Pendahuluan
Pertahanan
militer merupakan kekuatan utama pertahanan negara yang dibangun dan
dipersiapkan untuk menghadapi ancaman
militer, tersusun dalam komponen
utama serta komponen cadangan dan komponen pendukung.
Pendayagunaan lapis pertahanan militer diwujudkan dalam penyelenggaraan operasi
militer, baik dalam bentuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer
Selain Perang (OMSP).
Militer Sebagai Parameter Power.
Dalam
negara demokrasi, supremasi dan kontrol sipil atas militer merupakan conditio
sine qua non, demikian halnya dengan profesionalisme militer itu sendiri.
Premis ini telah diterima secara luas oleh dunia internasional dan menandai
terjadinya progresivitas politik di negara-negara demokrasi baru seperti di
belahan Afrika Selatan, Asia, Amerika Latin, dan bahkan di bekas negara komunis
Eropa Timur. Inilah yang menjadi counter attack positif sendiri bagi rezim
diktatorian yang menganut militer sebagai basis akomodasi politiknya sehingga
nantinya suatu kekuasaan yang kejam terhadap rakyatnya akan melahirkan Negara
yang akan tumbuh menjadi Negara demokrasi. Tapi ini tentunya akan terjadi
secara evolusi yang dimana tidak manusiawi.
Pertahanan militer sebagai
kekuatan bersenjata ditampilkan melalui SDM dan Alutsista, dibangun, dan
dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan sampai pada
standar penangkalan. Namun, pembangunan kekuatan pertahanan negara harus
dipersiapkan untuk menghadapi setiap ancaman militer yang sewaktu-waktu dapat
timbul.
Upaya penangkalan tidak
bersifat pasif, tetapi dikembangkan dalam suatu strategi penangkalan yang
memiliki sifat dinamis, melalui kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk
menghadapi kondisi terburuk, yakni menghadapi ancaman aktual dalam bentuk
perang atau bentuk ancaman militer lainnya.
Dalam konteks “menghadapi
ancaman militer”, kekuatan pertahanan yang dimiliki didayagunakan untuk
mengatasi situasi negara yang terancam oleh suatu serangan militer dari negara
lain, atau sedang diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman yang akan mengganggu
kepentingan nasional.
Domain kekuatan nasional
adalah postur pertahanan yang meliputi 3 (tiga) aspek utama, Kemampuan (Capability), Kekuatan (Force) dan Gelar (Deployment). Menurut Oxford Dictionary of U.S. Military, Kemampuan
atau Capability adalah forces or
resources giving a country or state the ability to undertake a particular kind
of military action (kekuatan atau sumber daya yang memberi kemampuan bagi
sebuah negara untuk menjalankan tindakan militer); Kekuatan atau Force adalah the fighting elements of all defence
structure (elemen-elemen tempur dari keseluruhan struktur pertahanan); dan
Gelar, yakni tata sebar dari kekuatan. Ketiga aspek tersebut harus bersinergi
dalam mendukung pertahanan negara, sedangkan beberapa instrumen dalam
menentukan kekuatan suatu negara menurut Hans J. Morgentahu dalam Politics
among Nations: The Struggle for Power and Peace adalah: Geografi, Sumber Daya
Alam, Industri, Militer, Populasi, Karakter Nasional, Semangat Nasional,
Kualitas Diplomasi, dan Kualitas Pemerintah. Kesembilan instrumen inilah yang
digunakan oleh suatu negara baik negara berkembang maupun negara maju untuk
menunjukkan potret dirinya, untuk menunjukkan seberapa kuat negara tersebut.
Negara maju seperti AS sangat membanggakan teknologinya yang didukung dengan
kekuatan militernya, begitu pula dengan negara berkembang seperti India, RRC,
Brazil dan lainnya membanggakan dan menunjukkan eksistensi mereka di dunia
teknologi dengan didukung pula oleh kekuatan militer sebagai wujud dari
kekuatan nasional mereka.
Ada lima alasan mengapa militer memilih terlibat dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara. Pertama, militer
beranggapan bahwa keterlibatannya dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara sebagaisebuah hak sejarah.Militer mengklaim dirinya memiliki hak atas kemerdekaan yang terwujud,dalam arti jasa kepahlawanan dalam mencapai tujuan tersebut.Hal
inilah yang menjadi salah satu legitimasi
militer untuk turut berperan aktif
dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara. Kedua, berhubungan dengan upaya atau
komitmen militer untuk ikut berpartisipasi. Komitmen ini selaras
dengan keinginan dari militer untuk dapat dilibatkan dalam segala yang
berhubungan dengan integrasi bangsa. Di Turki misalnya, tentara akan melakukan
kudeta apabila partai politik yang berkuasa menyimpang dari semangat
sekulerisme yang menjadi landasan konstitusi Turki. Di Indonesia kejadian yang
hampir sama terjadi saat Nasution bersama kolega perwira TNI lainnya mendesak
agar Soekarno mengeluarkan Dektrit Presiden 5 Juli 1959, yakni mengembalikan
penggunaan UUD 1945 untuk mencegah disintegrasi bangsa yang kemungkinan terjadi
apabila Dewan Konstituante dibiarkan berlarut-larut membahas rancangan
konstitusi yang memperuncing perbedaan.
