Saturday 16 June 2012

Politik Luar Negeri Dan Diplomasi Indonesia: Makna Bebas Aktif Dan Politik Luar Negeri Sebagai Sumber Kebijakan

Pendahuluan
            Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya sebagai negara merdeka di peta dunia. Sehari kemudian (18 Agustus 1945) Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban “melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, maka lahirlah politik luar negeri pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan “Politik Bebas Aktif.” Politik luar negeri Indonesia mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur dalam UUD 1945. Penegasan politik luar negeri Indonesia untuk pertama kali ditegaskan dalam sidang BPKNIP tanggal 2 September 1948. Rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI.
  1. Makna Bebas Aktif
Prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dikemukakan pertama kalo oleh Mohammad Hatta dalam keterangannya di depan badan KNIP pada 2 September 1948. Menurut Hatta, bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga. Sedangkan aktif artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa. Sementara dalam pengertian secara universal maksudnya bebas, artinya bahwa Indonesia tidak akan memihak salah satu blok kekuatan-kekuatan yang ada di dunia. Aktif, artinya Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya selalu aktif ikut menyelesaikan masalah-masalah internasional. Misalnya, aktif memperjuangkan dan menghapuskan penjajahan serta menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia mempunyai hak untuk menentukan arah, sikap, dan keinginanannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan kebijakan Indonesia tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara lain.
Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut: Bebas, dalam  pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif, berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif. B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut: perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut: supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”. Aktif artinya bangsa Indonesia senantiasa berperan serta dalam ikut mewujudkan ketertiban dunia.
Dalam pencaturan politik yang multipolar saat ini prinsip politik luar negeri bebas aktif masih sangat relevan untuk diterapkan dan tidak perlu untuk diganti. Kita bisa mengartikan bebas saat ini adalah bahwa Indonesia sebagai negara yang berdaulat berhak untuk bergaul, berhubungan, mengadakan perjanjian, kerjasama dengan negara manapun sejauh membawa manfaat bagi kepentingan domestik. Karena sudah semestinya politik luar negeri harus tunduk terhadap kepentingan nasional. Foreign policy begins at home.
Namun pengimplementasian politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tidak selamanya dapat berjalan sesuai yang diinginkan, berbagai tantangan yang tidak jarang ditemui dalam politik bebas aktif ini karena dalam tatanan politik dunia kontemporer Indonesua juga sedang berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang. Seiring dengan itu, semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala implikasinya, baik yang posistif maupun yang negatif. Kedua, meningkatnya isu-isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah hak asasi manusia, intervensi humaniter, demokrasi dan demokratisasi, good governance, lingkungan hidup, dan lain-lain.
  1. Politik Luar Negeri Sebagai Sumber Kebijakan
Secara umum, politik luar negeri Indonesia merupakan kumpulan kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungan luar negerinya. Hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan nasional yang semata-mata dimaksudkan untuk tujuan-tujuan yang biasanya telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu lazirn disebut dengan kepentingan nasional.
Sumber politik luar negeri dapat dikiasifikasikan ke dalam dua hal. Pertama, sumber yang sifatnya sistemik, yakni keadaan masyarakat, bangsa, pemerintah, sifat-sifat, dan tingkah laku para pengambil kebijakan. Kedua, menurut konsep waktu, ada yang sifatnya tetap dan ada yang sifatnya berubah-ubah. Misalnya, karena adanya pertentangan atau perubahan zaman yang menuntut perubahan secara cepat sebagai penyesuaian.
