Pendahuluan
Pada tanggal 23
Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan tongkat kekuasaannya negara kepada
Jenderal Soeharto selaku pengemban TAP MPRS No. IX tahun 1967. Paa tanggal 12
Mei 1967 Jenderal Soeharto diambil sumpahnya dan dilantik sebagai Pejabat
Presiden Republik Indonesia. Dengan penyerahan tongkat kekuasaan negara dan
pelantikan Soeharto sebagai Pejabat presiden RI, secara formal telah berakhir masa
kekuasaan Orde lama dan digantikan dengan Orde Baru.
A.
Integrasi
Nasional dan Diplomasi
Pada
hakikatnya orde baru bukan penyangkalan terhadap yang lama, tetapi lebih
sebagai pembaharuan yang terkait dengan persoalan bangsa yang di nilai sangat
kronis. Penataan yang baru tidak hanya di bidang tertentu tepai perubahan dan
pembaharuan tatanan seluruh kehiduoan bangsa dan negara berdasarkan kemurnian
Pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, Orde Baru menjadi titik awal koreksi
terhadap berbagai penyelewengan pada masa lampau dan menyusun kembali kekuatan
bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Pemerintah
Orde Baru menyadari sepenuhnya bahwa akibat konflik yang berkepanjangan
penderitaan rakyat telah mencapai titik yang tertinggi. Kesejahteraan rakyat
telah menjadi korban dan ambisi para petualang politik. Atas dasar kesadaran
tersebut, maka pada awal orde baru stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik
menjado prioritas utama.
Dalam
periode ini, kebijakan luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus
pada soal regionalisme. Para pemimpin Indonesai mehyadari pentingnya stabilitas
regional yang dapat menjamin keberhasilan rencana pmebangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri
Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak barat, memperkenalkan
pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan pinjaman. Seperti halnya pada
zaman Soekarno, Soeharto selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran
utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya.
B.
Stabilitas
Nasional (Politik, Ekonomi dan Diplomasi)
Disadari
oleh orde baru bahwa stabilitas politik adalah hal yang penting untuk
ditegakkan demi kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional. Pluralitas masyarakat
Indonesia dapat menjadi sumber kerawanan bagi tercapainya stabilitas politik.
Berbagai primordialisme dan berbagai politik aliran tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia. Dalam rangka menghadapi pemilihan umum (pemilu) pada
tanggal 23 mei 1970, presiden dengan surat keputusannya No. 34 telah menetapkan
organisasi-organisasi yang dapat tampil sebagai peserta pemilu dan anggota
DPR/DPRD yang diangkat. Ditetapkan bahwa organisasi politik yang dapat ikut
pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil
DPR/DPRD.
Dalam
kehidupan kepartaian pada tahun 1971, pemerintah melemparkan gagasan
penyederhanaan parpol dengan melakukan pengelompokkan parpol. Misalnya, parpol
islam seperti NU, Parmusi, PSII, dan Perti tergabung dalam kelompok Persatuan Pembangunan
Partai-partai Nasionalis seperti Partai Katolik, Parkindo, PNI, dan IPKI
tergabung dalam kelompok Demokrasi Pembangunan. Selain kedua kelompok tersebut
ada pula kelompok Golongan Karya (Golkar) yang semula bernama Sekber Golkar.
Pengelompokkan besar tersebut secara formal pula di lingkungan DPR dan MPR.
Memasuki tahun 1973 parpol-parpol melakukan fusi. Kelompok persatuan
pembangunan sejak 5 Januari 1973 berganti nama menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Kelompok Demokrasi Pembangunan pada tanggal 10 Januari 1973
berganti nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di
samping melakukan penyederhanaan partai politik, pemerintah orba melaksanakan
indoktrinasi ideologi. Penyimpangan dan penyelewengan terhadap pancasila dan
UUD 1945 telah melahirkan tragedi G-30-S/PKI. Orde baru sebagai tatanan
kehiduoan berbangsa dan bernegara ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Pancasila harus menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Upaya lain
yang ditempuh oleh orba untuk menciptakan stabilitas politik adalah dengan
menempatkan peran ganda ABRI atau yang di kenal dengan dwifungsi ABRI.peran
ganda itu adalah peran hankam dan sosial. Peran-peran ini dilandasi oleh
pemikiran historis bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Pada
permulaan orde baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelematan
ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Arah dan
kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah orde baru diarahkan pada pembangunan
di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan orde baru bertumpu pada program yabg
dikenal dengan sebutan trilogi pembangunan, yaitu sebagai berikut:
a.
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b.
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
c.
Stabilitas
nasional yangs ehat dan dinamis.
Pelaksanaan
pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan orde baru secara
periodek 5 tahunan yang disebut pelita (pembangunan lima Tahun). Yaitu sebagai
berikut:
Pelita
I (1969-1974): sasaran yang hendak
dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani. Pelita I menekankan pembangunan di bidang pertanian.
Pelita
II (1974-1979): sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, perluasan kesempatan kerja, dan kesejahteraan
rakyat.
Pelita
III (1979-1984): sasaran yang hendak dicapai adalah tercapainya trilogi
pembangunan.
Pelita
IV (1984-1989): sasaran yang hendak dicapai adalah di bidang pertanian
tercapainya swasembada pangan.
Pelita
V (1989-1994): sasaran yang hendak dicapai adalah upaya peningkatan semua segi
kehidupan bangsa.
Pelita
VI (1994-1998 terjadi suksesi kepemimpinan): pemerintah menitikberatkan
pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta
pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Kesimpulan
Orde
Baru menjadi titik awal koreksi terhadap berbagai penyelewengan pada masa
lampau dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas
nasional guna mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Pada masa ini stabilisasi politik dicapai melalui usaha dengan adanya dwifungsi
ABRI, dan juga adanya pemilu. Selain itu juga dengan menjadikan Pancasila
sebagai asas tunggal politik. Pancasila juga menjadi nilai budaya dan filosofis
idiil bangsa Indonesia yang harus dihayati dn diamalkan segenap rakyat.
Sementara itu stabilisasi ekonomi dicapai melalui Pelita (pembangunan lima
tahun). Pelita merupakan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun).
Selain itu kebijakan lainnya adalah dengan melaksanakan program trilogi
pembangunan.
Referensi
Mustopo, M.
Habib. 2007. Sejarah: SMA Kelas XII
Program IPS. Jakarta: Yudhistira.
No comments:
Post a Comment