Ketiga, ajakan dan lemahnya
politisi sipil. Huntinton mensinyalir bahwa maraknya keterlibatan militer dalam
pemerintahan disebabkan karena ajakan dan lemahnya politisi sipil. Kelemahan
politisi sipil tersebut ditujukan dengan membangun dan mengajak militer masuk
ke dalam gelanggang politik. Kelemahan ini makin mengemuka apabila makin
meruncingnya konflik antar politisi sipil sendiri. Sebagaimana yang ditujukan
pada saat Peristiwa 17 Oktober 1952 dan proses penjatuhan Abdurrahman Wahid
dari kursi kepresidenannya pada 2001 lalu.
Empat, desakan dari internal
militer untuk mengambil alih ataupun ikut terlibat dalam politik pemerintahan,
karena pemerintahann yang berkuasa cenderung korup dan membawa bangsa kearah
yang membahayakan keutuhan dan integrasi bangsa. Desakan ini bentuknya beragam,
namun secara umum ada dua pola, yakni; melakukan kudeta atau pengambilalihan
kekuasaan, dan melakukan negoisasi dengan politisi sipil. Akan tetapi dari dua
pola tersebut banyak yang dilakukan oleh militer untuk ikut terlibat dalam
politik pemerintahan dengan melakukan kudeta. Kudeta oleh militer di Negara
seperti Pakistan, Turki, Philipina, Negara-negara Afrika, dan Amerika Latin
kerap menjadi sangat lumrah dan biasa. Untuk kasus Indonesia, menariknya
langkah untuk melakukan kudeta hampir tidak pernah dikenal dan terjadi. Sadar
akan posisinya yang strategis, TNI cenderung melakukan negoisasi dengan
politisi sipil perihal keterlibatannya dalam politik pemerintahan, tak heran
apabila kemudian lahir Konsep Jalan Tengah dan Dwi Fungsi ABRI/TNI.
Kelima, bila rakyat
menghendaki. Alasan ini terasa klise dan absurd, namun kenyataannya bahwa
banyak dari masyarakat di belahan dunia lainnya masih berharap agar militer
dapat meluruskan dan membuka ruang kesejahteraan dan ketentraman bagi
masyarakat. Finer menyadari benar bahwa keinginan rakyat agar militer terlibat
dalam politik pemerintahan merupakan realitas dari trauma masyarakat akibat
ketidakjelasan arah pemerintahan sipil membawa bangsa dan Negara ini. Kehendak
rakyat ini pada akhirnya akan menjadi boomerang bagi keterbelengguan akibat
pola pemerintahan yang menutup sama sekali ruang politik bagi masyarakat. Finer
menegaskan bahwa kenhendak rakyat seperti yang dimaksud lebih menitikberatkan
pada masyarakat yang tingkat melek politiknya rendah, seperti di Afrika, dan
sebagian Asia, serta Amerika Latin.
Kesimpulan
Militer
adalah angkatan bersenjata dari suatu negara dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan angkatan bersenjata. Sebuah negara tentu saja
memerlukan adanya militer yang bergerak dalam negaranya, karena militer dalam suatu
negara berfungsi untuk pertahanan negara terhadap gangguan-gangguan yang
terjadi baik dalam negara maupun darii luar negara. Namun militer sebaiknya
tidak ikut campur dalam hal pemerintahan karena bisa saja dengan hal tersebut
militer bisa melakukann kudeta dan akhirnya dapat menguasai negara tersebut.
Dalam konteks “menghadapi ancaman militer”, kekuatan pertahanan yang dimiliki
didayagunakan untuk mengatasi situasi negara yang terancam oleh suatu serangan
militer dari negara lain, atau sedang diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman
yang akan mengganggu kepentingan nasional. Otoritas
rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara untuk mendefinisikan posisi dan peran
militer. Rakyat, yang merupakan entitas politik sipil, berwenang menentukan dan
sekaligus mengontrol peran dan fungsi militer dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Referensi
http://www.scribd.com/doc/54979704/Fungsi-Kontrol-terhadap-Kekuasaan-Militer-dalam-Kancah-Politik-Negara
http://famuzaki.multiply.com/journal/item/30/Militer_Sebagai_Kekuatan_Politik
No comments:
Post a Comment