Pendahuluan
Ekonomi
merupakan salah satu tolak ukur bagi power atau kekuasaan suatu negara. Dengan
perkembangan ekonomi yang baik maka suatu negara bisa mat atau mendapatkan
power yang lebih melalui penguasaan ekonomi tersebut. negara-negara yang
memiliki power kuat atau great power adalah cenderung negara yang memiliki
ekonomi yang stabil dan juga kuat di negaranya.
Ekonomi Sebagai Instrumen Power
Sumber kekuasaan
dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Misalnya seorang komandan
terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya. Dalam kedua
kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar disiplin kerja atau melakukan
korupsi.
Sumber kekuasaan dapat juga berupa
kekayaan. Misalnya seorang pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang
politikus atau seorang bawahan yang mempunyai utang yang belum dibayar kembali.
Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama.
Di bawah kapitalisme hubungan antar
negara berkembang ke arah penguasaan sumber-sumber daya ekonomi. Negara-negara great
power adalah negara-negara industri yang maju dalam berbagai bidang, terutama
dalam aspek ekonomi seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Jerman.
Negara-negara ini membutuhkan sumber daya alam yang tidak sedikit untuk
menunjang industrinya. Sementara sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh
negara-negara miskin di belahan bumi yang lain. Keadaan ini menimbulkan suatu
interaksi yang menarik untuk dibahas, di satu sisi negara maju menggunakan
kekuatan ekonominya untuk menguasai sumber daya alam di negara miskin dengan
segala cara, di sisi lain negara miskin juga menggunakan sumber daya alamnya
untuk membangun negaranya. Kemudian muncul suatu konsep ekonomi politik internasional,
jika ekonomi adalah mengenai pencarian kekayaan, maka politik adalah mengenai
pencarian power, keduanya berinteraksi dengan cara yang rumit dan memusingkan
(Gilpin 1987).
Negara
sebagai lembaga yang memiliki kewenangan, dengan kewenangan itu Negara bisa
mengatur hal-hal yang berkaitan tentang alokasi sumber daya / ekonomi.
Bagaimana kekuasaan politik itu dipakai dalam melakukan distribusi, alokasi SDA
yang berkaitan dengan hal-hal ekonomi.
Adapun menurut Mohtar Mas’oed (1991) tentang
kaitan ekonomi politik, politik sebagai otoritas, hubungan antara ekonomi dan
politik dapat diterjemahkan ke dalam isu tentang hubungan antara kekayaan dan
kekuasaan. Ekonomi terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekayaan,
sedangkan politik terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekuasaan.
Kekayaan terdiri dari aset fisik dan nonfisik, aset fisik seperti kapital dan
tanah, dan aset non fisik seperti sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan kekuasaan bisa muncul dalam bentuk militer, ekonomi, maupun
psikologis. Kekuasaan adalah kemampuan menghasilkan suatu hasil tertentu secara
paksa. Walau kekuasaan bisa terwujud dalam berbagai bentuk, bentuk aslinya
adalah daya paksa.
Setiap negara yang berdaulat dalam
upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya harus mempunyai suatu identitas
kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan umumnya dilakukan melalui upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan upaya untuk menjamin terpeliharanya
identitas bangsa umumnya dilakukan melalui proses pembangnan. Dalam hubungan
ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kegiatan ekonomi dalam
suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan pembangunan merupakan upaya
pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa adanya kesepakatan tentang
sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka kemungkinan terjadinya
perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang
patut ditempuh
dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang dihadapi suatu
bangsa. Walaupun dalam proses pembentukan public policy selalu terdapat
suatu public debate, namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu
sistem ekonomi maka akan diredam terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim
ke ekstrim lain yang selain dapat memperlamban proses pengambilan keputusan
juga akan menciptakan iklim ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya
menganggu stabilitas ekonomi dan politik.
Dalam
pada itu, pengembangan sistem ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari pengembangan
identitas kebangsaannya, tidak terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai
sistem di bidang non-ekonomi, seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan
sistem sosial budayanya. Walaupun akan berkembang dengan laju yang tidak sama,
pengembangan setiap sistem ini umumnya akan berjalan dalam satu arah, di mana
sistem yang satu akan mempengaruhi sistem lainnya. Umumnya, semakin maju
perekonomian suatu negara maka akan berevolusi sistem ekonominya dari etatisme
menuju ke lberalisme dan bersamaan dengan ini sistem politiknya akan cenderung
bergerak dari sistem yang otoriter menjadi yang lebih demokratis.
Etika politik perlu mengkritisi legitimitas
keputusan
politik dan praktik politik dengan mengungkap ambiguitas
keyakinannya.
Ambiguitas kebijakan penguasa terletak pada kepentingan
ekonomi.
Ekonomi sebagai ilmu bukan hanya rezim wacana, tetapi suatu
praksis
yang memaksakan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Ekonomi
adalah
wacana kekuasaan. Maka etika (etika politik, bisnis, ekonomi)
hanya
akan dimanipulasi menjadi ideologi yang memberi pembenaran
kepentingan
ekonomi. Kalau episteme dipahami sebagai struktur
pemikiran
khas suatu zaman, ekonomi bisa dikatakan episteme
itu. Ekonomi menjadi struktur pemaknaan yang menyatukan
praktik-praktik
wacana-wacana dewasa ini. Semua cenderung diukur dari
perspektif
ekonomi.
Ekonomi
memang tak bisa lepas dari kekuasaan. Karena kekuasaan biasa dinisbatkan
sebagai unsur politik. Namun dominasi kekuasaan terhadap ekonomi tidak
selamanya berujung kesuksesan. Kepemimpinan Otoritarian yang terjadi pada
Negara Timur (uni soviet) ternyata tak sanggup mengalahkan kehendak ekonomi
global. Di Indonesia juga demikian pengendalian politik oleh rezim orba dalam
menghadapi krisis ekonomi juga tak sanggup dibendung.
Setiap
kebijakan ekonomi harus diproteksi dengan undang-undang, ehingga aroma
politisasi tak lagi mendominasi kebijakan-kebijakan strategis. Karena jika
tidak dilakukan, maka sedikit banyak akan memberi ruang pada pihak ketiga untuk
bermain di perekonomian nasional. Maka mendudukkan ekonomi sebagai hak publik
adalah bentuk kewajaran bukan sebaliknya menyerahkannya kepada pasar politik.
Karena itu, sebuah ironi jika ekonomi bukanlah sesuatu yang bisa dinikmati dan
dikendalikan oleh rakyat tapi direduksi oleh kepentingan politis dan kaum
pemodal (asing).
Kesimpulan
Sebagaimana yang
telah dijelaskan bahwa kekuasaan memiliki kaitan yang sangat erat dengan
ekonomi. Kekuasaan yang dimiliki suatu negara dapat diukur melalui kepemilikan
dan penguasaan ekonomi. Oleh karena itu, ketika seseorang menguasai ekonomi
maka secara tidak langsung dia juga memiliki kekuasaan yang dapat menekan orang
yang lebih darinya.
Ekonomi suatu negara dirumuskan
melalui tindakan-tindakan yan gtelah ditentukan oleh undang-undang. Dan
ekonomi, maupun kekuasaan tidak akan pernah terlepas dari tindakan-tindakan
politik, oleh sebab itu dalam perwujudan ekonomi negara akan selalu memainkan
peranan politik didalamnya. Dalam pada itu, pengembangan sistem ekonomi suatu
negara, sebagai bagian dari pengembangan identitas kebangsaannya, tidak
terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai sistem di bidang non-ekonomi,
seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan sistem sosial budayanya.
Referensi
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
http://www.scribd.com/doc/2910965/EKONOMI-KEKUASAAN-DAN-MASALAH-ETIKA
No comments:
Post a Comment