Politik luar negeri ini tidak secara langsung dikeluarkan oleh suatu negara dalam setiap kondisi, melainkan politik luar negeri dikeluarkan oleh suatu negara ketika negara tersebut dalam hal-hal tertentu, seperti contoh ketika suatu negara merasa bahwa kepentingannya terancam atau dengan kata lain politik luar negeri dikeluarkan sebagai respon atas ancaman terhadap kepentingan nasional. Dalam mengeluarkan kebijakan luar negeri, hal ini tidak berlangsung seketika itu juga melainkan harus dirumuskan secara matang dan seksama melalui suatu tahapan yang dinamakan sebagai decision making process. Decision making process ini dipengaruhi oleh dua elemen yaitu elemen internal maupun eksternal. Yang termasuk elemen internal adalah individu, grup, birokrasi, dan sistem nasional sedangkan yang termasuk elemen eksternal adalah sistem global yang menaungi negara-negara di dunia. Pertama adalah variabel individu atau ideosinkretik. Hal ini berkaitan dengan aktor yang mengeluarkan politik luar negeri suatu negara, apakah itu seorang menteri luar negeri ataukah seorang presiden maupun perdana menteri. Menurut Coulumbis dan Wolfe, variabel ini berkaitan dengan persepsi, image dan karakteristik pribadi si decision-maker dalam merumuskan politik luar negeri.
Dalam prakteknya perumusan politik luar negeri suatu negara selalu lebih merupakan hasil “kesepakatan” dari tarik-menarik antara semangat idealisme para penyelenggara negara, dengan kondisi riil secara eksternal yang dihadapi suatu negara. Terkadang kesepakatan itu bahkan lebih merupakan hasil kesepakatan individu para pengambil keputusan. Karena itu sudah menjadi kenyataan bahwa substansi politik luar negeri suatu negara sering tidak benar-benar menyentuh kepentingan riil dari negara tapi lebih merupakan “kesepakatan” dari berbagai tarik menarik tersebut. Dalam sistem politik yang demokratis, kondisi tarik menarik ini tentunya akan semakin dirasakan mengingat demokrasi memungkinkan hadirnya peran berbagai aktor politik untuk turut serta dalam perumusan kebijakan publik.  Kondisi dimana perumusan suatu kepentingan nasional banyak dipengaruhi oleh tarik menarik kepentingan pengambil keputusan serta kerancuan antara cara dengan tujuan akhir suatu kebijakan pada gilirannya dapat mengganggu perumusan politik luar negeri secara rasional.
Proses demokratisasi di Indonesia telah membuka lebar koridor pengambilan kebijakan yang tidak terbatas pada figur individu pemimpin atau lembaga yang dominan secara politis seperti di masa lalu, tapi juga memberi kesempatan pada berbagai aktor sosial politik lain seperti DPR, LSM, akademisi, pers maupun anggota masyarakat untuk turut berkontribusi dalam proses perumusan kebijakan termasuk kebijakan luar negeri.
Dalam perkembangan kajian politik luar negeri masa kini, kita bisa melihat bahwa unit politik selalu berusaha mencapai kepentingan pribadi maupun kolektif, serta tujuan yang bersifat kongkret dan utuh. Tujuan utama negara-negara dalam mengkaji kebijakan luar negerinya adalah demi menjaga keamanan nasional, memiliki pengaruh terhadap pihak lain, prestise nasional, dan keuntungan nasional, dengan menggunakan sumber daya yang ada. Suatu negara yang memiliki kapabilitas akan memiliki kecenderungan untuk berperan lebih besar dalam politik internasional. Meningkatnya kapabilitas suatu negara, menyebabkan terjadinya transformasi peran dan sifat kebijakan luar negeri. Dalam suatu kebijakan terhadap isu tertentu, suatu negara akan memposisikan dirinya secara resmi dan ditulis dalam sebuah dokumen kenegaraan.
Kesimpulan
            Politik luar negeri adalah strategi yang digunakan suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Maka politik luar negeri berhubungan erat dengan kebijakan yang akan dipilih oleh suatu negara. Hal ini terkait dengan politik luar negeri yang diterapkan Indonesia. Kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif tentunya merupakan strategi politik yang diterapkan Indonesia dalam politik global. Agar prinsip bebas aktif ini dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia maka setiap periode pemerintahan hendaklah menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional. Perumusan politik luar negeri suatu negara tak terlepas dari kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, ketika kepentingan nasional suatu negara terancam, maka politik luar negeri akan dikeluarkan sebagai salah satu upaya dalam mengamankan kepentingan ansional negara yang bersangkutan.
Referensi
Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Leifer, Michael. 1989. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Gramedia.
http://pendwarganegara.blogspot.com/2009/01/politik-luar-negeri-indonesia.html

1 comment: