi sipil tersebut ditujukan dengan membangun dan mengajak militer masuk ke dalam gelanggang politik. Kelemahan ini makin mengemuka apabila makin meruncingnya konflik antar politisi sipil sendiri. Sebagaimana yang ditujukan pada saat Peristiwa 17 Oktober 1952 dan proses penjatuhan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenannya pada 2001 lalu.
Empat, desakan dari internal militer untuk mengambil alih ataupun ikut terlibat dalam politik pemerintahan, karena pemerintahann yang berkuasa cenderung korup dan membawa bangsa kearah yang membahayakan keutuhan dan integrasi bangsa. Desakan ini bentuknya beragam, namun secara umum ada dua pola, yakni; melakukan kudeta atau pengambilalihan kekuasaan, dan melakukan negoisasi dengan politisi sipil. Akan tetapi dari dua pola tersebut banyak yang dilakukan oleh militer untuk ikut terlibat dalam politik pemerintahan dengan melakukan kudeta. Kudeta oleh militer di Negara seperti Pakistan, Turki, Philipina, Negara-negara Afrika, dan Amerika Latin kerap menjadi sangat lumrah dan biasa. Untuk kasus Indonesia, menariknya langkah untuk melakukan kudeta hampir tidak pernah dikenal dan terjadi. Sadar akan posisinya yang strategis, TNI cenderung melakukan negoisasi dengan politisi sipil perihal keterlibatannya dalam politik pemerintahan, tak heran apabila kemudian lahir Konsep Jalan Tengah dan Dwi Fungsi ABRI/TNI.
Kelima, bila rakyat menghendaki. Alasan ini terasa klise dan absurd, namun kenyataannya bahwa banyak dari masyarakat di belahan dunia lainnya masih berharap agar militer dapat meluruskan dan membuka ruang kesejahteraan dan ketentraman bagi masyarakat. Finer menyadari benar bahwa keinginan rakyat agar militer terlibat dalam politik pemerintahan merupakan realitas dari trauma masyarakat akibat ketidakjelasan arah pemerintahan sipil membawa bangsa dan Negara ini. Kehendak rakyat ini pada akhirnya akan menjadi boomerang bagi keterbelengguan akibat pola pemerintahan yang menutup sama sekali ruang politik bagi masyarakat. Finer menegaskan bahwa kenhendak rakyat seperti yang dimaksud lebih menitikberatkan pada masyarakat yang tingkat melek politiknya rendah, seperti di Afrika, dan sebagian Asia, serta Amerika Latin.

Kesimpulan
Militer adalah angkatan bersenjata dari suatu negara dan segala sesuatu yang berhubungan dengan angkatan bersenjata. Sebuah negara tentu saja memerlukan adanya militer yang bergerak dalam negaranya, karena militer dalam suatu negara berfungsi untuk pertahanan negara terhadap gangguan-gangguan yang terjadi baik dalam negara maupun darii luar negara. Namun militer sebaiknya tidak ikut campur dalam hal pemerintahan karena bisa saja dengan hal tersebut militer bisa melakukann kudeta dan akhirnya dapat menguasai negara tersebut. Dalam konteks “menghadapi ancaman militer”, kekuatan pertahanan yang dimiliki didayagunakan untuk mengatasi situasi negara yang terancam oleh suatu serangan militer dari negara lain, atau sedang diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman yang akan mengganggu kepentingan nasional. Otoritas rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara untuk mendefinisikan posisi dan peran militer. Rakyat, yang merupakan entitas politik sipil, berwenang menentukan dan sekaligus mengontrol peran dan fungsi militer dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Referensi
http://www.scribd.com/doc/54979704/Fungsi-Kontrol-terhadap-Kekuasaan-Militer-dalam-Kancah-Politik-Negara
http://famuzaki.multiply.com/journal/item/30/Militer_Sebagai_Kekuatan_Politik

No comments:

Post a Comment