Wednesday, 28 March 2012

EKONOMI SEBAGAI INSTRUMEN POWER

Pendahuluan
Ekonomi merupakan salah satu tolak ukur bagi power atau kekuasaan suatu negara. Dengan perkembangan ekonomi yang baik maka suatu negara bisa mat atau mendapatkan power yang lebih melalui penguasaan ekonomi tersebut. negara-negara yang memiliki power kuat atau great power adalah cenderung negara yang memiliki ekonomi yang stabil dan juga kuat di negaranya.
Ekonomi Sebagai Instrumen Power
            Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Misalnya seorang komandan terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya. Dalam kedua kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar disiplin kerja atau melakukan korupsi.
            Sumber kekuasaan dapat juga berupa kekayaan. Misalnya seorang pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus atau seorang bawahan yang mempunyai utang yang belum dibayar kembali. Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama.
            Di bawah kapitalisme hubungan antar negara berkembang ke arah penguasaan sumber-sumber daya ekonomi. Negara-negara great power adalah negara-negara industri yang maju dalam berbagai bidang, terutama dalam aspek ekonomi seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Jerman. Negara-negara ini membutuhkan sumber daya alam yang tidak sedikit untuk menunjang industrinya. Sementara sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh negara-negara miskin di belahan bumi yang lain. Keadaan ini menimbulkan suatu interaksi yang menarik untuk dibahas, di satu sisi negara maju menggunakan kekuatan ekonominya untuk menguasai sumber daya alam di negara miskin dengan segala cara, di sisi lain negara miskin juga menggunakan sumber daya alamnya untuk membangun negaranya. Kemudian muncul suatu konsep ekonomi politik internasional, jika ekonomi adalah mengenai pencarian kekayaan, maka politik adalah mengenai pencarian power, keduanya berinteraksi dengan cara yang rumit dan memusingkan (Gilpin 1987).
            Negara sebagai lembaga yang memiliki kewenangan, dengan kewenangan itu Negara bisa mengatur hal-hal yang berkaitan tentang alokasi sumber daya / ekonomi. Bagaimana kekuasaan politik itu dipakai dalam melakukan distribusi, alokasi SDA yang berkaitan dengan hal-hal ekonomi.
Adapun menurut Mohtar Mas’oed (1991) tentang kaitan ekonomi politik, politik sebagai otoritas, hubungan antara ekonomi dan politik dapat diterjemahkan ke dalam isu tentang hubungan antara kekayaan dan kekuasaan. Ekonomi terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekayaan, sedangkan politik terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekuasaan. Kekayaan terdiri dari aset fisik dan nonfisik, aset fisik seperti kapital dan tanah, dan aset non fisik seperti sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan. Sedangkan kekuasaan bisa muncul dalam bentuk militer, ekonomi, maupun psikologis. Kekuasaan adalah kemampuan menghasilkan suatu hasil tertentu secara paksa. Walau kekuasaan bisa terwujud dalam berbagai bentuk, bentuk aslinya adalah daya paksa.
            Setiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas bangsa umumnya dilakukan melalui proses pembangnan. Dalam hubungan ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan pembangunan merupakan upaya pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka kemungkinan terjadinya perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang
patut ditempuh dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang dihadapi suatu bangsa. Walaupun dalam proses pembentukan public policy selalu terdapat suatu public debate, namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu sistem ekonomi maka akan diredam terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim ke ekstrim lain yang selain dapat memperlamban proses pengambilan keputusan juga akan menciptakan iklim ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya menganggu stabilitas ekonomi dan politik.
Dalam pada itu, pengembangan sistem ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari pengembangan identitas kebangsaannya, tidak terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai sistem di bidang non-ekonomi, seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan sistem sosial budayanya. Walaupun akan berkembang dengan laju yang tidak sama, pengembangan setiap sistem ini umumnya akan berjalan dalam satu arah, di mana sistem yang satu akan mempengaruhi sistem lainnya. Umumnya, semakin maju perekonomian suatu negara maka akan berevolusi sistem ekonominya dari etatisme menuju ke lberalisme dan bersamaan dengan ini sistem politiknya akan cenderung bergerak dari sistem yang otoriter menjadi yang lebih demokratis.
Etika politik perlu mengkritisi legitimitas keputusan politik dan praktik politik dengan mengungkap ambiguitas keyakinannya. Ambiguitas kebijakan penguasa terletak pada   kepentingan ekonomi. Ekonomi sebagai ilmu bukan hanya rezim wacana, tetapi suatu praksis yang memaksakan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Ekonomi adalah wacana kekuasaan. Maka etika (etika politik, bisnis, ekonomi) hanya akan dimanipulasi menjadi ideologi yang memberi pembenaran kepentingan ekonomi. Kalau episteme dipahami sebagai struktur pemikiran khas suatu zaman, ekonomi bisa dikatakan episteme itu. Ekonomi menjadi struktur pemaknaan yang menyatukan praktik-praktik wacana-wacana dewasa ini. Semua cenderung diukur dari perspektif ekonomi.
Ekonomi memang tak bisa lepas dari kekuasaan. Karena kekuasaan biasa dinisbatkan sebagai unsur politik. Namun dominasi kekuasaan terhadap ekonomi tidak selamanya berujung kesuksesan. Kepemimpinan Otoritarian yang terjadi pada Negara Timur (uni soviet) ternyata tak sanggup mengalahkan kehendak ekonomi global. Di Indonesia juga demikian pengendalian politik oleh rezim orba dalam menghadapi krisis ekonomi juga tak sanggup dibendung.
Setiap kebijakan ekonomi harus diproteksi dengan undang-undang, ehingga aroma politisasi tak lagi mendominasi kebijakan-kebijakan strategis. Karena jika tidak dilakukan, maka sedikit banyak akan memberi ruang pada pihak ketiga untuk bermain di perekonomian nasional. Maka mendudukkan ekonomi sebagai hak publik adalah bentuk kewajaran bukan sebaliknya menyerahkannya kepada pasar politik. Karena itu, sebuah ironi jika ekonomi bukanlah sesuatu yang bisa dinikmati dan dikendalikan oleh rakyat tapi direduksi oleh kepentingan politis dan kaum pemodal (asing).

Kesimpulan
            Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kekuasaan memiliki kaitan yang sangat erat dengan ekonomi. Kekuasaan yang dimiliki suatu negara dapat diukur melalui kepemilikan dan penguasaan ekonomi. Oleh karena itu, ketika seseorang menguasai ekonomi maka secara tidak langsung dia juga memiliki kekuasaan yang dapat menekan orang yang lebih darinya.
            Ekonomi suatu negara dirumuskan melalui tindakan-tindakan yan gtelah ditentukan oleh undang-undang. Dan ekonomi, maupun kekuasaan tidak akan pernah terlepas dari tindakan-tindakan politik, oleh sebab itu dalam perwujudan ekonomi negara akan selalu memainkan peranan politik didalamnya. Dalam pada itu, pengembangan sistem ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari pengembangan identitas kebangsaannya, tidak terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai sistem di bidang non-ekonomi, seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan sistem sosial budayanya.

Referensi

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
http://www.scribd.com/doc/2910965/EKONOMI-KEKUASAAN-DAN-MASALAH-ETIKA

No comments:

Post a Comment